Bab 10. Kesabaran Ayra

408 60 176
                                    

Ayra merasa familiar dengan salah satu dari dua pemuda yang ia lihat sedang berjalan bersama Gladys. Mereka bertiga menghampiri Ayra dari jarak yang tidak terlalu jauh. Buru-buru Ayra menghapus sisa air mata yang membasahi pipinya, gadis itu menetralkan ekspresinya agar terlihat baik-baik saja.

"Ayra, kamu gak papa?" tanya Gladys saat mereka sudah saling berhadapan. Ia memegang kedua pipi Ayra, dan salah fokus ketika melihat rambut gadis itu yang sedikit berantakan.

Ayra menggeleng pelan tanpa bersuara. Kepalanya tertunduk dengan wajah yang lesu. Salah satu pemuda yang tak lain adalah Doni itu, menatap Ayra dengan intens.

"Reyhan ninggalin kamu?" tanya Doni pada Ayra. Sengaja ia mengganti kata panggilannya menjadi aku-kamu, karena Doni tau bahwa gadis di depannya ini adalah gadis yang polos.

"Ayra, kenapa kamu diem aja?" Gladys kembali bertanya saat melihat Ayra hanya diam saja. "Kamu habis di kasarin ya, sama Reyhan?"

Mendengar pertanyaan Gladys yang terakhir kali, Ayra mendongakkan kepalanya kemudian menggeleng dengan cepat. "Enggak kok, Kak. Enggak," elaknya menggebu-gebu.

"Gak usah bohong Ayra. Rambut kamu kenapa berantakan gini? Mata kamu juga keliatan banget habis nangis," ujar Gladys menerangkan semua bukti yang ia lihat.

"Jujur aja sama kita," tukas Doni yang diangguki oleh Bagas dan Gladys. "Reyhan nyakitin kamu, terus ninggalin kamu, kan?"

Dengan ragu Ayra menganggukkan kepalanya perlahan. "Itu karna Ay-ra yang salah."

"Kamu gak salah Ayra. Emang Reyhan yang keterlaluan." Gladys mengelus puncak kepala Ayra.

"Kita tau kok, kalau selama ini kelakukan Reyhan ke kamu itu gak baik."

"Yang sabar, ya. Semoga suatu saat Reyhan berubah," kata Gladys sambil tersenyum kemudian.

Ayra mengangguk antusias sambil membalas tersenyum. "Ayra juga yakin kok Kak, kalau Kak Reyhan pasti akan berubah dan sayang lagi sama aku."

Melihat keceriaan pada wajah Ayra, membuat Gladys dan yang lain terkesima. Gadis yang satu ini memang perlu diacungi jempol, karena ketegaran dan semangatnya yang tidak pernah patah. Meski hatinya telah berulang kali disakiti oleh Reyhan, namun itu tak menyudutkan kasih sayang ataupun membuat Ayra benci terhadap kakaknya tersebut.

"Kamu mau pulang naik apa?" tanya Gladys. Sesaat sebelumnya ia memeluk Ayra dengan erat sebagai tanda kepeduliannya.

"Aku gak punya ongkos buat naik angkot. Jadi aku mau minta tolong temen aku, jemput ke sini," terang Ayra sejujur-jujurnya.

"Kalau aku anterin aja gimana?" tawar Doni yang langsung mendapat balasan deheman dari Bagas.

"E'khem! Ada yang lagi pedekate nih ...." Bagas melirih sambil berpura-pura melihat sekelilingnya.

"Apaan sih lo." Doni mendorong pelan bahu Bagas dengan tatapan sinis.

Gladys terkekeh. Sepertinya ia paham apa yang dimaksud oleh Bagas. "Ayra, mendingan kamu pulang dianterin Doni. Tenang aja, Doni ini orangnya baik, kok," kata Gladys seraya melirik ke arah Doni disertai senyum yang mengembang.

"Ehm, gak usah. Nanti ngerepotin Kak Doni."

Jantung Doni seketika berdebar-debar mendengar Ayra menyebut namanya dengan suara yang terdengar sangat lembut. Bisa saja Doni salah tingkah di tempat, jika ia tidak buru-buru menetralkan ekspresinya.

Gadis Perindu Kakak ✔ [Proses revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang