YF 2

7.5K 618 29
                                    


Irene selaku pemilik acara sangat senang malam ini, karena melihat tunangannya datang membawa hadiah besar sekali yang ternyata berisi berbagai koleksi skincare high end langganannya selama ini.

"Terima kasih, Sayang. Stok skincare ini pasti tidak akan habis dalam jangka waktu satu tahun. Boleh aku bagi-bagikan dengan para tamu?"

"Apapun keinginanmu, Sayang."

Jawaban Suho membuat para tamu yang menyaksikan berteriak kegirangan, mereka tidak sabar menunggu antrian mendapat hibahan skincare high end dari si pemilik acara.

"Loh, Joanna dimana?"

Tanya Irene ketika manatap Yeri yang sedang menentang goodie bag sendirian, padahal biasanya dia dan Joanna selalu bersama, persis seperti perangko yang sangat sulit dilepas.

"Sudah pulang, Bu. Joanna sakit. Tadi mau berpamitan pada Ibu terlebih dahulu, tetapi tidak jadi karena Ibu terlihat sangat sibuk tadi."

"Oh, pantas saja tadi ada yang mencari. Salah satu kolegamu ya, Mas?"

Suho mengangguk singkat, membenarkan pertanyaan tunangannya.

Di tempat lain, Joanna terlihat risih ketika Jeffrey berkali-kali menatap dirinya dari kaca mobil.

"Aku tidak pernah tahu kalau kamu suka mendatangi kelab dan berpenampilan terbuka seperti ini."

Joanna tidak menanggapi komentar Jeffrey dan beralih menatap jalanan yang terlihat sangat sepi.

"Joanna, aku berbicara denganmu."

"Ya, kamu ingin jawaban apa? Tolong menyetir saja yang benar, jangan banyak biacara, kepalaku pusing sekarang."

Joanna memejamkan mata cukup lama, meresapi setiap denyutan yang menerpa kepalanya hingga menjalar  di seluruh tubuhnya.

"Kamu selalu mengatakan kalau akau kurang ekspresif dalam hubungan kita. Tetapi ketika aku mulai banyak bertanya, kamu malah memintaku jangan banyak bicara. Aku bingung, apa yang sebenarnya kamu inginkan dariku sekarang."

Suara Jeffrey terlihat tenang, tetapi tidak dengan sorot matanya yang terlihat sangat terluka.

"Itu dulu, sekarang tidak lagi. Kita sudah putus kalau kamu lupa."

Jeffrey mencengkram erat stir kemudi, karena tiba-tiba saja hatinya berdenyut sakit.

"Aku tidak pernah setuju."

"Aku memang tidak pernah meminta persetujuanmu."

Hening cukup lama, batin Jeffrey menelisik pada kejadian 2 hari yang lalu.

Ketika Joanna marah besar dan akhirnya mengatakan hal tidak masuk akal padanya.

Aku minta maaf, seharusnya aku tidak membatalkan janji tiba-tiba ketika kamu sudah berada di tempat yang telah kita janjikan. Tapi serius, Joanna. Aku benar-benar lupa dan aku sedang berada di tempat yang cukup jauh dari restoran langganan kita.

Kamu tidak melakukan itu sekali, dua kali. Tetapi berkali-kali. Menunggumu seperti orang bodoh, hingga aku diusir karena restoran akan tutup, itu sudah menjadi makanan sehari-hariku selama satu tahun ini. Jadi, berhenti bertingkah seolah-olah aku adalah yang paling jahat disini. Aku memang yang memutuskanmu, tetapi aku memiliki alasan yang cukup masuk akal. Tolong kerjasama-nya, Jeff. Aku yakin kamu tidak sesedih itu ketika aku mengatakan ini.

Jeffrey ingin menyuarakan isi hatinya, mengatakan bahwa selama 2 hari ini dia gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak setelah mendengar kata putus darinya, apalagi ketika Joanna tidak menanggapi satupun pesan dan panggilan darinya.

Itu sangat menyiksa, sungguh!

Tetapi mau bagaimna lagi, Jeffrey adalah Jeffrey, pria 29 tahun yang sulit sekali menyuarakan isi hati.

Cittt... Brak...

"Cepat keluar atau saya pecahankan jendelanya!?"

Joanna terlihat geram dan berusaha membuka pintu, tetapi Jeffrey sudah terlebih dahulu turun guna menemui preman yang sudah siap melayangkan tinju.

"Mana dompetmu?"

Jeffrey melirik Joanna sebentar sebelum akhirnya mengambil dompet dari saku jeans-nya.

Brak... Brak...

Joanna membuka pintu mobil dengan kasar dan langsung melempar sepasang heels silver-nya pada tangan si preman yang baru saja akan merampas dompet pacaranya-

ralat, mantan pacar.

See you in the next chapter ~

YOUR FEELINGS [ COMPLETE ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang