Bab 13 | Dilema

33.6K 4K 109
                                    

Yuhuuu gaisku (/^_^)/~~

Happy reading ❤️
.
.
.
.

o0o

"Aku tak menemukanmu di penjara semalam,"

Kalimat setenang air danau itu nyatanya berhasil membuat Lianxi terkesiap untuk sesaat. Memang saat ia memutuskan untuk membakar paviliun semalam, resiko seperti ini pastilah ada. Tapi Lianxi tak menyangka jika saksi tersebut adalah 'kakaknya' sendiri.

Keduanya bertatapan sengit. Saling menekan lawan bicaranya lewat sorot yang tak kalah menusuk. Suasana kamar temaram itu berubah sesak dan berat seketika.

"Lalu? Kurasa kau bisa menyimpulkan itu sendiri," kata Lianxi setenang mungkin yang berarti ia tak menampik fakta bahwa ialah pelaku pembakaran itu secara tersirat.

"Bagaimana bisa kau melakukan itu?!" tanya pangeran Huan penuh penekanan.

Lianxi memiringkan kepalanya, ia lalu tersenyum remeh sambil berkata,
"Kau begitu terkejut... Bagaimana jika aku membunuhnya saat itu juga?"

"Kau melewati batasmu!"

"Aku tidak peduli!" balas Lianxi sambil berjalan melewati pangeran Huan, biar begitu ia tak melepas sorot tajamnya.

Pangeran Huan dan Lianxi sendiri tahu hukuman apa yang akan diterima jika pelaku pembakaran itu berhasil diciduk. Disinilah pangeran mahkota diuji. Terlepas dari sikap acuhnya selama ini pada Lianxi, jauh dalam lubuk hati pangeran Huan ia peduli pada gadis yang memunggunginya itu.

Tangannya terulur ingin menyentuh pundak Lianxi. Namun mengingat sikap acuhnya selama ini, pangeran Huan mengurungkan niatnya. Saat ini ia ingin berbicara layaknya seorang kakak, tapi apa dia berhak setelah semua dosanya pada Lianxi? Lalu api kebencian di hatinya yang masih menyala, menambah alasannya untuk kembali menjauh.

"Kau akan didakwa atas percobaan pembunuhan keluarga kaisar. Kau pasti tahu hukuman kejahatanmu!"

Seringai tipis terpatri di bibir Lianxi, ia berbalik menatap remeh pangeran Huan lalu berkata,
"Mengapa kau tidak menutup mata saja? Seperti yang biasa kau lakukan padaku kak,"

Bagai disayat ujung pedang, hati pangeran Huan tergores perih. Lagi-lagi ia tertohok dengan ucapan Lianxi yang memang tidak salah dan sangat berdasar. Membawa kemarahan, pangeran Huan melangkah cepat keluar dari kamar peraduan Lianxi.

Lianxi menatap punggung kakaknya yang semakin menjauh. Ia tak menampik tuduhan pangeran Huan semata-mata hanya untuk melihat apakah kakaknya itu setidaknya peduli. Tapi jika pangeran Huan memang berniat untuk membongkar hal ini, bukankah seharusnya Lianxi dihukum saat itu juga? Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya.
.
.
.
.

Paviliun kenanga, paviliun yang terletak persis di sebelah paviliun bulan milik selir Na, kini pemilik awalnya kembali mendiami paviliun tersebut. Setelah permaisuri Chun ditemukan di ruang rahasia bawah tanah, kaisar Gu menjadikan paviliun kenanga sebagai tempat perawatan untuk kesembuhan permaisuri.

Saat ditemukan, kondisi permaisuri Chun sangat memprihatikan. Seluruh tubuhnya yang dulu mulus bak batu giok putih kini melepuh tak bersisa. Kedua kaki dan tangannya yang patah serta luka yang menembus telapak tangannya membuat siapapun yang mengetahui hal ini merinding ketakutan. Walaupun hal ini ditutup rapat oleh kaisar, tapi tetap saja kabar mengerikan itu menyebar di kalangan rakyat dan bangsawan.

Keesokan harinya, tepatnya saat matahari hendak terbenam, permaisuri Chun sadar. Padahal tabib mengatakan bahwa harapan hidupnya sangat kecil. Semua antek-antek permaisuri menghela nafas lega mendengar kabar itu.

"Bagaimana keadaannya?" tanya kaisar Gu sambil menatap tubuh permaisuri yang sepenuhnya berbalut perban.

"Yang mulia permaisuri masih dalam kondisi tidak baik yang mulia. Luka bakar seperti ini sangat rawan ditambah yang mulia permaisuri kehilangan banyak darah. Lalu patah tulang di kaki dan pergelangan tangan yang mulia... Akan membutuhkan waktu dan kecil kemungkinan untuk sembuh, yang mulia," jelas tabib tua wanita itu menunduk dalam.

Kaisar hanya diam, dengan gerakan tangan ia menyuruh semua dayang dan empat tabib lain keluar. Kini tinggallah ia, selir Na dan permaisuri Chun. Bisa mereka cium bau obat-obatan menyeruak memenuhi kamar, ditambah bau amis darah yang merembes di ranjang beralaskan daun pisang itu.

Marah, permaisuri Chun sangat marah hingga rasanya ia ingin memenggal kepala Lianxi lalu menggantungnya di gerbang istana. Sekarang ia sudah memutuskan untuk hidup demi kematian anak tirinya itu. Sekilas ia melirik kaisar yang menatapnya tanpa emosi dan selir Na di sampingnya yang begitu tenang.

"Yang mulia... Aku ingin mengatakan sesuatu," ucap permaisuri Chun sambil melirik selir Na, bermaksud untuk mengusirnya secara halus.

Selir Na yang paham, pamit setelah memberi salam pada kaisar dan permaisuri.

"Kebakaran itu dilakukan oleh seseorang yang sangat dekat dengan kita, aku sendiri tidak menyangka dia bisa melakukan semua ini padaku yang mulia," tutur permaisuri Chun dengan suara serak dan lemah. Ia tetap memaksa untuk mengungkap ini walaupun jahitan bibirnya yang robek sangat sakit.

Kedua alis kaisar menyatu, lalu ia bertanya,
"Apa maksudmu?"

Samar-samar permaisuri menyeringai tipis, dengan sedih yang dilebih-lebihkan ia menjawab,
"Aku tidak sanggup mengatakan ini, tapi aku bersumpah yang kukatakan benar adanya. Tuan putri Lianxi... Dialah yang melakukan semua ini yang mulia,"

Kening kaisar berkerut dalam, ia tidak percaya sedikitpun pada apa yang dikatakan permaisuri Chun. Akal sehatnya tentu mengatakan itu hal mustahil. Jelas-jelas Lianxi sedang dipenjara. Malah ia mengira jika permaisuri Chun mengalami halusinasi atau sedang bermimpi.

"Aku tahu Anda tidak akan percaya, aku sendiri juga tidak percaya, tapi ini benar adanya yang mulia. Aku tidak bermimpi, aku bahkan memohon dan menasehatinya tapi inilah yang kudapatkan. Yang mulia, roh jahat telah merasuki putri Lianxi,"

"Apa kau sadar apa yang kau katakan ini sangat tidak masuk akal?!"

"Ya yang mulia, ini memang tidak masuk akal. Aku tidak memaksa Anda untuk percaya, aku hanya ingin meminta keadilan Anda,"

"Berikan aku bukti,"

"Semua yang terjadi padaku... Tidakkah ini lebih dari cukup untuk dijadikan bukti yang mulia?"

Kaisar Gu tampak berpikir sejenak. Ini memang kedengaran mustahil, tapi disini apapun bisa terjadi. Kalaupun yang dikatakan permaisuri Chun adalah kesalahpahaman belaka, maka permaisuri akan mendapat ganjarannya. Tapi reputasi keluarga istana tentu akan tercemar. Setelah bergelut dengan pikirannya, kaisar akhirnya membuka suara,

"Aku memberimu kesempatan, aku akan mengadakan sidang untuk masalah ini. Tapi jika yang kau katakan tidak benar... Kau pasti tahu akibatnya permaisuri,"

Setelahnya kaisar keluar membawa segumpal pikiran kusut. Memang ia akan mengadakan sidang setelah menemukan pelaku, tapi kaisar tak menyangka jika pelaku yang dituduh oleh permaisuri Chun adalah Lianxi.

.
Gimana gimana... Btw chapter ini cukup panjang ye gak ? XD

Jangan lupa vomentnya gaisku 💕
Lafyuuu

Return of Princess LianxiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang