10

123 1 0
                                    

"Eh lu ngapain sih deket-deket Evan terus? Jangan sok kecakepan deh!" ucap Via ketus pada Alana di kantin sekolah.
Alana hanya memandangnya sebentar, lalu ngeloyor pergi.
"Heh, lu takut sama gue?" Via ternyata sudah di samping Alana, takut sasarannya kabur lagi Via mencekal lengan Alana.
"Lepasin tangan gue!" bentak Alana.
"Kenapa? Takut sama gue? Friends, kayanya dia takut nih sama kita, haha...ha..ha.." Via cs menertawakan Alana.
Plak... Wah ngecap merah tuh!
"Gue gak pernah cari ribut sama lu. Tapi lu yang mulai duluan, kalau pun gue deket sama Evan itu gada urusannya sama lu. Jelas?!!" Alana meninggalkan Via cs.
"Sialan!" Via memegang pipi kanannya yang ditampar oleh Alana. Jelas malu banget, apalagi jam istirahat belum selesai. "Liat aja ntar, Evan pasti bisa gue rebut," cetus Via lagi.
Evan yang melihatnya dari kejauhan hanya tersenyum. Cowok cool itu berjalan menuju kelasnya untuk menemui Alana.
"Hebat juga lu, gak takut sama dia." Evan menghampiri Alana.
"Ngapain ku ke sini?"
"Ini kan kelas gue, masa gue gak boleh masuk sih?"
"Temenin tuh cewek lu, ntar dia nangis bombay lagi." sindir Alana.
"Emang kenapa? Lu cemburu?"
"Gak salah denger nih gue?"
"Ngaku aja deh!"
"Jangan sampe tangan gue mampir ke muka lu ye, gue lagi gak mood tau!"
"Ok.. Ok.. Sabar dong, baby!" Evan lalu meninggalkan Alana.
"Lu emang cowok aneh!" Alana geleng-geleng kepala.

***

Ting tong... Ting tong...

"Tunggu sebentar!" Bibi tergopoh-gopoh membuka pintu. "Selamat siang, mau cari siapa toh?"
"Rita nya ada?" tanya pria yang berdiri di depan pintu.
"Non Rita?"
"Iya."
"Ada di kamarnya, Bibi panggil dulu ya."
"Oh iya, terima kasih."
Si Bibi meninggalkan tamu yang masih berdiri di depan pintu, tanpa mempersilahkan masuk.
"Non Ritanya tidak mau ketemu siapa-siapa Mas!"
"Begitu ya, Saya mau bertemu langsung! Ada urusan penting Bi!"
"Bagaimana ya? Bibi takut Non Ritanya marah."
"Kalau maraj, saya yang tanggungjawab deh Bi. Oh iya, saya Indra."
"Nanti Mas Indra yang tanggungjawab ya?"
Indra mengganggung dan masuk mengikuti si Bibi.

Tok.. Tok.. Tok..

Terdengar suara dari dalam, "Rita gamau ketemu siapa-siapa! Suruh pulang aja Bi!"
Indra membuka pintu yang tidak dikunci, "ketemu gue juga gak mau?"
"Indra? Sorry ya gue gak enak badan, jadi..." Rita berbohong.
"Ta, lu gausah bohong sama gue! Sebenernya lu kenapa?"
"Nggak, gue cuma lagi kurang sehat."
"Siapa aja yang tau masalah ini?" tembak Indra langsung.
"Maksud lu?" Rita gugup dan bingung.
"Lu sakit dan gue udah tau semua!"
"Lu.. Lu, tau dari mana?"
"Lu lupa kalo bokap gue salah satu direksi di rumah sakit itu?"
"...." Rita terdiam.
"Pas nyokap lu ke sana, kebetulan gue lagi di sana. Gue liat nyokap lu nangis, kalau lu mau tau juga dokter yang selama ini nanganin lu adalah tante gue. Maaf kalu gue terlalu banyak tau dan ikut campur." jelas Indra.
"Gue gak nyangka, kalau gue harus kaya gini." Rita mulai menangis.
"Sampai kapan lu mau terus kaya gini? Kenapa harus sia-siain hidup lu?"
"Apa yang bisa gue harapin hah? Gue takuuuut...."
"Kenapa harus kaya gitu? Lu gamau nunjukin ke orang-orang kalo lu kuat menghadapi penyakit lu?"
"Lu gak diposisi gue, Dra. Lu gatau gimana perasaan gue dan lu gak pernah tau gimana kalo saat penyakit itu dateng! Hidup gue udah gada artinya lagi!"
"Lu salah kalau ngomong gitu! Masih banyak orang yang menyayangi lu apa adanya!"
"Apa mereka bisa bikin gue sembuh? Apa lu tau rasanya menunggu kematian?"
"Lu selalu berfikir yang nggak-nggak! Gimana mau bisa lawan penyakit lu?!"
"Apa kalau gue lawan, gue gak akan mati?"
"Gimana lu tahu kalau lu aja gamau coba! Lu itu pengecut! Sangat pengecut! Lu menyerah sebelum melawan penyakit sialan itu! Lu terlalu naif!" Indra berdiri dengan muka kesal, "sorry kalau gue udah ganggu lu!"
Dia membanting pintu dan meninggalkan Rita dengan tangisannya.
Sekarang ucapan Indra terngiang-ngiang dalam pikiran Rita, 'lu pengecut..!! Terlalu pengecut!!!'

****
Sepertinya banyak typo berhamburan😅

Tolong Cintai AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang