Bagian 10

1.5K 131 30
                                    

Tuhan yang paling tau apa yang terbaik untuk hambanya, dan Tuhan selalu memberikan segalanya diwaktu yang tepat.

.
.
.
.
.
.
.

Selamat membaca 🌟



Hari bersih-bersih!

Mahalini memunguti beberapa tisu yang terselip dibawah kasur kamarnya, menggosok lantai toilet dan juga mencuci piring-piring kotor yang memenuhi wastafel.

Bersemangat!

Itulah yang dirasakan Mahalini saat ini. Walau diluar sana hujan sedang turun dengan lebat, berkolaborasi dengan petir dan kilat, tapi tak membuat senyum Lini pudar.

Hatinya sedang mengalami musim semi yang sangat indah. Bunga-bunga bermekaran, kupu-kupu beterbangan, angin sejuk semilir membawa suara nyanyian burung-burung di atas dahan.

Lini lupa kapan dia merasa sebaik ini, rasanya hampir tidak pernah. Tapi yang pasti suasana hatinya yang sedang baik itu memengaruhi mood-nya juga. Dia yang sebenarnya tidak suka beres-beres rumah, hari ini malah mengerjakan semua pekerjaan rumah dengan riang. Sambil bersenandung dan menari.

Entah apa alasannya, Mahalini hanya merasa ini memang sudah waktunya.

Mahalini sedang menggosok beberapa pakaian saat satu chat masuk keponselnya.

Aku sibuk! tapi baiklah, kita makan bakso aja...

Mahalini mencibir saat membaca chat dari Nuca.

Dih! Sok jual mahal, tapi akhirnya mau juga! kekeh Lini dalam hati.

Dia mulai melirik kearah jendela, mulai merasa cemas jika hujan tidak berhenti sampai nanti malam. Tapi tak apa, jika bersama Nuca, jangankan cuma hujan, badai, hujan es, sampai angin puting beliung pun tidak akan bisa mengacaukan segalanya.

Mahalini merona saat menyadari betapa recehnya jalan pikirannya saat ini.

Dasar Nuca! Ini memang gara-gara dia!

Cowok itu sudah membuat Lini kelabakan. Kalau dipikir-pikir lagi, entah apa yang terjadi antara dirinya dan Nuca tempo hari.

Segalanya terasa nyata, terlalu indah untuk sebuah rekayasa.

Lini merasa bahwa Nuca memang miliknya, diciptakan hanya untuknya. Pelukan hangat itu memang ditakdirkan untuknya.

Mahalini merona lagi, bahkan amis darah terasa dari bibir bawahnya yang dia gigit kuat. Nuca dan segala pesonanya membuat Lini benar-benar jatuh. Sangat dalam, melayang dan...

Tok tok...

Lini terkesiap dan menyadari bahwa baju yang dia setrika hampir saja gosong. Tapi ketukan samar dari pintu depan lebih mengejutkannya.

Dia melirik lagi kearah jendela yang berembun. Hujan memang mulai mereda, tapi masih belum benar-benar berhenti, dan dia mendapatkan tamu.

Tumben?

Lini segera menuju pintu depan, dengan rasa penasaran yang memukul-mukul dahinya, dia hampir diserang euforia saat memikirkan siapa gerangan tamu didepan pintunya. Otaknya sedemikian rupa menolak dorongan hatinya untuk berpikir bahwa itu adalah Nuca.

Nuca! Nuca! Nuca!

Lini hampir saja gila, tapi dia berhasil membuka pintu lebar-lebar. Darahnya menyurut tiba-tiba, hampir mengalami anemia.

Demi Tuhan itu bukan Nuca, tentu saja bukan, Nuca pasti masih berkutat dengan buku, penggaris dan pulpennya.

"Ra?" Pikiran tentang rasa kecewanya atas kesalahan tafsir perihal sang tamu terkesampingkan saat melihat Tiara--tamu sebenarnya---tengah basah kuyup, bukan hanya karena air hujan, tapi juga karena air lain yang merembes dari pelupuk matanya yang menghitam karena eyeliner yang luntur.

HIRED BOYFRIEND [Nuca×Lini]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang