"Kalau gue serius sama lo apa yang bakal lo lakuin, Hel?" Billy berpindah posisi di samping Rachel. Dia menggenggam tangan gadis itu dengan erat. Membuat Rachel bingung harus berkata apa.
"Em... Lihat ke depannya aja," jawab Rachel diakhiri dengan senyuman.
Katakan Billy egois karena mendekati Rachel dan tidak memikirkan perasaan adiknya. Dia yakin jika Brizan pasti bisa mendapat wanita lain. Sedangkan Billy tidak, dia sulit jatuh cinta dan sulit untuk melupakan. Sangat bertolak belakang dengan Brizan. "Gue harap Brizan bahagia sama Meda," ucapnya membuat air mata Rachel menggenang.
Rachel melepas genggaman tangan lalu memilih melanjutkan makan. Tindakan itu tidak luput dari perhatian Billy. Dia tahu jika Rachel selalu berubah ekspresi jika membahas Brizan.
Billy berdiri, kembali ke posisi duduknya. Mereka melanjutkan makan dalam diam. Sesekali Billy melirik Rachel yang memakan dengan tidak lahap. Berbeda dengan sebelum-sebelumnya.
***
Tepat seminggu Rachel menginap di apartemen Raka. Selama itu dia merasa memiliki apartemen itu seorang diri. Bagaimana tidak, kakaknya sibuk dengan pacar barunya. Namun, Rachel cukup senang karena dengan begitu bisa merenung tanpa ada pengganggu.
"Hel! Rachel!"
Teriakan kencang itu membuat suasana apartemen tidak lagi damai. Rachel mengangkat wajah memperhatikan lelaki yang baru masuk dapur. "Apartemen lo nggak segede hutan, Bang. Jangan teriak."
Raka mendekat dan memperhatikan wajah segar adiknya. Diam-diam dia tersenyum senang dengan perubahan Rachel. "Lo nggak galau lagi, kan?"
Rachel mendengus, sebenarnya hatinya masih tetap mellow. Namun, dia tidak akan mau mengaku. "Lo habis dari mana?" tanyanya memilih topik lain.
"Rahasia dong." Raka menarik kursi di depan Rachel. Dia bertopang dagu memperhatikan wajah adiknya sekali lagi. "Lo udah bisa terima kenyataan?"
"Huh...." Rachel menghela napas panjang, sudah berusaha mengalihkan topik tetap saja yang dibahas itu-itu saja. "Udah."
"Seneng dengernya. Hubungan lo sama abangnya Birzy gimana?"
Nafsu makan Rachel seketika hilang. Dia mendorong sereal di depannya lalu mengalihkan pandang. "Baik kok."
Selama seminggu Rachel selalu berhubungan baik dengan Billy, sedangkan Brizan tidak. Bukannya menghindar, hanya saja setiap bertemu Brizan pasti selalu ada Meda. Tanpa sadar Rachel membuang napas berat, membuat Raka mengernyit heran.
"Yang bener?"
"Apanya yang bener?" tanya Rachel tak mengerti.
Tet!
Pintu apartemen berbunyi, terpaksa Raka mengakhiri topik pembicaraan. Dia beranjak menuju pintu. Saat pintu telah terbuka dia tersentak dan hendak mendorong pintu itu lagi. Namun, lelaki di depannya lebih dulu menahan.
"Papa mau ngomong sama kamu, Bang."
Rachel yang baru bergabung mengeryit melihat papanya. Dia mendekat dan menatap papanya yang terlihat segar. "Papa ngapain ke sini?"
Rifat tersenyum ke anak perempuannya. Dia menyelinap masuk dan menarik Rachel ke dalam pelukan. "Setiap malam papa terus kepikiran kamu."
Jantung Rachel berdetak cepat. Dalam hati menebak apa masih ada ikatan batin antara dirinya dan sang papa? Ragu-ragu Rachel membalas pelukan itu lalu terisak pelan.
Melihat adiknya yang seperti menumpahkan kesedihannya, Raka memilih diam. Andai Rachel tidak membalas pelukan pria itu tentu Raka akan langsung mengusir.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conqueror
General FictionTampan dan mapan. Dua kriteria itu pasti diinginkan para wanita, termasuk Rachel. Pernah dianggap rendah, membuatnya terpacu untuk memiliki keluarga yang dihormati. Sayang, Rachel justru harus melewati jalan naik turun untuk keinginannya itu. Apakah...