Dua orang itu bergandengan keluar lobi. Mereka melangkah menuju mobil putih. Saat tinggal beberapa langkah, wanita berbaju batik keluar dari sebuah mobil membuat Rachel menghentikan langkah. Dia merasa ada sesuatu yang akan terjadi.
"Rachel!" Wanita itu memanggil.
Rachel melepas genggaman dan mendekati wanita itu. "Tante, kapan datang?" tanyanya ke Mama Meda.
Mama Meda memeluk sahabat anaknya itu sekilas, lalu menatap Rachel yang berubah menjadi gadis yang sedikit lebih girly itu. "Barusan, mau jemput Meda," jawabnya. "Kamu makin cantik, Hel."
"Ah, Tante. Barusan Meda ke kantor, Tante."
"Nggak apa-apa. Tante disuruh nunggu bentar nanti siang balik."
Mendengar kalimat itu Rachel merasa Meda akan meninggalkannya. "Kok Meda nggak bilang mau balik, Tan?"
Mama Meda tidak tahu jika anaknya itu belum cerita. "Tante kira udah cerita kamu. Meda mau tinggal sama Tante."
"Tinggal? Jadi, dia nggak di sini lagi?" tanya Rachel dengan suara kencang.
Brizan yang masih berdiri posisinya segera mendekat. Dia memperhatikan wajah Rachel yang memerah. "Kenapa?"
"Tan. Rachel mau nyusul Meda dulu." Pamit Rachel lalu menarik tangan Brizan.
Brizan yang sama sekali tidak mengerti dengan kepanikan Rachel mengernyit. "Kita mau ke mana, Sayang?"
Rachel berbalik dengan air mata menggenang di pelupuk mata. "Meda mau tinggal sama mamanya di Padang, pasti ini gara-gara kemarin dia ninggalin gue."
Brizan mengusap pundak Rachel agar gadis itu tenang. "Ya udah, ayo."
Tak lama kemudian mereka sampai di tempat kerja Rachel. Mereka segera berlari ke ruang HRD dan bertepatan dengan Meda yang baru keluar. Rachel segera menarik sahabatnya itu dengan kencang. "Lo kenapa nggak cerita?" tanyanya to the point.
Meda menoleh ke belakang, mencari tahu tindakan Rachel. Namun, gelengan dari Brizan membuat Meda menghela napas panjang. "Cerita apa?"
Rachel mundur beberapa langkah. Dia menunduk dengan bahu bergetar. "Lo mau menetap di Padang? Apa karena masalah kemarin lo ninggalin gue?"
Mendengar itu Meda segera mendekat. Dia menarik Rachel ke dalam pelukan. Sebenarnya memang alasan itu Meda ingin kembali. Bagaimanapun dia juga butuh waktu untuk sendiri. Dia belum sanggup melihat lelaki yang dicintai selalu bersama sahabatnya. "Gue butuh waktu, Hel. Hiks."
Sontak Rachel melepas pelukan. Dia menggeleng tegas, mencoba mengenyahkan dugaannya. "Bukan masalah kemarin, kan?"
"Sorry, itu salah satunya." Meda mengalihkan pandang. Air matanya turun membasahi pipi. Sebenarnya dia tidak ingin berjauhan dengan Rachel. Bertahun-tahun mereka hidup bersama dan Meda menganggap Rachel adiknya sendiri. "Mungkin setahun dua tahun gue balik," katanya mencoba menghibur.
Rachel menggeleng tegas, inilah yang paling ditakutkan. "Apa yang harus gue perbuat? Gue bisa lepas Brizan asal lo jangan pergi!"
Brizan yang sejak tadi diam seketika melotot. Dia menggaruk tengkuk, baru saja kemarin berbaikan sekarang harus terlepas lagi.
Meda yang melihat raut Brizan langsung terkekeh. "Jangan ngomong gitu. Lihat Kak Brizan kayak mau makan lo."
Perlahan Rachel menoleh, melihat kemarahan dan kesedihan Brizan. Dia kembali menatap Meda dan kembali berusaha membujuk. "Please. Kalau nggak ada lo gue sama siapa di apartemen?" rengeknya. Tak lama dia ingat dengan percakapan tadi pagi. "Jangan-jangan lo udah ngerencanain ini? Lo tadi sempat bahas kalau lo nggak ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conqueror
General FictionTampan dan mapan. Dua kriteria itu pasti diinginkan para wanita, termasuk Rachel. Pernah dianggap rendah, membuatnya terpacu untuk memiliki keluarga yang dihormati. Sayang, Rachel justru harus melewati jalan naik turun untuk keinginannya itu. Apakah...