Pembicaraan dengan Anjas tempo hari membuat Dania sempat mencurigai Bara. Dia bisa melakukan apa pun, tetapi buat apa mengawasi orang yang dia benci. Semua barang yang berhubungan dengan Retno sempat dibuang. Karena Dania yang bersikeras minta, jadi Bara melonggarkan stok untuknya.
Setelah mengambil minum dari dapur, Dania melewati ruang kerja Bara. Dia tengok jam dinding di sebelah lukisan alam di ruang keluarga, tepat depan pintu ruang kerja Bara. Sudah hampir jam dua dini hari, ruangan itu masih menyala, bahkan terdengar suara Bara yang tengah berbicara dengan seseorang di telepon. Dari nada bicara, Bara terdengar gusar, marah, tapi terselip rasa takut. Sehingga beberapa kali dia mengiyakan sesuatu, entah apa.
Sepertinya tidak mungkin Bara yang mengawasi Retno. Dania malah berpikir di luar sana ada seseorang atau beberapa orang yang sengaja ingin melakukan seseuatu pada keluarganya. Dania harus cari tahu. Tapi bagaimana caranya?
Aaaa, ada ide. Ponsel Bara biasanya akan ditinggal di ruang kerja. Dia hanya membawa ponsel satu, yang nomor privat khusus orang dekat atau sodara saja. Dania harus bisa mengambil ponsel itu, dan mendapatkan nomor yang meneror Bara barusan.
***
Dania mengendap-endap tanpa suara mendekati ruang kerja Bara. Sudah setengah jam yang lalu ayahnya masuk kamar. Beruntung pintu ruangan ini tidak pernah dikunci. Dania tahu tidak akan mudah mencari identitas dari nomor ponsel. Tetapi tidak ada salahnya mencoba. Entah di mana Bara menyimpan ponselnya, sudah di seluruh tempat Dania mencari belum ketemu juga.
"Kamu cari apa, Nia?" Suara bariton Bara tiba-tiba terdengar dari arah pintu.
Dania mematung. Ini di luar dugaannya, alasan apa yang mau dia pakai? Pinjam sesuatu atau, aargh! Saat dibutuhkan semua ide hilang, sekarang malah terjebak di jalan buntu.
"Ayah nggak tahu apa yang kamu cari di sini. Tapi sepertinya Ayah harus mengambil lagi kelonggaran yang sudah Ayah kasih."
Dania tertegun, hal baru apa yang sudah Bara tahu? Sehingga akan menghukumnya lagi? Kalau karena dia masuk ke ruang kerja Bara malam-malam, itu tidak adil. Bara harus mendengarkan alasannya dulu. Yah, meskipun memang Dania masih menyimpan kebohongan, seharusnya Bara memberikannya kesempatan membela diri.
"Tapi kenapa, Yah? Nia cuma mau pinjam sesuatu." Dania benar kan? Pinjam sesuatu itu pinjam ponselnya Bara.
"Pinjam sesuatu malam-malam begini? Kamu tahu sekarang sudah hampir pagi, Nia."
Dania mengkerut. Baiklah, sudah ketahuan dan rencana mencari tahu identitas peneror batal. Niatnya mau jadi penolong, lebih baik ditunda. Ujian dua hari lagi dan Dania tidak ingin kemarahan Bara jadi boomerang yang mengganggu konsentrasinya belajar.
"Maaf, Yah. Nia cuma mau buktiin sesuatu." Sepertinya Dania harus mulai terbuka pada Bara tentang Retno. Tetapi apa dia siap dengan resikonya?
Bara mengambil sesuatu di laci meja kerjanya. Ekspresi Bara sungguh sulit ditebak. Dania mendadak berkeringat dingin, entah karena gerah, padahal AC ruangan menyala, atau dia terlalu gugup.
"Kamu menyembunyikan hal yang paling Ayah benci, Nia." Bara melempar beberapa lembar foto di depan Dania. Tampak sekali kemarahan yang sekuat tenaga ditahan Bara.
Mata Dania membulat, tangannya gemetar mengambil foto yang bertebaran di dekat kakinya. Dia menutup mulut, air mata mengalir deras. Dania menangis tanpa suara, hanya isak yang terdengar pilu.
Dengan berjongkok diambilnya satu persatu foto dirinya dan Retno Andara. Bara mengetahui pertemuan yang dihadiahkan Anjas untuknya. Dania panik membuka semua foto, jangan sampai Anjas terlihat, bisa fatal akibatnya kalau sampai Bara tahu Anjas terlibat.
Matanya berhenti pada satu pose saat Retno memeluknya sebelum berpisah. Mereka berdua menangis bersama. Perih itu kembali datang, luka hati Dania kembali menganga lebar dan berdarah. Dengan deraian air mata yang menderas, Dania memeluk semua foto di dadanya.
Bara makin geram melihat Dania malah memeluk foto-foto itu. Dengan kasar Bara merampas dari genggamannya. Tanpa ampun Bara meremas, merobek, bahkan menginjak foto yang sudah hancur.
Dania memungut sobekan foto ibunya. "Ayah tidak tahu yang Nia rasakan. Ayah hanya mikirin perasaan sendiri. Ayah tidak pernah tahu apa yang Nia mau. Selama ini Nia cuma diam dan nurut apa kata Ayah. Tapi saat Bunda dalam bahaya, Nia nggak bisa diam lagi. Dania akan lawan meskipun itu Ayah orangnya."
Kalimat demi kalimat terucap begitu saja dari mulut Dania. Dia marah, sakit hati, sudah cukup dia mengerti tanpa pernah dimengerti. Dania berontak. Namun Bara lebih gesit, Dania tidak bisa kabur dari rumah, pengawal jumlahnya ditambah. Dania dibawa paksa ke kamarnya.
***
Praktis semua kegiatan dilakukan Dania di dalam rumah. Tidak ada yang berani melawan seorang Bara Brata Kusuma.
Setelah menangis lama, Dania mencuci mukanya. Melihat penampakan diri di cermin sambil bergumam, "apa yang kamu lakukan, Nia? Kamu menangis? Kamu lupa harus fokus selesaikan ujian akhir dengan nilai bagus. Lupakan sejenak soal mencari Bunda!"
Dania harus benar-benar mandiri dan berani mengambil keputusan. Salah atau benar itu resiko yang harus dia ambil.
Akhirnya seperti sebelum-sebelumnya, kali ini Dania tidak diijinkan keluar rumah kecuali sekolah. Bara sadar ujian hanya berlangsung beberapa hari. Dia berharap dengan hukuman dan terbatasnya gerak Dania bisa menambah fokus belajarnya.
Namun tidak bisa hilang egois dalam diri, Bara juga menghilangkan dua menu favorit putrinya.
***
Tiga part menjelang akhir, satu persatu clue terbuka. Masa lalu akan menjadi pelajaran berharga.
Sedih pas ngetik bagian Dania mengais sobekan fotonya bersama Bunda.😢
Selamat membaca, jangan sedih. Kita akan segera nemuin saat yang bahagia.
Saya tunggu vote dan komentarnya, ya. Makasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR MEMORIES ( TAMAT )
Novela JuvenilDania hidup enak, berkecukupan, mau apa tinggal bilang dan bim salabim, Bara-ayahnya-akan memberikan semuanya. Kehidupan yang nyaris sempurna tapi tak sama bagi Dania. Cinta masa remaja tak seperti harapannya. Sakit hati menjadi ujung rasa cinta yan...