|CHAP 2.1: Dark

64 15 8
                                    

■turn on dark mode⊹ ˚
_________________________________


Matahari kembali pada peraduannya, menyisakan bintang-bintang yang kembali menghiasi langit malam. Pemandangan yang selalu berhasil menarik ribuan mata dibawahnya untuk menengadah, mereflesikan otot bola mata yang sudah lelah melihat keriuhan siang hari. Begitulah bagi sebagaian orang, langit malam adalah pelarut penat terbaik.

Kenta berjalan menyusuri anak tangga di sebuah bangunan, ia berjalan ke luar. Jam menunjukkan lewat pukul sebelas malam, hampir tengah malam. Entah apa yang dilakukannya, membeli sesuatu mungkin.

Sembari menyusuri jalanan sepi Tokyo, Kenta sesekali bersenandung sekenanya. Apapun itu yang jelas bisa menemani "Jalan-jalan" malamnya.

Sebuah mini market menjadi tempat singgah sementara. Membeli camilan atau minuman yang serasa cukup bagus untuk saat ini. Setelah ia beres memilah-milih belanjaan, serta membayarnya, Kenta kembali melanjutkan jalan.

Sesaat sebelum langkahnya meninggalkan mini market, dering telponnya berbunyi. Menampilkan nama Takahiro yang tertulis di sana.

"Moshi-moshi, Taka? Ada apa?"

"Eh, ano, apa aku menggangu?"

"Tidak sama sekali. Kebetulan aku sedang di luar, jalan-jalan malam saja."

"Kau tak takut pergi malam sendirian? Lagipula ini hampir tengah malam, Kenta-san?"

"Daijobu, hanya di sekitar rumahku. Lagipula tak ada yang perlu ditakuti oleh lelaki sejati," Kenta tertawa, begitupun orang di seberang telponnya.

Ia menelpon sambil terus menyusuri jalan yang sepi oleh larutnya gulita. Sang vocalist band WANIMA itu tak tahu kalau ada seseorang yang mengikutinya secara diam-diam.

Sedetik kemudian sebuah balok kayu menghantam dirinya dari belakang, rasa sakit yang teramat sangat menyerang bagian belakang kepalanya. Saking sakitnya ia sampai jatuh tersungkur ke depan. Wajahnya membentur permukaan jalanan yang kasar, hingga hidungnya patah.

"Kenta-san? Kau tak ap--"

Telpon dimatikan sepihak. Setelahnya Taka hanya dapat mendengar nada dering sambungan yang terputus.

Sial! Dengan bunyi hantaman sekencang tadi, siapa yang tak kaget. Jelas, Taka sebagai sang lawan bicara di telpon sama kaget dan linglungnya. Apa Kenta baru menabrak tiang listrik? Atau tiang lampu jalanan? Begitulah isi fikirannya.

Sementara itu, lelaki bersurai gondrong nan ikal itu tengah berusaha bangkit melawan pening dan perihnya leher bagian belakang. Bak ditusuk seribu jarum, Kenta merasakan kepalanya yang berdenyut bukan main.

Pandangannya kabur. Dengan sisa tenaga Kenta mulai bergerak bangkit untuk mengetahui pelaku dan melakukan perlawanan. Tapi yang ia dapati hanyalah pukulan kedua yang jauh lebih keras dari sebelumnya.

Tepat di tengkuk.

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

Taka berbaring di ranjang empuknya, memijat pelepis yang terasa sedikit pening. Ia menatap langit-langit kamarnya dengan secercah kerisauan. Namun buyar seketika, kala gawainya berdering, ada pesan masuk dari Kenta.

'Maaf Taka. sambungan telponnya terputus, aku terlalu serius saat berbicara denganmu sampai tidak sadar ada tiang lampu yang kutabrak.'

'Astaga, kau ceroboh sekali Kenta-san. Bagaimana kondisimu sekarang?'

'Sakit sekali hingga isi otakku ingin keluar. Tapi ya, lupakan saja.'

[Send location]

'Besok siang temui aku di alamat itu.
Ajak Shota atau siapapun, terserah kau.'

'Baiklah, kita bicarakan saja besok.'

'Hati-hati, Kenta-san.
Jangan menunduk terus.'

.

.

.

-|ʀᴀᴋᴛᴀ✶ˊˎ-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang