11

177 29 5
                                    

Selama itu menyangkut orang-orang terdekat gue, gue gak akan tinggal diam. Lindungi mereka semua, itu udah jadi tugas dan tanggung jawab gue selama gue masih hidup.




___________________

SEBELAS
___________________

Brandon dan Juwita tiba dirumahnya. Dari luar rumah sudah terdengar suara keras yang saling bersahutan satu sama lain, merasa dirinya benar. Suara itu adalah suara Yosa dan Keanan. Jika sudah seperti ini rasanya Brandon ingin kabur dari rumah dan menyendiri, tapi Brandon memikirkan keadaan adiknya jika tak ada dia.

"Ban—"

Brandon menatap Juwita memotong ucapan adiknya itu. "Jangan pernah menyerah sama keadaan, dek. Sekarang kita masuk, gue gak mau ada kejadian yang gak pernah gue duga."

Juwita menghembuskan napasnya frustasi. Gadis itu sangat jengah. Tidak pernah mendapatkan kedamaian membuat Juwita malas berdiam di rumah. Kalau bukan karena Brandon yang menguatkannya, sudah di pastikan Juwita akan meninggalkan rumah.

"Gue malas bang. Malas banget. Gak ada yang mau mengalah, sama-sama keras kepala. Mereka gak perduliin kita, apa? Egois!"

"Dek, gak ada yang mau di posisi kayak gini. Bahkan mama dan papa juga pasti gak mau. Ini cobaan untuk kita, suatu saat mama dan papa pasti bakal baikan. Keluarga kita bisa harmonis kayak orang-orang," kata Brandon menenangkan sang adik.

"Yakin? Setiap keduanya ada di rumah pasti ribut..., Terus! Bosan gue dengarnya! Ngomong cerailah! Gak berguna lah! Uang lah! Seharusnya kita bersyukur sama apa yang kita punya, kehidupan kita udah cukup, bahkan lebih dari cukup. Percuma rumah besar, tapi gak ada kehangatan dan kedamaian di dalamnya!" balas Juwita mengeluarkan unek-unek didalam pikirannya.

"Gue ngerti. Cape itu manusiawi. Yang lo bilang kita harus bersyukur juga benar. Sekarang gini, kalau kita menyerah sama keadaan, kabur dari rumah, gimana? Apa masalah akan beres? Enggak, kan?" Brandon memberi penjelasan. "Apapun masalah kita, udah ada jalannya. Sekarang tinggal kita yang jalaninya gimana, bertahan atau menyerah. Gue tau ini gak mudah. Dek, gue yakin kita bisa."

Juwita memaksakan senyumnya. Setidaknya ada orang yang bisa menenangkannya. "Bang, makasih."

"Untuk apa? Lo adik gue, gak akan gue biarin nyerahlah! Selain lindungin lo, gue juga harus kasih lo semangat," ujar Brandon mengacak puncak rambut Juwita.

🌸🌸🌸

"Penyesalan terbesar saya adalah menikah dengan kamu!" Suara Keanan begitu menggema diruang tamu. Tampaknya keduanya sudah tersulut emosi.

"Benar apa yang ibu saya bilang dulu, seharusnya saya memang tidak menikah dengan kamu," hardik Yosa berapi-api.

Brandon dan Juwita masuk kedalam rumah. Hal ini sudah sering terjadi, jika ada Yosa dan Keanan di rumah pasti akan ada pertengkaran.

Juwita lebih memilih masuk kedalam kamarnya. Percuma berdiam di ambang pintu melihat kedua orang tuanya tidak akur. Bukannya tidak perduli, Juwita berbicarapun pasti tak akan di dengar.

Melihat kedatangan anaknya, Yosa memilih diam meninggalkan Keanan dan menghampiri Brandon.

"Sudah pulang, adik kamu mana?"

BRANDOLF [SELESAI] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang