26. Mengenai Jaemin Lagi

528 87 46
                                    


Rosé tidak berhenti mengungkapkan rasa kagumnya sejak tadi semenjak masuk ke dalam ruang kerja Jessica. Terlihat dekorasi ruangan yang terlihat simple selaras dengan warna putih dinding. Banyak rak buku, maneken yang tersusun rapi. Ada yang memakai rancangan busana yang telah jadi, ada pula yang baru setengah jadi dan juga yang hanya maneken saja.

"Ruang kerja Tante terasa nyaman," puji Rosé yang baru saja dipersilkan duduk oleh Jessica

"Nyamannya ruang kerja akan membuat seseorang lebih fokus untuk bekerja. Tante sendiri yang melakukan dekorasi ini," kata Jessica yang masih tersenyum ke arah Rosè.

"Kenapa Tante? Ada yang dengan wajahku?" tanya Rosé sedikit panik, ketika menyadari Jessica terus memandang dirinya dengan tersenyum.

"Tidak ada yang salah. Hanya saja Tante baru menyadari sesuatu," kata Jessica menjawab pertanyaan Rosé. "Wajah cantikmu sama sekali enggak buat Tante bosan untuk memandangibya terus," puji Jessica. "Pantas Jaemin suka sama kamu."

Mendengar hal itu, Rosé tersipu malu. "Tante lebih cantik. Terlihat lebih muda dari usia Tante sendiri."

"Ah. Kamu bisa aja," kata Jessica yanh ikut tersipu malu. Tidak lupa menggerakan tangannya seakan dirinya menolak pujian itu, tetapi dalam hati terasa senang. Perempuan berusia mana yang tidak senang bila dipuji lebih muda? Semua pasti senang.

Rosé ikut tertawa kecil, ketika mendengar Jessica yang tertawa setelah menanggapi perkataannya. Apa yang dikatakan oleh Rosé tidak ada yang salah. Dipandangannya Jessica memang terlihat begitu muda. Jika saja Jaemin tidak memanggil wanita itu dengan "Tante", Rosé mungkin saja sudah menganggap Jessica sebagai suadara Jaemin.

"Ngomong-ngomong. Kamu enggak mau cerita soal Jaemin?"

Pertanyaan Jessica membuat Rosé sedikit berpikir. Soal Jaemin? Cerita apa?

"Cerita soal apa Tante?" tanya ulang Rosé meyakinkan dirinya tidak salah dengar. "Bukankah Tante yang lebih tahu soal Jaemin?"

Jessica beranjak dari duduknya menuju salah satu lemari kecil di sudut ruangannya. Suara tawa kecilnya membuat Rosé tampak bingung.

"Tante memang tahu banyak soal Jaemin. Tetapi, Tante mau mendengar dari cerita soal Jaemin dari perempuan yang dicintainya," kata Jessica mengeluangkan dua cangkir gelas.

Masa gue cerita yang jeleknya? Kalau Tante Jessica ngomong ke mamanya Jaemin, bisa-bisa besok satu piring makanan mendarat di kepala gue.

Rosé tampak berpikir sejenak. "Jaemin itu ...," perkataannya sedikit terpotong menimbang-nimbang kalimat apa yang paling menggambarkan Jaemin, namun dalam konteks positif, "perhatian dan baik."

Satu alis Jessica terangkat. Tubuhnya sedikit memutar dan untuk menengok ke aras Rosé dengan wajah yang kurang pias atas jawaban Rosé. "Hanya itu saja? Enggak ada yang buruk-buruk soal anak itu?"

Rosé menggaruk tengkuk belakangnya yang tidak gatal. Pertanyaan itu seakan memaksa dirinya untuk membongkar semua hal tentang laki-laki yang tengah menunggu di luar, tanpa tahu dirinya tengah menjadi bahan perbincangan saat ini.

"Buruknya menurut kamu seperti apa?" tanya Jessica lagi. "Jangan takut, rahasia ini Tante pegang dengan aman," katanya lagi yang menyadari wajah ragu Rosé.

"Jaemin itu ...."

Jessica kembali menaikkan alisnya. Wajahnya benar-benar menunggu kata-kata selanjutnya yang akan terucap dari bibir perempuan yang telah mencuri hati keponakannya itu.

"Tukang ngegas. Sedikit memaksa dan enggak mau kalah," kata Rosé akhirnya.

Jessica menggeleng. "Anak itu ternyata enggak berubah sama sekali. Apa dia masih seperti itu? Kok kamu betah sama dia?"

Rosé hanya tersenyum sebelum menanggapi perkataam Jessica. "Itu first impression aku ke Jaemin, Tante. Sungguh, pertemuan kami itu benar-benar memiliki kesan pertama paling buruk."

Jessica tampak antusias ketika mendengar kata-kata "kesan pertama paling buruk" dan dengan cepat kembali menuju tempat duduknya dengan membawa dua cangkir teh. "Kesan buruk seperti apa?"

Senyum canggung kembali Rosé keluarkan. Sedikit tidak enak untuk menceritakannya. Tetapi, pandangan Jessica seakan menuntut dirinya untuk bercerita.

Rosé mulai menceritakan mengenai pertemuan pertama mereka yang telah diatur oleh Jennie dan Jeno dengan alasan salah kirim kontak. Mulai dari mana mereka tidak saling menyukai, saling mengegas—tentunya dengan cerita Jaemin yang ngegas duluan—di kafe, perjalanan ke Bali dan diakhir dengan duduk berdua menonton matahari terbenam di pantai.

Satu hal yang tidak Rosé ceritakan. Yaitu tidur sekamar. Bahaya, bila ia menceritakannya. Yang ada, dirinya dan Jaemin bisa langsung digiring menuju pendeta oleh keluarga masing-masing. Atau lebih buruknya, keluarga Jaemin bisa menandainya sebagai wanita murahan yang berencana mengambil harta kekayaan keluarga Na dengan cara tidur sekamar dengan Jaemin.

Heol! Jangankan untuk mengambil harta kekayaan. Saat pertama kali bertemu pun, Rosé tidak tahu-menahu soal siapa itu Jaemin. Yang dia tahu hanyalah laki-laki yang ngegas dan suka semaunya sendiri.

"Kesan pertama kalian sangatlah menarik. Apalagi kalian dipersatukan di Tanah Dewata. Tante jadi iri."

Rosé tersenyum, hingga beberapa saat dirinya teringat dengan perkataan Jessica. "Tante tadi bilang, kalau Jaemin sama sekali enggak berubah. Maksudnya apa, Tante?" tanya Rosé sedikit penasaran.

"Sifat anak-anaknya yang enggak berubah sama sekali. Mungkin, karena dia adalah anak satu-satunya dan apapun keinginannya selali dituruti oleh ayah dan ibunya," jawab Jessica.

"Tetapi, bukankah Jaemin sangat menuriti keputusan keluarganya?" tanya Rosé yang berniat menggali sedikit demi sedikit mengenai keluarga dari laki-laki itu.

"Lain lagi ceritanya kalau itu. Apapun yang menjadi keputusan keluarga besar dari pihak ayahnya, Jaemin enggak akan bisa menolaknya," ucap Jessica yang menatap lurus ke depan.

"Jaemin bahkan pernah menangis tanpa berhenti, hanya karena keputusan kakek dan mendiang neneknya saat kecil," kata Jessica yang mulai menceritakan mengenai keluarga Jaemin.

"Kakek dan mendiang neneknya sangatlah keras. Semua cucunya harus menjadi dokter, tanpa terkecuali. Dokter spesialis pun sudah ditentukan sejak mereka menginjak bangku sekolah dasar," lanjutnya.

"Namun, dari sekian cucu-cucu mereka. Hanya Jaemin yang selalu menjadi prioritas mereka. Karena dia adalah cucu dari anak pertama mereka. Jaemin harus bisa menguasai beberapa bahasa asing, menguasai semua nama-nama ilmiah kedokteran dan bahkan, dia sudah diajari operasi oleh kakeknya ketika berumur 13 tahun."

"O-operasi? Dia mengoperasi orang di bawah umur?" tanya Rosé.

"Bukan orang, tetapi hewan yang menjadi uji cobanya. Sungguh kakeknya itu benar-benar terlalu terobsesi dengan masa depan Jaemin," ucap Jessica.

Wajah Rosé tampak murung. Ia sama sekali tidak menyangka, masa kecil Jaemin hanya diisi semua hal tentang dokter, dokter dan dokter.

"Rosé," panggil Jessica. "Tante mohon. Apapun yang terjadi, kamu harus ada di sisi Jaemin. Sekalipun keluarga besar melarang," pinta Jessica.

"Kebahagian Jaemin adalah prioritas utama kedua orang tuanya. Mereka pasti akan menyukaimu. Tetapi, tidak untuk keluarga besarnya," katanya kemudian yang membuat Rosé sedikit tersentak.

"Apa karena aku bukan anak kedokteran?" tanya Rosé kemudian yang diangguki oleh Jessica.

"Kamu enggak usah takut. Selama orang tua Jaemin suka sama kamu, mereka pasti akan membelamu juga. Ingat pesan Tante, kebahagiaan Jaemin adalah prioritas mereka berdua."

Rosé sedikit menunduk. "Kalau nyatanya mereka enggak suka sama aku, bagaimana?"

Jessica menggeleng. "Mereka pasti suka. Apapun yang menjadi kebahagiaan Jaemin, akan menjadi kebahagiaan mereka juga. Percaya sama Tante," kata Jessica meyakinkan Rosé.

Suara dering ponsel terdengar. Terlihat kontak nama Jaemin tertera di layar ponsel Rosé dan membuat Jessica tersenyum. "Sepertinya kita terlalu banyak mengobrol dan membuat anak itu berpikir Tantenya ini sedang mendokterin kamu yang enggak-enggak. Sebaiknya kita fitting sekarang."

***

14 September 2020

Aku & Kamu (Jaemin Rosé) - Book 2 ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang