Satrio 'Pergi' 1

8 2 0
                                    

Langit sudah gelap, saatnya bulan menggantikan peran matahari untuk menerangi setiap sudut bumi. Sepi, tidak ada satupun bintang yang ikut menghiasi. Bukankah hidup tak selamanya akan bersama? Ada kalanya kita harus berani untuk sendiri, menghadapi segala situasi yang kadang menyerang diri.

Argio menghela nafas, ia duduk di kursi depan kost sendiri tanpa ditemani penghuni kamar kost tersebut, Afan. matanya yang sedari tadi menatap langit kini menunduk, memejamkan mata untuk mengusir khayalan-khayalan buruk yang terngiang di kepalanya. Saat sedang sendirian Argio kerap kali memikirkan hal-hal yang membuatnya khawatir.

Bagaimana jika nanti ada seseorang yang meninggalkannya? Bagaimana jika ia yang meninggalkan seseorang tersebut?

"lagi baca mantra?"

Saat sedang sibuk mengusir pikiran buruknya, terdengar suara Afan yang membuatnya kaget cepat-cepat Argio membuka matanya serta menegakkan kepalanya yang sedari tadi menunduk.

Argio berdiri menghampiri Afan yang di depan pintu, saat dihampiri, Afan malah berjalan menuju kursi yang tadi diduduki oleh Argio. Argio memutar bola matanya malas, lalu ikut duduk disamping Afan.

Hening, tidak ada pembicaraan diantara keduanya. Mereka sama sama bingung untuk memulai obrolan. Argio menoleh menatap Afan, lalu mengalihkan pandangannya. Afan melirik Argio, memperhatikan sahabatnya yang tiba-tiba menjadi pendiam.

"Mau sampe kapan?" Tanya Afan memecah keheningan.

Argio menoleh, menautkan alisnya.
"Apanya?"

"Diemnya"

"Sampe gue tenang, Fan"

"Apa yang lo pikirin?"

Argio lagi-lagi menghela nafas. Ia juga sebenarnya tidak tahu apa yang dipikirkannya, hanya saja ia merasa tidak tenang saat ini.

Argio hendak membuka mulutnya, berancang-ancang untuk curhat dengan Afan. Tampaknya kali ini ia serius bertanya pada Argio.

"Udah nggak usah dijawab" ucap Afan cepat.

Argio berkedip beberapa kali, menatap Afan dengan tatapan yang tidak dimengerti. Secepatnya Argio menutup mulutnya dan mengalihkan pandangannya, enggan menatap Afan yang membuatnya kesal.

"Mau sampe kapan?" Tanya Afan, lagi.

Argio menatap Afan, lalu menghela nafas dan menjawab.
"Kan gue udah bilang, sampe gue tenang" tegas Argio.

"Bukan itu. Mau sampe kapan lo tidur di rumah gue terus?" Jelas Afan.

Argio menatap Afan, ekspresinya dibuat-buat sedih. Afan melirik sekilas lalu bergidik ngeri.

"Bang Afan jahat banget sih aku kan cuma numpang sebentar. Apa aku di usir? yang kamu lakukan ke aku itu jahat" ucap Argio dengan nada sedih, ia memegangi dadanya yang pura-pura sesak.

"Sekali lagi lo ngomong gitu, gue bunuh lo" Ucap Afan dengan menatap Argio tajam. Argio nyengir, memperlihatkan deretan gigi putihnya.

Afan berdiri, memasuki rumahnya dan meninggalkan Argio sendiri di teras. Jika lama-lama disamping Argio bisa tertular penyakit alay dan gilanya.

"Afan! Jangan dikunci pintu kamarnya!" Teriak Argio dari luar rumah.

Afan acuh, tak menjawab Argio tapi juga menuruti perintah Argio untuk tidak mengunci kamarnya supaya Argio bisa tidur di kamar Afan lagi.

Lagi-lagi pikiran buruk itu datang menghampiri Argio. Ekspresi Argio seketika datar, tapi matanya terlihat sedih.

"Kira-kira gue bisa nggak ya kalo hidup tanpa Afan, Nay, sama Gege?" Ucap Argio tiba-tiba.

IRIDESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang