Vivi mengigit bibir dan turun dari timbangan. Empat puluh kilo. Dia tidak suka melihat angka yang terpampang di situ. Berat badannya turun lagi, sementara dokter menyuruhnya menaikkan berat badan sampai lima puluh kilo agar bisa mengimbangi tinggi badan 160 centimeter. Kalau bisa sebaiknya lebih dari lima puluh kilo agar lebih sehat dan siap melakukan proses IVF.
Sejak tiba di Tokyo Vivi sudah mengkonsumsi makanan bergizi. Protein dan daging berlemak diperbanyak. Dia sampai berkonsultasi dengan dokter gizi. Tetapi pertambahan berat badannya sangat lambat. Selama seminggu ini nafsu makannya berkurang. Dia tipe orang yang berat badannya mudah turun terutama ketika sedang stres. Sudah dua bulan di Tokyo, dokter belum juga memutuskan kapan harus melakukan proses IVF. Sementara Dominic terus membombadir dengan pertanyaan kapan dan kapan.
Vivi merasa usaha miliki bayi hanya dia yang berusaha keras dan selalu disalahkan. Vivi mengalami kelelahan mental luar biasa. Ketika mereka berkonsultasi, dokter juga menyarakan Dominic ikut memperhatikan kesehatan dan asupan makan. Tidak begadang dan mengurangi konsumsi rokok, alkohol dan kopi. Suami kalau sudah bekerja kuat begadang hanya dengan rokok dan Cognac.
Tokyo di musim gugur terlihat cantik. Daun daun kuning keemasan dan memerah memenuhi jalan, udara sejuk sangat tepat untuk berjalan-jalan. Tampil pol-polan menggunakan boots selutut, syal dan Burberry coat tetapi Vivi tidak berminat.
Pikirannya melayang pada Kiara. Sejak acara jalan-jalan ke Osaka, hubungan mereka semakin dekat. Mereka saling follow Instagram dan bertukar cerita lewat WA dan video call. Kalau saja dia bisa, dia ingin mengajak Kiara tingal di Tokyo. Apa yang sedang Kiara lakukan hari ini? Vivi meraih gawai dan mengirimkan pesan.
"Mbak Vivi... Aku kangeeen, " Kiara berteriak gembira ketika menjawab video call. Kedua tangannya melambaikan penuh semangat.
"Hai, kamu lagi ngapain?" tanya Vivi berbasa-basi.
Vivi bisa melihat Kiara sedang ada di ruang makan. Ada sejumlah buku berserakan di antara cemilan dan minuman kaleng
"Aku lagi belajar bahasa Jepang. Nanti mau latihan conversation sama Eiji. Mbak Vivi sehat? Gimana Jakarta? " tanya Kiara.
Kiara merasa khawatir. Vivi terlihat semakit pucat. Pipinya cekung dan matanya sedikit sayu macam habis menangis.
"Sehat. Agak cape aja. Eh, ceritain gimana perjalanan ke Wakayama sama Eiji dan teman-temannya, " Vivi mengelak pertanyaan Kiara.
Vivi membiarkan Kiara mengira dia di Jakarta. Vivi belum siap berkisah dirinya sedang melakukan program bayi tabung di Tokyo. Cerita perjalanan Kiara dengan raut ekspresif dan tangan bergerak ke sana ke mari sudah menjadi hiburan tersendiri. Vivi sudah bisa membayangkan bagaimana keseruan perjalanan naik kereta api.
"Wakayama sepertinya asyik," Vivi bergumam.
"Kalau Mbak Vivi ke Jepang lagi, kita bisa jalan-jalan ke daerah di sekitar Osaka. Bisa naik kereta. Enak dan cepat," jelas Kiara.
KAMU SEDANG MEMBACA
OSAKA Double Trouble (completed )
ChickLitCERITA INI BAGI MEREKA YANG SUDAH BERUSIA 18 TAHUN KE ATAS. MENGANDUNG BANYAK KONTEN DEWASA. Cerita ini merupakan sekuel dari Osaka Breat tetapi bisa dibaca secara terpisah. SPOILER: Cerita ini hanya akan dipublish sebagian ya. Sisanya akan diter...