Lima.

18 6 0
                                    

Hari ini, Bandung, 22 Juni 2019. Tercatat sebagai awal mula dari semuanya. Awal dari kisah kita.

🐾🐾🐾


Mereka masih terdiam di tepi danau. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Senja duduk sambil mengayun-ayunkan kakinya ke air. Fajar melempar-lempar kerikil ke danau.

Sesaat keadaan terasa canggung. Sampai akhirnya Fajar membuka suara.

“Kamu mau ga temenin aku jalan-jalan ke kebun teh?” Fajar menoleh dan menunggu respon dari Senja.

Senja hanya mengangguk kecil sebagai jawaban, “Tapi kita jalan aja. Kebun tehnya kan dekat,” Fajar pun mengangguk semangat.

Kapan lagi dia bisa mengajak jalan gadis yang katanya cuek dengan lelaki. Senja pun berdiri dan berjalan menuju kebun teh dikuti oleh Fajar di belakangnya.

Mereka melihat-lihat orang disana yang sedang memetik teh. Fajar pun penasaran, bagaimana rasanya memetik daun teh?

“Emm, Senja. Kamu bisa metik daun teh?” Senja pun mengangguk.

Mana mungkin dia tak bisa memetik daun teh, secara dia adalah gadis desa ini. Kalau hanya memetik daun teh saja anak sd disini juga bisa.

“Kamu mau ga ajarin aku metik daun teh?” Fajar menoleh ke arah Senja, menunggu gadis itu merespon. Senja kembali mengangguk.

“YEESSS!!” teriak Fajar kegirangan. Sampai semua orang disana memerhatikannya.

Fajar yang sadar akan hal itu langsung menutup mulutnya.

Mereka berdua pun memetik daun teh yang sudah siap untuk di petik. Fajar memerhatikan Senja yang sedari tadi hanya diam.

Bener kata Bi Inah, dia cuek. Tebakan Fajar tentang sikap gadis ini yang sedingin udara dikala senja pun benar adanya.

Tapi gapapa. Tenang aja Senja, aku akan buat kamu tersenyum bagaimana pun caranya. Sampai kamu lupa caranya menangis dan bersedih. Janji Fajar pada dirinya sendiri.

Ia akan memastikan bahwa dialah yang menjadi alasan Senja tertawa. Itu pasti.

Sekitar satu jam lebih sudah mereka habiskan untuk menjelajahi kebun teh. Kini mereka berdua tengah duduk di tempat makan yang ada disana.

“Kamu mau pesen apa?” tanya Fajar karena Senja hanya diam menatap daftar menu.

“Bakso aja,” kata Senja sambil menutup daftar menu.

Fajar pun menyebutkan pesanannya dan Senja. Mereka diam kembali. Fajar yang notabenya adalah anak yang suka bersosialisasi pun kurang nyaman dengan situasi ini.

Tapi dia juga bingung mau memulai pembicaraan dari mana. Makanan yang di pesan pun datang. Mereka makan dengan tenang. Tak ada obrolan.

Setelah selesai makan pun mereka masih tetap diam. Hari sudah mulai siang, matahari semakin menunjukan sinarnya.

“Rumah kamu dimana? Aku anter pulang ya??” tanya Fajar saat mereka telah kembali ke rumah pohon.

“Ga usah. Aku bisa jalan. Makasi traktirannya. Aku pulang,” Senja pun hendak berjalan pulang, tapi tangannya di pegang oleh Fajar.

Senja menatap Fajar dengan tatapan datar, lalu menarik tangannya.

“Eh.. Emm maaf. Aku cuma mau bilang makasih udah mau nemenin sama ngajarin aku metik daun teh, he.. heehhe,” Fajar menggaruk lehernya yang tak gatal.

Senja mengangguk lalu ia berjalan meninggalkan Fajar sendiri di dekat rumah pohon.

“YEEAAAYYYY!!! YESS!! YEES YESS YESS!!” teriakan Fajar membuat Senja membalikkan badannya, menatapnya dengan tatapan datar.

Fajar yang sadar dirinya ditatap pun langsung diam. Ia malu karena Senja melihat tingkahnya yang seperti itu.

Fajar hanya cengar-cengir. Senja pun melanjutkan jalannya.

Tanpa Senja sadari ia tersenyum tipis melihat tingkah Fajar. Ingat! Tersenyum tipis. Sangat tipis. Sampai tak ada orang yang sadar kalau ia tengah tersenyum.

Fajar melihat punggung Senja kian menjauh dari pandangannya. Ia pun naik ke rumah pohon dan berteriak dengan kencang.

“AAAAA!! AKHIRNYA AKU KETEMU SAMA SENJA! HABIS INI PASTI AKU SELALU BARENG DIA!! MAKASIH TUHAN! MAKASIIH..”

Fajar pun duduk di pinggir rumah pohonnya dengan napas yang ngos-ngosan habis berteriak.

“Hhh.. Haduhh.. Ternyata teriak tu capek ya,” katanya sambil mengatur napas.

Fajar tersenyum sambil menatap danau. Dia membayangkan apa yang akan dia dan Senja lakukan di hari esok, lusa dan seterusnya.

Membayangkannya saja sudah membuat Fajar tak bisa berhenti tersenyum. Yaa, anggap saja Fajar sudah gila.

Detak jantungnya pun kini kian menggila. Rasa itu lagi. Seperti ada ribuan kupu-kupu terbang di perutnya.

Ohh Tuhan, terimakasih Kau telah mendatangkan kebahagiaan pada Fajar. Senja, memang indah.

🐾🐾🐾

Kisah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang