Rosé menatap malas ke arah ketiga sahabatnya yang kini tengah menatapnya dengan tatapan seakan tengah mengejeknya. Paham ... Rosè terlebih sangat paham ke mana arti dari pandangan itu. Tidak jauh-jauh dari ....
"Cie ... Rosé ... cie ... yang mau makan sama calon mertua."
Exactly! Benar bukan? Dugaan Rosé tidak akan pernah meleset dari ketiga sahabatnya. Itu. Seruan Jennie yang tengah menggodanya adalah jawaban dari tiga pasang mata itu.
"Gila! Gue sampai enggak percaya. Hubungan tanpa status aja bisa diajak makan malam sama Mamanya Jaemin! Enggak percaya gue!" Jisoo berseru tidak kalah heboh dari Jennie.
"Iri aku tuh! Jadi, pengen punya mertua calon dokter juga," goda Lisa yang menyenggol lengan Rosé dan membuat gadis itu semakin merengut dengan kesal.
Salah besar! Ya. Rosé salah besar meminta saran kepada ketiga sahabatnya yang pasti akan menggodanya di akhir. Iya. Seperti sekarang ini.
Rosé mendengus, mengingat bagaimana dulu dirinua juga seperti ini saat ketiga temannya tengah masa-masa pedekate dan berakhir menjalin hubungan dengan pacar masing-masing; kecuali Jeno dan Jennie tentunya yang berbeda konsep.
"Kalian apaan, sih!" kesal Rosé yang membalas menyenggol bahu Lisa. Bukan kesal yang Rosé rasakan, tetapi ia malu mendengarnya.
"Jaemin bilang, ini hanya makan malam biasa," katanya kemudian yang membuat sudut kanan bibir ketiga sahabatnya terangkat membentuk senyum jahil.
"Iya. Makan malam biasa, kita percaya kok." Jisop berkata dengan nada yang dibuat seakan biasa. Namun, di pendengaran Rosé itu masih terdengar menggodanya.
"Jelas makan malam biasa. Kalau udah makan malam kan jadi cepat," tambah Jennie yang membuat Rosé mengerutkan keningnya.
"Cepat apaan?!"
"Cepat dapat restulah," jawab Jisoo cepat.
"Masa cepat dapat momongan. Emangnya lo mau melendung duluan sama Jaemin?" kata Lisa dengan santai, membuat kedua mata Rosé melebar dengan sempurna.
"HEH! MULUTNYA LISA KEBIASAAN LICIN BANGET!" seru Rosé yang tidak lupa memukul pelan bibir Lisa.
"Sembarangan, kalau ngomong. Bisa dipecat jadi anak gue, kalau hamil duluan. Belum lagi keluarga Jaemin. Ya Tuhan! Bisa-bisa gue dimusuhin satu keluarga besar Na."
Rosé meletakkan kepalanya di atas meja. "Berasa banget kelihatannya. Beda keluarga terhormat sama keluarga biasa kayak gue."
Jennie, Lisa dan Jisoo memutar mata mereka dengan malas. Keluarga biasa? Halah!
"Keluarga biasa, ya? Kakeknya hakim negara. Bapaknya pengacara kondang yang punya firma hukum sendiri. Mamanya mantan jaksa terkenal di masanya. Biasa banget, ya?" kata Jennie mengabsen keluarga Rosé yang tersohor di dunia hukum.
"Tahu, tuh! Suka lupa ngaca apa gimana? Perlu kita beli kaca lagi?" sindir Jisoo.
"Lebih biasa gue dong. Bapak gue punya restoran Thailand di beberapa negara, tuh." Lisa menggerakkan tangannya seakan tengah mengipas wajahnya.
Rosé mendengus. Mulai, deh. Mulai! Mulai sesi meyombongkan diri masing-masing dengan merendah.
Mata Rosé memicing tajam. "Yang dua enggak sekalian sombong dengan cara merendah?" tanya Rosé yang diacukam oleh keduanya. "Mumpung gue baik kasih kalian waktu dan tempat. Kalau enggak, biar gue wakilin."
Rosé menunjuk ke arah Jennie. "Ayahnya punya perusahaan majalah terkenal. Belum lagi, Ibunya punya butik terkenal."
Telunjuknya kini terarah kepada Jisoo. "Yang ini, keluarganya punya stasiun televisi terbesar. Biasa banget, ya? Kadang heran gue sama kalian." Kini gantian Rosé yang tersenyum mengejek ke arah ketiganya.
"Heran kenapa?" tanya Jennie.
"Emang ada yang salah sama kita bertiga?" tambah Jisoo yang tampak kebingungan dengan kalimat Rosé terakhir.
"Tahu, nih. Kadang suka enggak jelas Mawar satu ini." kata Lisa yang membuat Jennie dan Jisoo mengangguk kompak.
Rosé mendengus. "Kalian ini ngambil jurusan yang beda banget sama bisnis yang orang tua kalian kelola! Ah. Kenapa gue jadi kesal sendiri."
Jennie mengangguk mengerti. "Gue ngambil hukum, biar bisa jadi pengacara di keluarga gue."
"Kalau gue, ngambil jurusan ekonomi soalnya mudah. Lagian, stasiun televisi yang bakal kelola juga Kakak gue," balas Jisoo.
Lisa tersenyum saat ketiga sahabatnya memandang ke arahnya. Pandangan yang menunggu jawabannya mengenai jurusan yang diambilnya. "Gue ngambil manajemen. Soalnya ... ah. Rahasia, dong! Jangan banyak tanya lo, Rosé. Pengacara belum jadi, udah tanya sana tanya sini."
"Anji--"
"Roseanne!"
Jaemin berlari menuju meja Rosè berada. "Ikut aku, yuk!"
"HAH? Ke mana?"
"Senang-senang," jawab Jaemin yang buat Rosé tampak bingung. Memang dirinya sudah tidak ada jadwal. Tapi, Jaemin? Bukankah dia ada jadwal kuliah sampai sore?
"Kamu bukannya ada jadwal sampai sore?" tanya Rosè yang membuat Jaemin masih tersemyum ke arahnya.
"Dosen Oh tidak masuk hari ini. Jadi, aku bisa pulang cepat. Dan, aku berniat mengajakmu ke suatu tempat. Pasti kamu akan suka," jawab Jaemin yang membuat Rosé sedikit bingung.
"Gue pinjam Roseannenya dulu, ya? Besok gue balikin lagi ke kalian, tapi siangnya gue bawa lagi, ya?" kata Jaemin yang membuat Rosé mencubit pelan pinggangnya. "Aduh! Sakit Roseanne."
"Memangnya aku barang? Lagian kamu itu harusnya izinnya sama Papa, bukan sama tiga makhluk tidak berakhlak seperti mereka," balas Rosé yang membereskan barang-barang miliknya dan mengabaikan tatapan kesal dari ketiganya.
"Bawa aja dia! Hush! Hush!" usir Lisa.
"Yang jauh juga enggak apa-apa. Sampai pendeta gue lebih ikhlas kok!" tambah Jisoo.
"Eh! Bentar, Jeno mana, Jaem?" tanya Jennie yang sedari tadi tidak melihat batang hidung besar tunangannya.
"Lagi berduaan sama cewek di kelas, Jen," jawab Jaemin dengan santai dan membuat Jennie memukul meja keras.
"APA?! SIALAN! GUE NUNGGU DI SINI, TERUS DIA ENAK SELINGKUH?! BELUM PERNAH GUE JEDOTIN ITU HIDUNG KE PINTU KACA KAYAK SQUIDWARD?!" teriak Jennie yang menjadi perhatian seisi kantin.
"Ngerjain tugas kelompok," tambah Jaemin. "Baru gue bilang berduaan sama cewek udah ngamuk kayak gitu," katanya kemudian.
"Udah. Sana lo samperin, Jen. Lo tahukan pepatah orang ketiga itu setan," tambah Jaemin yang kemudian merasakan sebuah cubitan dipinggangnya lagi.
"Udah. Jangan godain kucing liar, nanti ngamuk susah nenanginnya," kata Rosè yang sudah menarik Jaemin menjauh. "Gue duluan, ya."
Dan sedetik kepergian Rosè, Jennie sudah berlari dengan tas miliknya menuju fakultas kedokteran. Sedangkan Jisoo dan Lisa hanya menggelengkan kepalanya.
Di lain sisi, Rosè kembali mencubit pinggang Jaemin. "Kamu ini, ngapain ngerjain Jennie kayak gitu?"
"Aduh! Roseanne, kamu suka banget nyubitin pinggang aku. Perih banget lagi cubitan kamu," kata Jaemin yang mengusap bekas cubitan Rosé.
"Lagian kamu kayak kurang kerjaan," ujar Rosé.
"Aku kan cuman sedikit balas dendam. Mereka kam udah ngerjain kita di Bali dengan buat kita satu kamar," ucap Jaemin yang membuat Rosé mengangguk.
"Tapi, kalau bukan karena mereka. Kita enggak bisa sedekat ini, Jaemin," balas Rosé.
"Iya juga, ya. Ya sudah. Enggak apa-apa, sekali-kali kedua kucing itu harus dikerjain."
Jaemin meraih tangan Rosé dan menggenggamnya. "Pokoknya kamu enggak akan menyesal setelah ini."
***
August 7th, 2020
![](https://img.wattpad.com/cover/229349620-288-k185248.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku & Kamu (Jaemin Rosé) - Book 2 ✅
Fiksi PenggemarAku & Kamu Book 2: Pendekatan Sepulang dari liburan di Bali, Jaemin mendapatkan lampu hijau untuk lebih dekat dengan Rose. Meyakinkan Rose mengenai perasaannya. Namun, siapa sangka bila Jaemin harus bertemu Park Yongbae, ayah Rose di hari pertama me...