Bab 23 | Menuju Bukit Nan

28.2K 3.1K 83
                                    

Tekan ⭐ dukungan klen sangat berarti :)

Happy reading 💚
.
.
.
.

o0o

Manusia tak melulu berada di atas angin, ada kalanya mereka jatuh bahkan sampai titik terbawah. Kalau dulu permaisuri Chun adalah seorang selir agung, karena usahanya ia menyandang gelar permaisuri, gelar agung yang diimpikan semua wanita. Dan sekarang? Gelar itu telah lekang dari namanya.

Sesuatu yang didapatkan dengan cara tidak baik, apalagi sampai membawa penderitaan bagi orang lain, maka akhirnya selalu menyedihkan. Boleh jadi itu adalah karma, atau mungkin saja... Penghapusan dosa. Semua telah digariskan, mau memohon bagaimanapun, masa lalu tidak bisa berubah.

Sebulan telah terlewati sejak kematian kaisar. Masih membekas dalam ingatan mantan permaisuri, pangeran Huan menjebloskannya ke penjara bawah tanah. Sampai hari ini... Tak ada dari mereka yang mengunjunginya.

Ia meringkuk di lantai dingin penjara. Musim dingin yang kejam... Menambah banyak penderitaannya. Lorong-lorong remang yang hanya diterangi obor... Tak pernah ia bermimpi merasakan semua ini. Ia lalu menangis dan berteriak-teriak hingga suaranya menciptakan gema di lorong penjara. Dan sesaat kemudian terdengar tawa keras dari bibirnya.

Tawanya berhenti saat mendengar langkah kaki dari ujung lorong. Ia lalu tersenyum saat melihat kedatangan seorang pria. Setelah menerima salam dari pria itu, ia berkata,
"Kau harus menggagalkan semua yang mereka lakukan!"

Pria itu, adalah budak yang mantan permaisuri pelihara sedari kecil. Ia sangat patuh pada mantan permaisuri, sekalipun titahnya kerap kali bersinggungan dengan kematian.

"Ya yang mulia," jawabnya sopan dan berlalu meninggalkan penjara bawah tanah.

Mantan permaisuri kembali tertawa, lalu menangis dan berteriak-teriak. Mungkin orang lain akan menyebutnya orang gila. Benar... Ia sudah kehilangan akal sehat. Kenyataan pahit yang harus ia terima juga merampas kewarasannya.
.
.
.
.

"Aku akan pergi menjemput Lianyi,"

Perkataan Lianxi membuat pangeran Huan menghentikan kegiatannya. Ia lalu meletakkan dokumen yang tengah ia baca di meja dan berkata,
"Kalau begitu kita akan pergi besok,"

"Tidak kak, kau tidak bisa meninggalkan istana. Aku akan pergi bersama Yaozhu,"

Pangeran Huan mengernyit tak suka. Bukan karena Lianxi menolaknya untuk ikut, tapi karena adiknya itu memanggil Yaozhu— jenderal muda yang ditugaskan untuk menjaga Lianxi begitu akrab. Dan... Yah ia sedikit tak rela jika Lianxi pergi bersama Yaozhu walaupun ada prajurit nantinya. Tapi perjalanan itu akan panjang, bagaimana jika terjadi sesuatu antara mereka? pikir pangeran Huan dalam.

"Bagaimana kalau menunggu Jingzu pulang? Bukit Nan itu jauh dan kau belum pernah kesana," bujuk pangeran Huan.

Lianxi memutar matanya malas, ini sudah kali ke sekian ia berdebat dengan pangeran Huan. Ujung-ujungnya, pasti keinginan itu tidak tercapai. Ia merasa kakaknya tak rela? Membiarkannya pergi. Padahal sudah ada Yaozhu yang menemani. Dengan kesal ia berkata,
"Kak Jingzu baru kembali ke perbatasan minggu lalu, kalau menunggunya pulang itu masih beberapa bulan lagi. Aku tidak bisa menunggu lebih lama kak,"

Pangeran Huan menghela nafas berat, masih tak rela. Ia hanya khawatir, yah sebagai seorang kakak tentu ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi. Kalau bisa, ia juga ingin menjemput Lianyi. Tapi siapa yang duduk di istana? Bisa-bisa... Pemberontak akan memanfaatkan situasi.

"Aku bisa melindungi diriku sendiri dan Yaozhu juga ikut," kata Lianxi yang kesal dengan kebungkaman pangeran Huan.

"Lakukan sesukamu," putus pangeran Huan menyerah.

"Kalau begitu aku akan pergi sekarang saja," kata Lianxi yang langsung mendapat delikan tajam pangeran Huan.

"Baiklah aku pergi besok," ralatnya berat hati.

.
.
.
.

Perjalanan di musim dingin, Lianxi sudah sering melakukannya saat menjadi intelejen. Bahkan ia pernah mendaki gunung hanya untuk menyelinap masuk ke markas mafia yang tersembunyi di goa buatan. Bayangkan saja betapa sulitnya medan yang lalui, belum lagi dinginnya salju saat itu.

Matahari tak terlalu terik, hujan salju pun tak seganas yang ia kira. Sudah setengah hari mereka berkuda, hutan dan pedesaan kecil di kaki gunung tampak sepi. Hanya beberapa penduduk yang terlihat baru turun dari gunung membawa seikat kayu bakar.

"Tuan putri, kita akan beristirahat di rumah penduduk," kata Yaozhu menghentikan rombongan.

Lianxi mengangguk setuju dan rombongan mencari rumah-rumah penduduk untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan keesokan harinya.

Sepasang suami istri menyambut ramah Lianxi dan Yaozhu yang ingin menginap di rumah mereka. Rumah mereka sederhana tapi sangat bersih dan terawat. Di ruang tamu beralaskan tikar yang telah usang mereka bercakap-cakap sambil menyesap teh hangat dan menikmati makan malam.

"Hanya ini yang bisa kami hidangkan," kata nyonya pemilik rumah.

Lianxi menggeleng sambil tersenyum kecil, ia lalu menjawab,
"Apa yang Anda katakan bi? Ini sangat lezat,"

Makan malam singkat itu tak lama selesai. Sang tuan rumah mempersilahkan Lianxi menempati kamar kosong di sebelah kamar mereka. Sementara jenderal Yaozhu tidur di depan perapian ruang tamu.

Malam begitu sunyi, hanya derak kayu bakar yang memercik halus di keheningan. Jenderal Yaozhu perlahan bangkit, ia tak benar-benar terlelap. Tanpa suara ia melangkah masuk ke kamar Lianxi. Sebilah belati telah ia genggam, hanya tinggal melempar dan sasarannya akan mati.

.
Vomentnya gaisku ~~
Maaciw 💙

Return of Princess LianxiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang