YF 1

15.6K 764 20
                                    

Cerita ini hanya fiksi belaka, para pembaca diharap untuk tidak terbawa perasaan terlalu dalam dan membawa-bawa isi cerita sampai ke dunia nyata.

Cerita ini udah lama menjamur di draf, mumpung ada waktu luang, jadi kupublish sekarang. Semoga kalian suka ~

Orang-orang sering mengatakan kalau usia dewasa laki-laki siap menikah adalah ketika menginjak usia berkepala tiga.

Seperti sekarang, pria bernama lengkap Jeffrey Martin ini sudah sudah genap berusia 29 tahun, tetapi masih saja belum memiliki ancang-ancang menikah.

Bukan, bukannya Jeffrey terlalu pemilih dan sombong ketika didekati wanita, tetapi karena dia sedang patah hati sekarang.

Dua hari yang lalu, dia baru saja diputuskan oleh Joanna.

Wanita yang telah dipacarinya kurang lebih selama satu tahun itu mendadak minta berpisah hanya karena masalah sepele.

Yah, anggap saja sepele, karena menurut Jeffrey memang begitu.

"Jeff, ini malam minggu. Tumben sekali kamu di rumah, biasanya di tempat Joanna. Jangan-jangan, kalian bertengkar, ya?"

Tuduh Jessica ketika menatap wajah murung putranya, kedua dimple yang diturun oleh suaminya diam-diam menyembul karena si pemilik merenggut kesal.

"Mama telepon Joanna, ya? Mama bilang ingin bertemu dengannya sekarang, supaya kamu bisa memiliki alasan untuk mengajaknya malam mingguan seperti biasa."

Tawar Jessica sembari menaik turunkan alisnya, seolah tengah menggoda anaknya.

"Terserah Mama, kalau dia mau. Itu berarti Mama hebat."

Putus Jeffrey sembari memindah saluran televisi seenaknya, karena sedang mencari siaran yang dapat menyita atensinya agar dapat melupakan Joanna-

walaupun hanya sejenak.

"Halo? Joanna, kamu sedang apa? Sudah lama kamu tidak datang. Ayo bantu Mama membuat nastar. Mama minta Jeffrey jemput kamu sekarang, ya?"

Degup jantung Jeffrey bergemuruh sekarang, karena diam-diam dia ikut menyimak acara negoisasi Jessica dengan Joanna.

Mama maaf, Joanna tidak bisa datang sekarang. Mungkin kapan-kapan. Joanna sedang dalam perjalanan ke acara ulang tahun rekan kerja.

"Oh. Yasudah, hati-hati, ya? Nanti minta jemput Jeffrey saja kalau pulang kemalaman. Perempuan tidak baik pulang sendirian di tengah malam. Bahaya!"

Joanna ada teman yang searah, Ma. Jeffrey pulang ya, Ma?

"Oh, yasudah kalau begitu. Iya, dia pulang. Kalian bertengkar, ya? Jeffrey terlihat murung sekarang."

"Mama!"

Protes Jeffery sembari berjalan mendekati Jessica guna mengambil alih ponsel dan mematikan loud speaker-nya.

"Dimana? Dimana pesta ulang tahun rekan kerjamu sekarang?"

Bukan urusanmu. Besok aku akan datang ke rumah. Aku akan berbicara pada Ma-

maksudku pada Tante Jessica kalau hubungan kita sudah berakhir. Jadi tolong jangan buat ini semakin rumit, aku tutup.

Joanna sedang berada di kelab sekarang, karena hari ini adalah hari ulang tahun Irene, salah satu atasannya yang terkenal kejam dan suka sekali memberi tugas tanpa kira-kira.

"Ini kali pertamamu mendatangi kelab, kan?"

Tanya Yeri sembari menyikut pinggang Joanna dengan sikunya.

Joanna mengangguk ragu, dalam hati dia malu karena tidak terbiasa dengan kehidupan yang memang seharusnya sudah dia selami sejak dulu.

Setelah acara tiup lilin dan pemotongan kue selesai, Joanna bergegas menuju kamar mandi, karena merasa mual sekali.

"Kamu hamil? Gak mungkin, kan? Ke kelab saja baru sekali. Gaya pacaranmu, tidak sejauh itu, kan?"

Joanna menatap Yeri horror, atau lebih tepatnya tidak terima dengan tuduhan yang disematkan pada dirinya saat ini.

Boro-boro hamil, ciuman bibir saja tidak pernah dengan Jeffrey.

Hanya dengan Jeffrey, kalau dengan mantan-mantannya yang lain, jelas pernah sekali.

Batin Joanna.

"Anggap saja tidak. Kamu harus pulang, sepertinya kamu memang sedang tidak fit sekarang."

Joanna mengangguk singkat, dress hitam berlengan sabrina yang dipakainya sedikit dinaikkan karena tidak mau belahan dadanya terlihat dan menjadi santapan para mata liar di luar.

Jeffrey itu dingin, hambar dan tidak suka meng-ekspresikan perasaan.

Bukan salahku, kan? Kalau meminta putus karena alasan di atas?

Karena selain harus dilandasi rasa percaya yang kuat, suatu hubungan juga harus memiliki jalur komunikasi secara dua arah yang seimbang.

Jika hanya didominasi oleh satu arah saja, apa tidak akan menimbulkan masalah di masa depan?

Tatapan Joanna lurus kedepan, menatap pria tampan berlesung pipi yang sedang berbicara dengan 2 penjaga pintu kelab.

15092020

YOUR FEELINGS [ COMPLETE ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang