36

93 23 9
                                    

"Bun, kok gini banget ya rasanya? Gugup. Padahal tadi masih biasa aja."

"Kak lo tuh yakin mau lamar Nara? Gak akan pergi-pergi lagi, kan? Gue bosen tau liat kalian berdua berantem terus, baikan, berantem lagi."

"Liat aja nanti, gue yang selalu lo katain gak serius bakal jadi orang yang paling bahagia nantinya."

"Tadi ada cewek depan rumah kayak nungguin lo gitu. Pas gue tanya siapa, dia langsung mendelik dan pergi gitu aja. Gak sopan kan? Lo yakin lagi gak ada masalah sama cewek lain?"

"Gue hamil."

"Hamil? Maksud lo apaan? Kalo lo hamil, kenapa lo bilang disini? Di acara lamaran gue sama Nara."

"Nggak, Bun. Lagian Seongwoo gak tertarik sama Eunbi. Gimana Eunbi bisa hamil anak Seongwoo, Bun."

"Kita batalin pernikahan kita!"

"Gue gak ngerti deh kenapa si Eunbi bisa hamil dan bilang itu anak lo? Mungkin gak kalo dia psikopat yang terobsesi sama lo?!"

Seongwoo membuka matanya dengan napas yang terengah-engah, juga peluh dingin yang membasahi tubuhnya.

Rentetan kejadian masa lalu bak film itu membuat kepalanya sakit sekali, hampir pecah.

Namun, saat bangun, lagi-lagi Seongwoo melupakan semuanya. Ia tidak tahu siapa yang berbicara pada siapa. Semuanya bagaikan lagu paling menyedihkan yang pernah ia dengar.

"Kamu kok belum bangun?"

Samar-samar Seongwoo dapat mendengar suara sang Bunda yang menghampirinya. Seongwoo memiringkan badannya dan menatap ke arah sang Bunda yang terlihat samar.

"Bunda..." lirih Seongwoo.

Bunda Seongwoo duduk di sampingnya, lalu memegangi dahi dan tubuh Seongwoo yang terasa dingin. "Kamu sakit, Woo?" tanya Bunda khawatir.

Seongwoo mengangguk pelan. Ia lalu memeluk sang Bunda dan menangis dalam pelukannya.

"Kok kamu nangis? Kamu kenapa? Ada masalah?" tanya Bunda seraya mengusap pucuk kepala Seongwoo.

"Hati Seongwoo sakit, Bunda. Rasanya ada sesuatu yang salah dan bikin Seongwoo merasa bersalah. Tapi Seongwoo gak inget apa itu. Rasanya nyakitin," kata Seongwoo.

Bunda mengelus Seongwoo. Merasa sangat simpati pada anak lelakinya. Biasanya ia selalu mencari masalah, namun sekarang ia justru kesulitan atas sesuatu yang mungkin saja tidak ia lakukan.

"Woo, kamu udah berusaha keras sampai hari ini. Tapi ibu mohon, kamu jangan terlalu maksa untuk ingat semuanya. Ada waktunya saat semuanya kembali dan yang hadir juga hilang. Sekarang tinggal kamu jalanin semuanya," kata Bunda.

Seongwoo terisak. Ia memeluk bundanya dengan erat, seolah tak ingin kehilangan. Hanya Bundanya yang saat ini peduli kepadanya dan selalu ada untuknya di saat Seongwoo membutuhkannya.

"Sekarang kamu bangun dan siap-siap. Acara pernikahan kamu bakal dimulai jam tiga sore nanti," ujar Bunda.

Seongwoo membeku dan tertegun. Hingga saat ini, ia tidak mengerti kenapa pada akhirnya ia harus menikah dengan Eunbi.

Hatinya tak mengingat apa pun, tanpa perasaan.

🌟🌟🌟

"Kak, mau kemana?" tanya Nara pada Minhyun yang sudah rapi mengenakan setelan berwarna hitam.

Minhyun menoleh ke arah Nara dan Seonho yang sedang sibuk melakukan pilates. "Temen nikah," kata Minhyun datar.

"Oh. Terus lo kapan mau nikah?" tanya Nara.

A Piece of Love (Ong Seongwoo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang