Suasana koridor sekolah sudah cukup ramai. Banyak siswa dan siswi berlalu lalang di sana, juga beberapa murid yang tengah berkumpul. Entah apa yang mereka lakukan, mungkin sedang membicarakan sesuatu.
Ketika Ayra berjalan menyusuri koridor, dirinya tak sengaja mendengar percakapan dua orang siswi yang berdiri didekat tangga. Kalimat yang diucapkan oleh salah satu siswi itu, sukses membuat Ayra berhenti melangkah dan teringin mendengar percakapan mereka lebih lanjut.
"Jadi ini gelangnya dibeliin sama abang lo, Fa?"
"Iya. Gelang yang selama ini gue pengen, tapi gak keturutan karna tabungan gue belum cukup. Eh, pas abang gue gajian dia beliin ini buat gue. Ish, gue seneng banget ...."
"Ih serius deh, abang lo pengertian banget, sih. Beruntung deh, lo."
Ayra masih terdiam di tempat setelah mendengarkan percakapan singkat itu. Tiba-tiba saja kemudian ada bayangan yang terngiang di pikirannya. Bayangan tentang sikap Reyhan padanya yang sudah berubah sejak beberapa waktu yang lalu.
Ayra teringat akan sikap Reyhan yang menunjukkan perhatian dan kasih sayang padanya. Namun akhir-akhir ini ia menolak perhatian itu karena rasa kecewa yang ia derita setelah ingatannya kembali.
"Hei, Ayra!" Teguran yang tidak terlalu keras namun cukup mengejutkan bagi Ayra. Gadis itu sampai mengusap dadanya setelah mengetahui siapa yang menegur.
"Huft, Lala ... kamu ngagetin aku aja," cerungut Ayra pura-pura kesal. Padahal sebenarnya tidak ada rasa kesal sama sekali.
Lala tertawa kecil melihat ekspresi Ayra yang menurutnya sangat menggemaskan. "Maaf deh ... Tuan Puterinya Radit," ucapnya sembari mencolek dagu Ayra kemudian.
Entah kenapa semburat merah terlihat pada pipi Ayra tepat setelah Lala berucap begitu. Seolah-olah gadis itu merasa tersipu karena ucapan sahabatnya.
"Eh, iya. Radit mana, La?" tanya Ayra begitu ia menyadari tidak melihat keberadaan Radit.
"Kok kamu malah nanya ke aku? Bukannya setiap hari kamu dateng bareng dia, ya?" Bukannya menjawab, Lala justru malah balik bertanya.
"Iya, tapi--" Ayra menghentikan ucapannya seketika karena teringat akan sesuatu. "Astagfirullah, aku lupa!" pekiknya kemudian.
"Lup-lupa? Lupa kenapa?" tanya Lala dengan raut wajah yang kebingungan.
"Aku lupa mau ngabarin Radit, kalau aku berangkat sama Kakak tadi. Aduh ... gimana dong, Radit pasti jemput aku ke rumah."
Ayra merasa bersalah karena lupa memberitahu Radit soal hal itu. Padahal sebenarnya tidak apa-apa, dia lupa dan tidak ada unsur kesengajaan. Tapi tetap saja, Ayra yang polos akan tetap merasa bersalah dan merasa telah merepotkan Radit.
"Nah, itu Radit!" kata Lala sedikit keras. Tangannya menunjuk ke arah belakang Ayra.
Spontan Ayra berbalik badan. Ia melihat Radit berjalan menghampirinya sambil tersenyum. Pemuda itu sama sekali tidak menunjukkan raut wajah kesal atau marah, berbeda dari yang Ayra perkirakan.
"Radit, maaf ya. Tadi aku lupa ngasih tau kamu kal--"
"Iya, gak papa." Dengan cepat Radit memotong perkataan Ayra. "Gak masalah, kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Perindu Kakak ✔ [Proses revisi]
Novela JuvenilKisah tentang perjuangan seorang gadis yang sangat merindukan kasih sayang dari seorang kakak. Ayra, gadis yang selalu ceria namun terluka di baliknya. Dengan kepolosannya ia memperjuangankan suatu hal, yaitu mendapatkan kembali kasih sayang dari ka...