CHAPTER 8

22 4 0
                                    

sebelum membaca yuk 

tekan tanda bintang di bawah, gratis enggak bayar kok 

thank, gomawo ^^



Keenan baru saja memasuki sekolahnya saat mobil sang ayah berhenti didepan gedung sekolahnya. Langkah kaki lelaki berumur 16 tahun itu memberat saat dirinya berjalan di koridor menuju kelasnya, bahkan keringat dingin mengucur dengan deras dipelipisnya.

TUKKKKK

Keenan memegang kepalanya yang berdenyut sakit saat sebuah botol air mineral dilemparkan kearahnya. Keenan meringis, langkahnya kini ia percepat namun sayangnya seseorang menarik kerah seragamnya dari belakang membuat lelaki itu tercekik.

" mau kemana lo ? masih pagi, ntaran aja kekelasnya "

Keenan hanya diam bahkan untuk menatap wajah sosok didepannya itu saja dia enggan dan lebih memilih untuk menatap kebawah sambil mencengkram erat tali tasnya. Lelaki yang akrab disapa Wira itu merangkul Keenan dan menyeret lelaki itu ke arah rooftop. Keenan benci tempat ini.

Pintu roftop terbuka menampakkan 9 orang tengah berkumpul disana. Tangan Keenan gemetar dan keringat dingin rasanya semakin deras saja membasahinya.

" wah, pas banget nih. Kita baru aja berniat bolos, Wira udah bawa atm berjalan kita aja " ucap lelaki bernama Lucas.

" terimakasih dulu dong sama gue " ucap Wira sambil tersenyum.

" heh, lo ke kantin sana beliin kita makanan kaya biasa " ucap Yohan.

Wira melepaskan rangkulannya dan mendorong tubuh Keenan sampai lelaki itu tersungkur kelantai rooftop.

" yeee malah mau tiduran dia, sana cepetan " ucap Jefano sambil menendang tubuh Keenan.

Keenan menarik nafasnya, entah kenapa rasanya sangat sesak. Keenan seperti kesusahan untuk bernafas, pelan-pelan Keenan berdiri dan berjalan keluar dari rooftop. Ini sudah terbiasa terjadi bahkan hampir setiap hari ia dihadapkan oleh sepuluh orang yang merupakan seniornya disekolah ini.

" totalnya, 276 ribu "

Keenan mengambil dompetnya yang ada didalam tas dan mengeluarkan sebuah kartu dari sana.

" tolong masukkan pinnya "

Dengan tangan yang masih gemetar dan dingin Keenan menekat beberapa digit nomor disana. Kini lelaki itu berjalan gontai menaiki anak tangga menuju rooftop dengan dua kantong plastic besar beisi makanan dan minuman.

" lama banget si, bangs** " umpat Gilang saat melihat Keenan yang baru saja membuka pintu rooftop.

Yohan mengambil alih dua kantong plastic itu dari tangan Keenan. Sedangkan Wira kini mendorong Keenan untuk duduk dilantai sebelum akhirnya Ben meleparkan empat buah buku didepan Keenan.

" lo kerjain tuh halaman 205, dari nomor 1 sampai 10. Kalo sampai ada yang salah, siap-siap aja lo mati " ucap Ben.

" cepetan kerjain, malah diam " ucap Wira.

Tangan Keenan mulai menulis jawaban dari soal matematika yang diada didepannya dengan cepat. Hampir 30 menit berlalu, bahkan bel masuk pun sudah berbunyi tapi Keenan mana punya nyali untuk meninggalkan buku-buku itu sebelum semuanya selesai.

" gak bener lo, Ben. Anak orang malah jadi bolos gara-gara lo " celetuk Putra yang sedari tadi hanya diam sambil memainkan ponselnya.

" jarang-jarangkan anak donator tetap sekaligus siswa berprestasi berani bolos jam pelajaran " ucap Ben.

Keenan menutup bukunya dan menyerahkannya pada Ben.

" udah sana lo pergi " usir Ben.

Keenan berjalan meninggalkan rooftop namun sebelum kakinya melangkah meninggalkan rooftop sebuah kaleng kembali menghantam kepalanya.

" eh sorry, gue kira tong sampah " ucap Mahesa.

" HAHAHAHA, anjirr tong sampah dong... orang sepintar dia dibilang tong sampah, terus lo apa hahahaha " tawa Yohan menggelegar sambil menepuk lengan Mahesa.

Keenan duduk didepan meja kerja ayahnya yang ada dirumah. Keenan sendiri yang masuk dan sekarang Keenan hanya menatapi foto keluarga Rivallo yang terpajang didinding ruang kerja sang ayah. Mahendra yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya kini menatap anak bungsunya itu yang masih terlihat melamun menatapi bingkai besar yang ada dibelakang Mahendra. Mahendra menoleh kebelakang, difoto itu Keenan masih berumur 3 tahun dimana saat pengambilan foto itu Keenan selalu ingin lari-lari kesana kemari.

" dulu waktu foto itu diambil kamu sama mama sempat ada aksi kejar-kejaran loh " ucap Mahendra membuat Keenan terlihat antusias mendengar sang ayah bercerita.

" om om photographernya udah siap-siap mau ngambil fotonya eh kamu tiba-tiba turun dari pangkuan mama terus lari mau mainin kameranya om photographernya juga sampai lightingnya mau kamu robohin. kamu tuh anaknya gak bisa diem, hyperaktif banget. Lagi digendong malah minta lepas, baru dilepas dikit langsung lari-larian ketawa-ketawa, papa aja sampai nyerah waktu mama nyuruh papa jagain kamu dirumah. Beda banget sama abang-abang kamu dulu, dulu mereka berdua tuh paling anteng mau diapa-apain aja diem apalagi bang Ajun kayanya dia yang paling diem tapi kok sekarang malah kebalikannya gitu. Kamu ada masalah ? "

Keenan menggeleng, tangannya bergerak gelisah. Jantungnya berdetak dengan kencang. Entah kenapa perasaan takut kembali menghantuinya.

" pa "

" hm ? "

" Keenan boleh minta pindah sekolah ? "

" kenapa ? sekolah kamu itu, sekolah terbaik disini dan gak sembarang orang bisa masuk kesekolah itu. Papa mau kamu sekolah yang tempatnya bagus, kualitasnya juga bagus. Lagi pula papa donator tetap disana, gak mungkinkan papa ngemindahin kamu kesekolah lain "

" udah malam, kamu gak tidur ? nanti bangunnya kesiangan lagi " lanjut Mahendra.

" Keenan tidur dulu, pa. good night "

" hmmm.. good night " ucap Mahendra sembari tersenyum.

Keenan duduk ditribun sambil meminum air mineralnya. Ia sengaja mengasingkan dirinya, entah kenapa ia merasa lebih nyaman sendirian dari pada berkumpul ditengah-tengah orang banyak.

" sini lo, ikut gue "

Nafas Keenan tersentak, perasaan takut itu kembali datang. Kerah seragam olahraga milik lelaki itu dicengkram erat oleh lelaki yang kini tengah menariknya.

BRUKKKKKKKKK

Punggung Keenan menubruk tembok dengan keras membuat lelaki itu hanya bisa meringis menahan rasa sakit.

" lo sengaja ya, nyalahin jawaban gue ? " ucap lelaki itu menahan tubuh Keenan.

" jawab, bodoh ! "

BUGH !!!

Keenan memegangi perutnya yang jadi sasaran lelaki didepannya itu.

" oh... atau lo mulai berani dan pengen balas dendam ? "

Keenan menggeleng namun lagi-lagi tangan lelaki itu memukul keras perutnya.

BUGH...

" uhukkk " nafas Keenan memburu saat cairan merah keluar dari mulutnya.

" gue udah bilangkan, satu aja salah, lo mati "

DUGHHH

Keenan memekik saat kepalanya terbentur keras tembok membuat Keenan langsung terduduk ditanah dan air matanya tumpahnya seiring dengan gelapnya penglihatannya.



TWO SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang