Bab 2

14.2K 2.7K 97
                                    

Devan memijat pelan dahinya, sejak dua hari kemarin Devan terus-terus terpikirkan dengan ucapan Nayla

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Devan memijat pelan dahinya, sejak dua hari kemarin Devan terus-terus terpikirkan dengan ucapan Nayla. Saat ini Devan bingung, bagaimana mengatakannya pada keluarga. Jujur saja, Devan juga sudah jengah ditanya kapan menikah. Jika dipikir-pikir, semuanya juga kesalahan dirinya yang sembarangan ke kontrakan Nayla.

Pintu ruangan Devan terbuka, muncul sosok Gian. "Kenapa lo?" tanya Gian yang heran melihat Devan yang beberapa hari ini seperti tertekan.

"Nggak papa," sahut Devan yang berdiri dari duduknya. Dia dan Gian sudah janjian akan pergi makan siang serta ngopi bareng. "Gue butuh udara segar!" seru Devan kemudian, dia berjalan lebih dahulu menuju pintu.

Gian hanya menggelengkan kepalanya, dia mengikuti Devan. Jam dua belas lewat lima menit, sudah pasti karyawan ramai berbondong-bondong keluar untuk makan siang. Apa lagi cafetaria perusahaan keluarga Singgih yang ada di rooftop, selalu ramai luar biasa.

"Nay ...." Devan memanggil Nayla yang sedang berdiri di depan pintu lobi perusahaan, ada beberapa karyawan bersama Nayla.

"Pak Devan," sapa Nayla sopan.

Beberapa karyawan yang bersama dengan Nayla juga menyapa Devan. Sosok Devan bukanlah seperti atasan galak kebanyakan, dia justru terkenal humoris, baik dan ramah. Mengenai Nayla, sudah menjadi rahasia umum perusahaan bahwa Nayla dan Devan dekat.

"Hai Nayla dan semuanya!" Gian juga menyapa Nayla, dia melambaikan tangannya tebar pesona seperti biasa.

Nayla menyapa Gian dengan senyum manisnya, dia menganggukkan kepala singkat. "Mau makan siang ya Mas Gian dan Pak Devan?" tanya Nayla yang dijawab Gian dengan senyuman manis.

Baru saja Devan akan membuka suara, Nayla sudah berpamitan dengan berkata, "Saya duluan Pak Devan, Mas Gian." Tatapan Devan mengikuti sosok Nayla dan teman-temannya yang keluar dari pintu lobi, menuju mobil yang terparkir menjemput mereka di depan lobi.

Gian merangkul pundak Devan. "Gue heran, apa sih yang buat lo nggak jatuh cinta sama Nayla?" tanya Gian.

Devan berjalan berdampingan bersama Gian, tangan sobatnya itu masih merangkulnya. "Lo sudah tahu alasannya," sahut Devan.

"Halah! Alir? Lo mau tua sendirian?" cibir Gian yang gemas dengan Devan. Sudah jelas-jelas di depannya sudah ada Nayla, yang bahkan sangat-sangat baik, masih lebih memilih seseorang yang tidak jelas ada dimana.

"Jangan banyak bacot, mending lo masuk!" Devan melepaskan rangkulan Gian, dia mendelik pada Gian yang hanya cengengesan.

∞∞∞

Nayla dan teman-teman kantornya makan siang di sebuah restoran yang baru buka, mereka mengejar diskon yang sedang digembor-gemborkan restoran tersebut. Jelas saja, untuk karyawan kantong pas-pasan seperti mereka, hal ini tidak akan dilewatkan begitu saja.

Choose Me, Please (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang