(Iwaizumi Hajime) - JENUH

824 82 2
                                    

"Hai," Seru Iwaizumi canggung, kepadamu.

Tidak ada respon yang kamu berikan. Tidak anggukan, tidak senyuman, tidak pelukan, tidak teriakan senang karena menemukannya tertangkap pandanganmu. Tidak ada.

Pemuda kelas tiga itu tertawa canggung, "Apa kabar? Udah lama nggak ketemu."

"Setiap hari kan ketemu. Kita sekelas." Jawabmu akhirnya, tidak memilah kata-kata.

Ia tersenyum cemerlang, senyum yang jarang ia perlihatkan di wajah galaknya kepada orang-orang, "Habisnya meski kamu duduk di depanku, kamu terasa jauh..." Iwaizumi berhenti,  menggaruk pipinya, "Aku kayak kehilangan kamu."

Ah. Iwaizumi.

Kalimat-kalimat manja yang kamu harusnya rindukan, kalimat penuh makna yang sebenarnya tidak berarti apa-apa. Baginya. Dan bagimu.

--
Ternyata hati, tak bisa berdusta
Meski ku coba, tetap tak bisa
Dulu cintaku, banyak padamu
Entah mengapa, kini berkurang🎶🎵
--

Iwaizumi sempat kaget, ketara sekali dari raut muka yang sengaja ia tutupi lagi setelahnya dengan senyum paling menyenangkan yang bisa iwaizumi buat.

Kamu  tahu. Bahkan dalam kebohongan, kamu tahu Iwaizumi lebih dari siapapun. Lebih dari kawan-kawan sekelas yang lain, lebih dari sahabat-sahabatnya, lebih dari Oikawa, lebih dari rekanan voli yang ia nomor satukan. Lebih dari siapapun.

Perlu di ulang?

Kamu tahu iwaizumi lebih dari dirinya sendiri.

Dan dia sedang dalam bimbang. Dan ia bingung harus mengatakan apa padamu. Dan kalian disergap keterdiaman yang tak pernah kalian hadapi sebelum-sebelumnya.

"Aku kan ga kemana-mana." Sama dengan Iwaizumi, kamu hanya berusaha tertawa secerah yang kaubisa. Meminimalisir perasaan bersalah yang mungkin sudah mulai menyergap hatinya. Kau tak ingin menyiksa Iwaizumi.

"Maaf." Iwaizumi tertunduk, menghadapmu.

Tidak ada ucapan lain yang bisa di katakan. Lagi pula meminta maaf untuk apa? Tidak ada yang bisa dipersalahkan. Tidak ada kekeliruan yang mesti dimaafkan.

Kamu tersenyum, kali ini senyum yang kamu legakan, kamu syukuri, "Maaf Iwaizumi, aku rasa ini ujung dariku."

--
Maaf, aku jenuh padamu
Lama sudah kupendam
Tertahan di bibirku
Mauku tak menyakiti🎵🎶
--

"Ini tuh kayak..." Kamu menggigit bibir, "..apasih. Kayak sesuatu yang nggak baik. Yang kalau terus diterusin bakal jadi makin nggak baik."

Iwaizumi menatapmu lurus.

"Nggak baik apanya?" Tanya pemuda voli itu pada akhirnya.

Kamu menghela napas, "Hatiku."

Kamu dan Iwaizumi saling menyukai? Iya. Kamu dan Iwaizumi jadi dua orang cewek-cowok ter-best-friend-cople se-Aoba Johsai? Iya. Kamu dan Iwaizumi saling mengerti satu sama lain? Iya. Kalian memutuskan untuk seperti ini saja supaya tidak saling melukai? Kamu dan imaizumi tidak ingin melukai satu sama lain? Iya. Kamu dan Iwaizumi berpacaran? Tidak.

"Buat hatiku ini udah nggak baik. Udah nggak sehat lagi."

Apakah hubungan ini masih sehat? Tidak. Sepertinya sudah tidak.

--
Mauku tak menyakiti
Meski begitu indah
Aku masih tetap saja....
Jenuh🎶🎵
--

"Kenapa?" Hanya satu kata itu yang mampu Iwaizumi katakan, senyum cemerlang yang tadi bertanggar di bibirnya, hilang entah kemana.

Kalian di selimuti perasaan yang terpaut tak selaras. Iwaizumi yang di selimuti kebingungan tak mengerti apa yang kamu rasa, pun kamu yang buru-buru ingin sudah. Ingin ini bertepi dan menemui penyelesaiannya.

Kamu menaikan alis, "kenapa?" tersenyum pahit, "Capek. Aku capek. Untuk semua ini aku capek.

"Ya kenapa? Untuk apa kamu harus capek?"

Iwaizumi tidak akan pernah mengerti. Sedikit saja tidak.

"Tentang semua yang kita lakuin, tentang voli kamu, tentang waktu kita, tentang hal-hal yang awalnya aku rasa bisa aku kompromiin. Sekarang... aku rasa itu udah enggak." Kamu meluapkannya, "Aku pikir nggak apa-apa kamu nggak bilang kamu sayang aku. Aku pikir nggak akan masalah kalau kita nggak mengklaim kalau kita memiliki satu sama lain. Aku kira kita akan selalu baik-baik aja."

Iwaizumi mendekat, "Kita emang baik-baik aja kan?"

--
Cinta bukan hanya cinta saja
Sementara kau
Merasa 'cukup' 🎵🎶
--

"Enggak, Iwaizumi. Kita nggak baik-baik aja. Hubungan ini sakit." Ujarmu, menggeleng pasrah. "Kita harus berjarak. Kayak yang udah aku lakuin."

"Terus kamu maunya apa? Kita jadian sekarang biar kamu lega?" Iwaizumi menggaruk kepalanya frustasi, "Tapi kamu bilang begini aja cukup. Nggak ada ikatan. Nggak ada paksaan."

"Kamu bingung waktu itu sama perasaan kamu sendiri."

"Apa bedanya?"

"Iwaizumi, kamu sayang aku?"

Keheningan menyapa mereka.

"Sayang." Ujar Iwaizumi setelahnya, "banget." menambah lagi.

Kamu tersenyum tipis, "Aku juga," dengan napas yang dilegakan kamu melanjutkan, "dulu. Sekarang udah beda."

"Meski kita jadian sekarangpun, semua udah beda. Aku capek. Dan ini bukan salah siapa-siapa. Bukan kamu. Bukan aku."

Iwaizumi membeku mendengar pengakuan itu. Kenapa jadi terlambat padahal waktu itu mereka sepakat untuk tidak melewati garis start? Lantas ia harus bagaimana? Kalau salah, ia harus mulai memperbaiki di bagian mana?

"Untuk rasa sayang kamu, yang tadi kamu kasih tau, makasih. Aku pikir aku nggak akan dengar itu dari kamu. Ujung cerita itu, disini ya." Setelah mengatakannya sambil menyeka air mata, kamu melamgkah pergi.

Tanpa pernah menoleh lagi.

--

RIO FEBRIAN - JENUH

OFF * REPEAT * ON *

HALUKYUU! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang