6. Perbincangan

960 137 39
                                    


"Roseanne. Kamu tunggu di sini sebentar."

Tanpa menunggu jawaban dari Rosé, Jaemin segera keluar dari mobil. Berlari memutari mobil hanya untuk ke sisi lainnya. Meninggalkan Rosé dengan berbagai pertanyaan. Namun, saat mengetahui ke mana Jaemin pergi, Rosé hanya menggelengkan kepalanya.

Pintu terbuka. Menampilkan sosok Jaemin yang membukakan pintu mobil untuk Rosé.

"Silakan keluar, Roseanne."

"Kamu ngapain sampai begini? Aku kan bisa keluar sendiri, Jaem."

Jaemin menggeleng. "Aku harus menunjukkan kesan yang romantis saat kencan pertamaku. Mamaku cerita, kalau dulu saat kencan pertama Papa ngelakuin ini."

Rosé tertawa gemas melihat Jaemin yang sangat awam dengan hal seperti ini. Ia ingat, kalau Jaemin sama sekali belum pernah melakukan kencan atau menjalin suatu hubungan.

"Lain kali pakai caramu sendiri, ya, Jaem. Biar aku tahu cara seorang Na Jaemin selama kencan pertama itu seperti apa," kata Rosé dengan senyumnya.

"Aku bukannya tidak suka. Aku hanya hanya ingin kamu usaha sendiri untuk meyakinkanku. Katanya mau memanjaat tembok yang aku bangun," lanjur Rosé dengan senyumnya.

Jaemin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sungguh, ia benar-bebar merasa malu jadinya.

"Tentu," balas Jaemin.

"Aku akan melakukan dengan caraku sendiri. Tanpa mengikuti cara Papaku atau si Kucing Garong Jeno." lanjut Jaemin dengan senyumnya. 

"Jadi, sudah siap untuk makan malam sekarang, Roseanne?" tanya Jaemin mengulurkan tangannya.

Rosé tersenyum dan menerima uluran tangan Jaemin. Namun, kemudian Rosé melepaskan genggaman tangannya dan membuat Jaemin bingung.

"Kita bukan sedang menyeberang, Jaemin."

Rosé mengalungkan tangannya pada lengan Jaemin. "Aku lebih suka seperti ini saat makan malam."

"Akan aku catat baik-baik. Roseanne lebih suka seperti ini saat makan malam. Berarti, kalau kita ke sebuah pesta begini, ya?"

Rosé mengangguk. Mencubit gemas pipi Jaemin, karena pertanyaan polosnya. "Gebetan siapa, sih, polos banget?"

"Roseanne Park, dong. Emang ada yang lain?"

Rosé menggeleng. Menyandarkan kepalanya pada bahu Jaemin. Posisi seperti ini membuatnya rindu saat-saat di Bali bersama Jaemin.

Bahu Jaemin adalah tempat ternyaman untuk kepalanya bersandar. Bahkan, saat berada di pantai Kute, Rosé bisa dengan mudah tertidur hanya dengan bersandar pada bahu laki-laki itu, seperti bukan untuk yang pertama kali, pikirnya.

Sesampainya di dalam GD Republique, Jaemin dan Rosé di antar oleh pramusaji menuju meja yang telah direservasi. Tidak perlu waktu lama, keduanya telah memesan menu kepada pramusaji yang mengantar mereka.

"Jaemin. Mau pakai kartu diskon keluargaku, enggak?"

"Kartu diskon?"

"Keluargaku adalah member restoran GD Republique. Om Jiyong, pemilik restoran ini adalah sahabat Papaku," jelas Rosé.

"Kalau kamu mau, aku bisa meminjamkannya," tawar Rosé lagi.

Jaemin tertawa kecil. Membuat Rosé bingung melihatnya yang tertawa seperti itu.

"Kamu tahu, Roseanne. Ternyata memang benar kata orang, kalau dunia itu sangat sempit."

"Hah? Maksud kamu?"

"Mamaku juga sahabat Om Jiyong."

"Benarkah?" tanya Rosé yang dijawab anggukan oleh Jaemin.

"Dan fakta lainnya adalah, Mamaku itu mantan pacarnya Om Jiyong. Hebat, bukan?"

Kedua mata Rosé terbuka dengan sempurna. Apa? Om Jiyong? Om kesayangan gue, mantan Mamanya Jaemin?

"Serius?" tanya Rosé yang langsung dijawab oleh Jaemin dengan sebuah anggukan.

"Terus? Bagaimana mereka bisa menjadi sahabat? Apa mereka bersahabat sebelum pacaran?" tanya Rosé yang penasaran.

Jaemkn menggeleng. "Mama cerita, kalau setelah putus hubungannya dengan Om Jiyong itu baik-baik aja waktu masih kuliah. Berteman selayaknya tidak terjadi apa-apa dan berakhir dengan menjadi sahabat satu sama lain."

Rosé menangkup kedua pipinya. "Aku iri sekali dengan Om Jiyong dan Mamamu, Jaem. Pasti menyenangkan ketika putus dan masih bisa berkomunikasi layaknya teman," kata Rosé lesu.

Jaemin tersenyum. "Kalau kata Papaku, itu rasanya enggak enak. Papaku untuk paling cemburu sama Om Jiyong, katanya perhatian Mama bisa berubah seratus delapan puluh derajat, kalau sudah menyangkut Om Jiyong."

"Walaupun keduanya bersahabat, dasarnya mereka adalah mantan kekasih. Dan Papaku berpikir seperti itu."

Rosé mengangguk. "Pikiran Papamu memang enggak salah, Jaem. Berarti dia benar-benar mencintai Mamamu. Aku jadi ingin mempunyai suami yang mencintaiku apa adanya."

"Semoga kita bisa sampai ke jenjang selanjutnya, ya, Roseanne."

Jaemin tersenyum setelah mengatakan itu. Namun, dengan cepat ia meminta maaf, karena lancang mengatakannya. Jaemin hanya tidak ingin membuat suasana menjadi tidak nyaman.

"Coba katakan sekali lagi," kata Rosé yang sudah memusatkan perhatiannya kepada Jaemin.

"Maaf," ucap Jaemin mengulang kata maafnya.

"Bukan yang itu. Tetapi, kalimat sebelumnya. Aku ingin mendengarnya lagi."

Jaemin terdiam. Tersenyum malu mengingat perkataannya yang spontak itu.

"Memangnya kamu enggak keberatakan, kalau aku mengatakan hal yang serius seperti tadi?" tanya Jaemin.

Rosé tersenyum. "Apakah ada wanita yang tidak ingin mendapatkan kepastian dari seseorang laki-laki?"

Jaemin menggeleng. "Enggak ada."

"Nah itu tahu."

"Aku menyukai laki-laki yang serius kepadaku, Jaem. Terlebih lagi, laki-laki itu benar-benar serius ingin bersamaku di masa depan nanti."

Jaemin tersenyum. "Dan aku sangat serius denganmu, Roseanne."

"Aku ingin kamu menjadi sosok perempuan satu-satunya untuk masa depanku nanti. Bukan hanya menjadi pacar pertama dan terakhir, tetapi menjadi pendampingku kelak."

"Jadi, jangan membuatku mundur untuk memanjat tembok yang kamu buat, Roseanne."

Rosé tersenyum. "Tentu. Aku akan melihat perjuanganmu seperti apa, Jaemin."


***

June 20th, 2020

Aku & Kamu (Jaemin Rosé) - Book 2 ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang