|CHAP 4.2: Dark

48 10 0
                                    

.

.

.

Bunyi pelan itu berefek bagai alarm bencana bagi keduanya. Zeta sebagai empu pemilik benda pipih itu lekas menancapkan atensi kepada layar yang kini tak sepenuhnya hitam berkat kemunculan sebuah notifikasi pesan di tengahnya.

Epss : Cepat! (10.48 PM)

Disaat yang sama, ponselnya kembali berdering guna menampilkan pesan lainnya.

Nebula as Fucking Mother : Jangan sampai ada yang terlewat (10.49 PM)

Seolah tak ingin kelewatan, sebuah kontak juga ikut memamerkan namanya.

Delta of Shitty : Silahkan merusuh. Tapi jangan sampai satu gedung (10.49 PM)

Delta of Shitty : Jika tidak akan kupatahkan tombak pamungkasmu :')) (10.49 PM)

Zeta mendengus setelah membaca pesan terakhir yang ia nilai tak bermoral itu. Sebuah inisiatif--atau memang betulan--muncul. Ia berdiri dengan sigap di hadapan Shota, kemudian menaruh secarik kertas di meja. "Ingin pulang?" tanya Shota, mengkerutkan salah satu alis.

Ingin rasanya ia mencekik leher Shota sampai putus, kalau saja kedua tangannya tak sibuk menutupi area selangkangannya. "PIPIS!"

Tak tahu harus merespon bagaimana, Shota bangkit dari posisinya lalu berjalan memandunya menuju toilet. Zeta bergegas masuk ke kamar mandi, ia membuka tutup toilet dengan tergesa-gesa, entah sengaja atau tidak menciptakan suara bising yang disebabkan olehnya.

"Bodoh!" Shota berseru.

"Diam." Zeta mendesah lega begitu isi kantong kemihnya berangsur keluar, "Jangan pergi, tetap pada posisimu. Atau akan kuhancurkan dap—"

"Diam, atau akan kubuang semua skincaremu."

"Hey!"

Tertawa dengan keras, "Bilang saja kau takut gelap, dasar banci."

Pancaran sinar rembulan yang menyala terang seolah membutakan dirinya. Shota berjalan menuju balkon, ia kembali termenung menghadap pada semesta. Teringat dengan sebuah mitologi yang kerap diceritakan oleh Kenta, Orion, tiga buah bintang sejajar yang cukup terang. Alnitak, Alnilam dan Mintaka. Yang mana ketiganya membentuk Sabuk sang Pemburu Perkasa, dengan Nebula sang induk.

Jika memang benar adanya Tuhan, Shota ingin sekali. Ia berharap jika Tuhan memperlihatkan ciptaan yang maha indahnya itu. Juga bolehkah ia berharap untuk dipertemukan kembali dengan sahabatnya, Kenta? Walau hanya sekejap mata, ia sangat berharap.

Dalam sepersekian detik, semesta dengan berbaik hati mengabulkannya.

Ya, benar. Lantas terkabul begitu saat Zeta datang menghampirinnya, tentu tidak seorang diri. Sama halnya dengan Alnitak, ia membawa kedua saudaranya. Bahkan sebuah sunggingan sedikit terlukis pada sudut bibir orang yang berkuasa di balik layar.

Shota terkepung, tak ada jalan lain. Kecuali dengan berlari menerobos ketiga Orion, namun karena sebuah gertakan keras yang mengguncangkan akalnya, Shota justru berjalan mundur ke arah balkon. Yeah, bahkan ia terlalu bodoh. Tak memperhatikan langkah hingga tersandung kaki sendiri. Membuatnya jatuh begitu saja melewati besi penyangga balkon yang hanya setinggi lutut.

Ck ck ck...

Sangat disayangkan, mangsa kedua tumbang dalam sekejap.

"Aku menyesal telah datang ke sini, dia bahkan terlalu bodoh untuk dibunuh."

Seolah menyetujui ungkapan tersebut, "Yeah, sayang sekali kita malah datang untuk menolongnya. Seharusnya biarkan saja dia terkena kencing batu."

"Hei, aku dengar!"

Dan begitulah. Hari ini, minggu ini, berjalan dengan lancar jaya tanpa hambatan bagi Orion—sebut saja begitu. Seolah mereka hanya berniat memamerkan nama pada awak media.

Namun, perlu diingatkan lagi, bagaimana pun kematian Shimizu Shota hari ini adalah ulah tangan mereka.

'... Bukan kah deklarasi perang telah ditetapkan?'[]

─┅┅┄┄*ೃ:.✧˚

-|ʀᴀᴋᴛᴀ✶ˊˎ-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang