'12 - Hari Pertama (2)

480 89 16
                                    

(Note : Kayaknya aku bakal tetep pake nama Hansung)

(12)

"Bang. Taeseok berulah." bisik Jungkook dikala dia nyamperin Seokjin di rumah belakang. Lagi bantuin nyusun piring hidang.

Sorot mata Seokjin berubah tajam, tangannya sedikit mengepal. Hatinya jengah dengan keadaan yang tak pernah berubah.

"Nah gantiin abang."

Jungkook manggut nurut aja. Hingga Seokjin beranjak dan berlalu meninggalkan pekerjaan ini.

Ia lalu manggil ponakan sepupunya. Amor. Si kecil berkulit gelap kurus itu melompat-lompat hingga duduk di pangkuan Jungkook.

"Om Kook."

Jungkook nyengir, nyembulin gigi kelinci dia. Buka baju depan Amor, dan mengusak hidung bengirnya ke perut nyembul bocah itu.

Tawa ngakak Amor menggelegar mengelilingi ruangan.

Selang beberapa detik kemudian, mbak dari bapaknya Jungkook datang memegang sebotol susu Danc*w untuk Amor.

"Libur Kook?" ujar bi Nara, nyerahin botol susu ke Amor.

"Iya, bi. Tiba tiba rapat pihak sekolah atas. Karena katanya yang dateng rame, jadi siswa diliburin sehari. Bisa pas gitu ya sama acaranya mbak Jihyo jadi Jungkook bisa bantu-bantu." kata Jungkook panjang lebar, menjelaskan situasi agar tak terlalu banyak ditanya ini itu.

"Berarti Jimin juga libur? "

Jungkook nganggukin kepala.

Seolah gak ingin pembicaraan terhenti, Nara lanjut ngomong, "Sekolah kamu masih dibiayai Gongyoo, kamu gak malu ya, Kook. Harusnya si Doni itu biayain sekolah anak sendiri." celetuk bi Nara, mungkin menasihati atau mencibir. Namun Jungkook mengambil kata yang berbeda, menghina.

"Malu sih iya bi, kan om Gongyoo udah biayain bang Jongin di Jambi. Karena itulah, untuk bulan depan, Jungkook bakal ngomong buat hentiin biaya Jungkook. Biar Jungkook aja bayar uang bulanan sekolah sendiri." kata Jungkook lembut walau penuh penekanan, negasin kalo dia udah mampu megang duit sendiri namun penjelasannya menimbulkan nada remeh dari Nara.

"Masih kecil udah sombong kamu. Mirip ibu kamu." sinis bi Nara, dengan bola mata menyipit menyudutkan Jungkook dengan caranya.

Rahang Jungkook mengeras, menahan geraman marah lewat kepalan tangannya. Sama seperti Seokjin seharusnya dia udah terbiasa.

Ia menghela nafas berat, teringet omongan Taehyung kalo dia ampir lepas kendali.

Orang-orang di rumah kita, semakin tua semakin berpengalaman dalam pahit manisnya hidup. Jangan ambil buruknya, ambil baiknya mereka aja, karena mereka satu-satunya yang dapat bantu kita. Biarin sakit hati, yang penting enggak memecahkan keharmonisan keluarga yang tampak dari luar. Walau dalemnya enggak.

Saat itu Jungkook hanya berdecih dan pergi sebelum nonjok muka Yoongi, pas kedua kalinya ngehina ibunya sendiri. Seokjin maupun Jungkook punya dendam kecil berdampak pada Yoongi. Jungkook yakin kakak sepupu pucatnya itu memiliki rasa dendam dan murka yang sama, walau keliatan gak peduli.

"Yaudah. Jagain Amor dulu. Bibi mau liat mbak Jihyo kamu." akhir bi Nara, ngusap pelan surai Jungkook terus undur diri.

Jungkook berhasil menahan amarahnya, iya berhasil total. Berterima kasihlah pada perkataan Taehyung yang terngiang dimantiknya.

Ah iya, uang Taehyung masih di kantongnya. Diiket dengan karet biar enggak jatuh.

Sedang Seokjin, udah narik Hansung buat jauh dari rumah depan. Para tetangga yang kepo udah pergi, abang sepupunya yang paling tua seolah acuh. Nutup pintu konternya yang terletak tepat di sebelah rumah depan rapat-rapat.

Bukan Keluarga?! | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang