Bab 3

14.6K 2.9K 558
                                    

Devan dan Gian duduk dengan masing-masing memiliki secangkir kopi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Devan dan Gian duduk dengan masing-masing memiliki secangkir kopi. Sudah banyak hal pekerjaan yang mereka bahas. Semuanya terasa membosankan, hingga akhirnya Gian memulai lebih dahulu pembicaraan mengenai Nayla.

"Lo kenapa sih? Nanyain Nayla terus," gerutu Devan yang sebenarnya semakin sakit kepala mendengar nama Nayla terus-terusan disebut. Membuatnya teringat bahwa dia harus mengatakan pada keluarganya, pembatalan pernikahannya dengan Nayla.

Gian menyipitkan matanya. "Lo kok sewot? Gue kan nanya doang, lagian dia bukan siapa-siapa lo juga," tutur Gian.

Devan mendesah pelan, dia seharusnya tidak emosian dan justru melampiaskannya pada Gian. "Lo mau tahu apa soal Nayla?" tanya Devan akhirnya mengalah.

"Dia sudah punya pacar?" Gian bertanya dengan semangat.

Devan menggelengkan kepalanya dan berkata, "Masih aja nggak mau nyerah?"

Benar, ini bukan pertama kalinya Gian menunjukkan rasa ketertarikan terhadap Nayla. Sudah berulang kali Gian bertanya pada Devan soal Nayla. Sudah berkali-kali Devan mengatakan bahwa Gian bebas mendekati Nayla, sayangnya Nayla terlalu pendiam sehingga terkesan dingin pada orang baru.

"Nayla gue rekrut jadi karyawan gue aja deh, Dev!" kata Gian membuat Devan tertawa.

Gian merupakan pengusaha di bidang advertising dan periklanan. Devan dan Gian berteman sejak kuliah, keduanya dekat karena sama-sama pekerja keras. Walaupun Devan berakhir menjalankan usaha keluarga, berbeda dengan Gian yang membangun sendiri perusahaannya.

Meski begitu, gaya Gian selalu terkenal sangat selebor. Lebih terkesan seperti pengangguran yang tidak ada kerjaan, suka nongkrong di kantor Devan. Semua hanya untuk mendekati Nayla yang bergabung di perusahaan Devan sejak dua tahun lalu.

"Gue mau dinikahkan," gumam Devan pelan. Kepalanya menatap lurus pada secangkir kopi miliknya.

"Dengan siapa?"

"Anyelir!"

Baru saja Devan akan menjawab pertanyaan Gian, seseroang meneriakkan nama yang sangat sensitif untuk Devan. Kepala pria itu langsung tertoleh ke sumber suara. Dia bahkan hampir saja berdiri dari duduknya.

Wajahnya langsung berubah kecewa saat Anyelir yang dipanggil hanyalah seorang bocah perempuan. Gian sudah menyaksikan kejadian itu berulang kali dan dia merasa kasihan pada Devan.

"Balik aja, gue males tiba-tiba," tutur Devan yang langsung kehilangan mood-nya. Dia langsung berdiri dari duduknya, tanpa menjawab pertanyaan Gian tadi.

Sedangkan Gian, dia merasa Devan hanya mengada-ngada saja. Pasalnya, pria itu masih sama. Masih hanya mencintai Anyelir seorang. Tidak mungkin Devan menikah dengan perempuan lainnya.

∞∞∞

Anyelir mengernyitkan dahinya, dia merasa kurang suka dengan penampilan model di hadapannya. Terasa ada yang kurang dari penampilan model tersebut. Dia mengetuk-ngetuk pelan bagian bawah dagunya dengan telunjuknya.

Choose Me, Please (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang