Sebelum-sebelumnya saat pulang kantor Rachel tidak seantusias ini untuk memoles wajahnya. Dia mulai mengeluarkan bedak, lipstik dan blush on dari tas slempangnya. Dia menyodorkan semua benda itu ke Meda—penata rias pribadinya.
"Kalau gue nggak sekantor sama lo, mau minta tolong siapa buat urusan beginian?" Meda mulai mengoleskan foundation dan meratakan dengan spons. Dia menatap Rachel yang memilih memejamkan mata. "Lihat dong. Biar lo bisa makeup-an sendiri."
Mata Rachel terbuka, memperhatikan tangan terampil Meda dari kaca. "Gue sebenernya tahu step-step nya. Tapi, gue takut jelek. Lo tahu kan gue paling nggak bisa urusan beginian?"
"Dulu gue juga nggak bisa. Terus, gue sekarang bisa."
"Iya kapan-kapan gue les privat sama lo. Udahlah buruan, Kak Billy udah otw ke sini."
Meda terdiam, sibuk memoles wajah Rachel dengan riasan natural. Saat hendak memakaikan pensil alis, Rachel segera berkelit.
"Gue nggak suka gituan Nyai Memed. Alis gue udah bagus," jawab Rachel sambil mengusap alis tebalnya. "Ini udah bagus!"
Kadang Meda iri melihat Rachel yang nyaris sempurna, tidak seperti dirinya yang harus mengenakan makeup dulu agar terlihat cantik. Apalagi, alis Rachel yang hitam dan lebat alami, berbeda dengan alisnya yang tipis. "Sini gue pakaiin blush on," pintanya sambil menarik dagu Rachel ke arahnya.
Rachel menatap sahabatnya yang terlihat serius itu. Bibir tipisnya tertarik ke atas. "Lo jangan nikah dulu ya, Med. Susah kalau lo udah nikah terus gue butuh bantuan."
Ucapan Rachel menyentil hati Meda. Gadis girly itu mundur beberapa langkah memperhatikan warna blush on yang dioleskan di pipi Rachel. Baru setelah itu dia menjawab, "Lagian gue juga jomblo, Hel. Sekali-kali kek lo kenalin gue ke temen lo."
Senyum Rachel terbit, ini pertama kalinya Meda meminta tolong untuk dicarikan pasangan. "Gimana kalau Rici? Temen sekelas gue waktu kuliah. Ganteng dia."
Meda menggeleng, di benaknya terbayang Rici si tampan, tapi pelitnya nggak ketulungan. "Lo mau tiap kencan gue yang bayarin?"
"Hahaha. Iya, ya. Gue lupa kalau Rici pelit."
"Yang lain dong. Yang ganteng."
Rachel mengernyit, mengingat siapa saja temannya yang masih jomlo. "Nanti deh gue cari. Kalau lo sama Brizan gue nggak setuju."
Gerakan Meda yang memoles bedak seketika terhenti. Dia menatap Rachel penuh tanya. "Kok gitu? Emang kenapa sama Kak Brizan?"
Satu tangan Rachel menarik tangan Meda agar melanjutkan kegiatannya. "Brizan itu playboy, dia bukan tipe cowok serius. Nanti lo bakal sakit hati."
"Tapi dia ganteng, baik juga. Buktinya dia nolongin gue," jawab Meda. "Kalau playboy ketemu cinta sejatinya dia juga bakal setia."
Rachel memperhatikan wajahnya yang tadi berminyak kini terlihat sedikit cantik. "Lo belum kenal Brizan. Dia itu jail banget, lo nggak akan kuat hadepin kejailnya," jawabnya. "Udah selesai, nih?"
"Tinggal pakai lipstick."
Tangan Rachel terangkat, melihat waktu yang terus berjalan. Dia buru-buru memoles lipstik lalu mengembalikan beberapa peralatan makeup. "Gue pergi dulu, ya. Doain kencan kali ini lancar." Setelah itu dia berlalu dari toilet.
Meda tersenyum kecut melihat sahabatnya itu. Dia menunduk, merasa jika Rachel tidak begitu perhatian kepadanya.
***
Billy memperhatikan gadis yang duduk di sampingnya. Dia mengernyit melihat pipi Rachel yang memerah. Secara keseluruhan Rachel cantik dengan makeup natural. Namun, Billy merasa wajah Rachel lebih cocok tanpa polesan makeup.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conqueror
General FictionTampan dan mapan. Dua kriteria itu pasti diinginkan para wanita, termasuk Rachel. Pernah dianggap rendah, membuatnya terpacu untuk memiliki keluarga yang dihormati. Sayang, Rachel justru harus melewati jalan naik turun untuk keinginannya itu. Apakah...