BERPISAH ... LAGI!

29 9 14
                                    

Pagi ... sebelum ke sekolah.

Pagi itu Dania bangun lebih awal, karena acara sekolah akan berbeda untuknya. Semalam Bara bilang akan ikut serta dalam acara doa bersama di sekolahnya. Untuk itu Dania sangat bersemangat.

"Mbak Dania, sarapan dulu!" Mbok Yamin sengaja membawakan sarapan Dania ke kamar. Dia tahu kebiasaan buruk Dania akan hilang selera makan saat terlalu merasa senang.

"Iya, Mbok. Makasih, ya."
Sarapan tandas dengan cepat, segelas susu putih juga ditenggak habis. Mbok Yamin keheranan sekaligus senang.

Mbok Yamin tidak tahu apa yang membuat Dania sebahagia ini. Namun apa pun sebabnya, dia ikut bahagia. Terakhir melihat majikannya ceria seperti ini saat dia  membuat kue bersama Bu Retno. Tiramisu jadi kue favoritnya. Sekarang dia memilih membeli di luar, daripada membuatnya.

"Mbok, mikirin apa, sih?" tanya Dania sambil menyisir rambutnya.

"Enggak mikir apa-apa, kok. Cuma agak puyeng dikit, Mbak." Mbok Yamin memilih tidak bicara soal yang dipikirkannya tadi. Kalau sampai ada yang dengar, berabe urusannya.

"Ya sudah, Mbok mendingan minum obat terus istirahat," saran Dania yang langsung ditolak Mbok Yamin.

Dania menghela napas, menghentikan kegiatannya lalu beralih fokus pada pengasuhnya. "Ya udah, gimana nyamannya Mbok, aja. Nia cuma nggak pengen Mbok sakit," ucapnya tulus.

"Nggak apa-apa, Mbak. Udah,  Pak Anto sudah nunggu di mobil." Mbok Yamin membawa nampan tempat sarapan Dania ke dapur.

***

Saat Dania menunggu dengan cemas di gerbang sekolah, Bara sedang meeting penting, tidak bisa ditinggalkan karena project film ini akan segera syuting. Jadi perlu pembicaraan khusus untuk meluncur ke wilayah pendanaan dan kontrak kerja.

Bara tersadar tepat jam sembilan. Secepat yang dia bisa, Bara menyambar ponsel dan kunci mobil. Panik, cemas, apa yang sudah dia lakukan. Baru semalam dia janji akan datang, tapi lagi-lagi pekerjaan harus didulukan. Bara tidak ingin terlepas satu pun project. Hal itu sama saja dia memberi kesempatan Retno untuk merebut Dania darinya. Tidakkah dia sadar semua ketakutannya ini hanya melukai semua orang? Terutama Dania.

Namun sepertinya Bara tidak peduli itu. Dia utamakan egonya  sebagai laki-laki mengalahkan semuanya.

***

Dania masih menggamit lengan Retno, langkah mereka hampir sampai ke aula. Tapi Anjas mencegah dan menyuruh mereka kembali ke tempat semula. Dania bingung, haruskah dia menuruti perintah Anjas?

Sesampainya di taman, Dania memasang tampang cemberut. Kesal, tetapi Anjas sudah membantunya bertemu Bunda.

Anjas mendekati Dania perlahan. Berjongkok di depannya, menatap matanya dengan penuh rasa sesal.
"Maaf, Nia. Kita nggak lakuin rencana utamanya. Om Bara ada di sana."

Retno panik, kalau sampai Bara tahu keberadaannya di sini, dia bisa murka seperti saat terakhir dia menginjakkan rumah itu. Rumahnya bersama Bara selama 10 tahun.

"Anjas, apa Om Bara tahu saya di sini?" Retno berusaha setenang mungkin.

"Enggak, Tan. Beliau sedang kebingungan mencari Dania. Tapi tidak sampai mencari keluar aula."
Anjas fokus kembali pada Dania. Secepat mungkin dia harus bisa memberikan pengertian pada kekasihnya, kalau rencana harus berubah.

"Aku akan nurut, Njas. Aku tahu semua demi kebaikan Bunda juga," jawab Dania dan sangat melegakan dua orang lain di sana.

"Nia, Bunda janji kita akan bertemu lagi setelah ini. Waktunya sudah tidak memungkinkan Bunda banyak cerita. Tapi Anjas sudah tahu semuanya. Nanti dia akan jelasin ke kamu. Oke?"

Dania kesal tapi tak bisa marah. Sedih tapi mau bagaimana lagi. Akhirnya hanya mengambil napas dalam lalu mengembuskannya perlahan.

"Nia paham, Bun. Janji jangan tinggalin Nia lagi," tutur Dania dengan suara bergetar. Saatnya dia akan berpisah lagi dengan Retno. Dia tahu itu. Dan semua resiko bisa saja terjadi setelah pertemuan ini.

Retno memeluk erat putrinya. Dikecupnya berkali-kali wajah Dania. Kening, pipi, berulang kali seperti tak ada lagi kesempatan untuk esok hari. Keduanya berderai air mata. Hanya lima belas menit mereka bertemu setelah dua belas tahun berpisah. Retno melepaskan rengkuhannya lalu berlari tanpa menengok lagi ke belakang.

"Bunda!" Dania ingin mengejar tetapi ditahan Anjas yang memeluknya dari belakang.

"Tenanglah! Aku janji akan bawa kamu ketemu Bunda lagi," janji Anjas dengan sepenuh hati.

Dania menangis terisak. Anjas mempererat pelukannya, sampai tangis Dania mereda. Beruntung semua orang sibuk dengan aktivitas di aula. Jadi tidak ada yang sempat memperhatikan mereka.

Dania lebih tenang, matanya sembab, tetapi dia tidak peduli. Pikirkan nanti saja apa yang harus dia katakan. Dia menemui Bara di aula tepat saat sambutan Kepala Sekolah berakhir.

Bara bernapas lega setelah Dania duduk di sampingnya. Bara sadarnada sesuatu telah terjadi pada putrinya. Namun nanti saja dia akan tanyakan itu.

Acara doa bersama dimulai, lancar dan tanpa kendala berarti. Suasana penuh haru memenuhi aula. Dania menangis lagi, bukan karena sungkem meminta maaf pada Bara, tetapi karena pertemuan singkatnya dengan Retno.

Tidak! Dania memperingatkan dirinya sendiri untuk tidak membenci siapa pun dalam hal ini. Ayahnya juga mungkin tidak salah. Begitu pula Bunda.

Sementara waktu Dania akan fokus pada ujian akhir. Beruntung sekali Anjas yang berhasil menjadi kekuatannya selama ini. Kekasihnya itu selalu menjadi energi positif baginya. Saling mencintai namun selalu ada batas juga yang dia sadari sepenuhnya. Untuk itulah, perasaan Dania sangat kuat.

***

Sampai di sini ada saran nggak untuk Dania?

Dia fokus ujian akhir dulu, aja. Atau sambil ketemuan sama Bunda juga.

Tetapi resikonya lumayan besar. Tahu, dong!

Oe, selamat membaca. Saya tunggu komentar dan vote kalian, ya. Makasih.

OUR MEMORIES ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang