Hari kedua liburan, Rachel lebih banyak mengerucutkan bibir. Bagaimana tidak, Brizan kembali memilih spot wisata bawah laut. Namun, kali ini tidak mengikutsertakan Rachel, membuat gadis itu gondok. "Gue ikut, ya!"
Brizan menggeleng sambil memasang pakaian menyelam. Dia lalu mengangkat wajah menatap Rachel yang duduk di hadapannya itu. "Gue mau nyelam, Sayang."
"Ya udah, sih, gue ikut," pinta Rachel.
Mendengar itu Brizan menghela napas. Dia mendekat dan menyentuh sisi kepala Rachel. Ibu jarinya lalu mengusap pipi yang sedikit menggembung itu. "Lo belum punya sertifikat. Ikut pelatihan dulu, kalau udah, gue ajak nyelam."
Kedua alis Rachel hampir bertaut. Dia kira untuk menyelam hanya perlu keberanian dan alat saja, ternyata tidak segampang itu. "Emang harus gitu?"
Brizan mengangguk lalu melirik pemandu wisata. "Coba tanya, Bli-nya."
Pemadu berambut gondrong itu mengangguk dengan senyum tertahan. "Kayak gitu."
Brizan kembali menatap Rachel. "Lagian gue mau ketemu manta sama mola-mola. Lo yakin berani?"
Bayangan ikan besar langsung menyergap pikiran Rachel. "Ya udah, kalau gitu hati-hati," ucapnya khawatir.
Senyum Brizan mengembang. Dia menoleh ke kanan dan kiri, saat tidak ada orang yang menatap, dia mencium bibir Rachel cepat. "Gini dong nurut."
Rachel tersenyum malu-malu. Dia mendorong Brizan saat pipinya terasa panas.
"Nanti gue kasih oleh-oleh, deh," kata Brizan agar Rachel tidak lagi cemberut.
"Oleh-oleh apa? Kan, lo cuma nyelam."
"Ada, deh!" Brizan mengedipkan mata genit.
Tak lama speadboat itu berhenti. Brizan dan pemandu mulai mengecek ulang. Mulai dari tabung oksigen, regulator, oktopus—sambungan selang regulator dari mulut—dan memasang masker. Setelah semuanya dicek ulang, pemandu itu turun lebih dulu.
Brizan melambaikan tangan. Dia perlahan turun dan menyelami laut jernih itu. Di atas speadboat Rachel diam menunggu. Dia bertopang dagu penasaran dengan pemandangan di bawah. Namun apa daya, dia tidak bisa ikut menyelam.
Untuk membunuh kebosanan, Rachel mengambil kamera dari tas Brizan. Dia mulai mengabadikan momen sekitar dan tidak lupa berselfie. Entah berapa lama, dia sibuk dengan kamera hitam itu hingga mulai bosan.
Rachel menunduk, berharap Brizan segera naik ke permukaan. Bibirnya perlahan tertarik ke atas, senang karena Brizan memberikan pengalaman baru. Berkali-kali Rachel ke Bali, hanya ke pantai dan menatap indahnya air laut dari atas pasir. Sebelumnya dia tidak pernah mencoba untuk snorkeling. Kemarin adalah pengalaman pertama. "Gue jadi pengen snorkeling lagi."
Suasana pantai yang damai membuat pikiran Rachel kembali bekerja. Dia ingat dengan Billy dan Meda yang ditinggalkan tanpa pesan apapun. Jangankan memberi kabar, ponselnya saja disita oleh Brizan. Lelaki itu sama sekali tidak ingin Rachel berkomunikasi dengan siapapun yang berada di Jakarta.
Air mata Rachel perlahan turun. Andai bisa dia tidak ingin kembali. Dia betah di Bali bersama Brizan. Dada Rachel mulai.terasa sesak. Dia tidak bisa membayangkan sekembalinya dari Bali akan seperti apa hubungannya dengan Brizan.
"Hiks!" Rachel tidak sanggup berjauhan dengan Brizan. Namun, dia juga tidak sanggup bersaing dengan sahabatnya sendiri.
***
Di tengah hiruk pikuk kota, dua orang duduk berhadapan. Mereka sama-sama khawatir dengan dua orang yang menghilang tanpa kabar. Adalah Billy yang bingung mencari keberadaan Rachel. Adalah Meda yang takut terjadi sesuatu dengan Brizan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conqueror
General FictionTampan dan mapan. Dua kriteria itu pasti diinginkan para wanita, termasuk Rachel. Pernah dianggap rendah, membuatnya terpacu untuk memiliki keluarga yang dihormati. Sayang, Rachel justru harus melewati jalan naik turun untuk keinginannya itu. Apakah...