05). Waktu yang bicara

4 1 0
                                    

Assalamualaikum readers, cerita IDA kembali update, semoga suka ya. Selamat menikmati.

*  * *

"Kalau belum jangan terlalu dipaksakan untuk melupakan, karena semakin di paksa akan semakin susah. Biarkan saja waktu yang menentukan, karena waktu yang mempertemukan kalian dan waktu juga yang akan menghapus memori tentang kalian."

*
*
*
HAPPY READING READERS 😍
*
*
*

Selamat membaca 😊

________________________________

BRAAAKKK!!!

Suara pintu yang di tutup dengan cukup keras membuat Amalia sedikit tersentak. Dengan gerakan cepat ia langsung keluar kamar untuk melihat apa yang terjadi.

Ketika keluar dari kamarnya Amalia langsung berhadapan dengan kedua orangtuanya yang baru saja masuk ke dalam rumah.

"Assalamualaikum," ucap Liana lembut.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatu, ada apa Mak?" tanya Amalia langsung.

Bukannya menjawab, Liana malah tersenyum singkat. Sedangkan ayah Amalia, langsung berlalu pergi menuju dapur sepertinya ia lelah.

Tidak lama setelah itu, Aflan keluar dari kamarnya dengan wajah kusut seperti pakaian belum di setrika selama  lima bulan. Wajahnya putih sekarang terlihatmemerah, mungkin saja karena terkena paparan sinar matahari ketika bermain bola tadi. Amalia yakini wajah putih Aflan akan menggelap di esok hari. Sebenernya Amalia ingin tertawa melihatnya, akan tetapi dilihat dari mood adiknya itu sepertinya saat ini waktunya tidaklah pas.

"Kenapa?"

Amalia mencoba bertanya dengan nada rendah. Melihat adiknya itu yang sepertinya masih terbawa emosi, jika ia meninggikan suaranya sudah dapat di pastikan kegaduhan akan mengikuti merrka. Apalagi suara dobrakan pintu yang cukup keras tadi, Amalia yakini adalah ulah Aflan.

Ternyata bukan hanya wanita yang mood nya berubah-ubah. Laki-laki juga, contohnya adalah Aflan.

"Tanya aja sama mantan, kakak."

Dahi Amalia berkerut. Tentunya juga kaget.

Mendengar kata mantan yang keluar dari mulut Aflan, membuat Amalia langsung teringat dengan satu nama.

"Mantan? Ardi maksudnya?" tebak Amalia.

Apalagi ini? Amalia berharap tidak ada hal buruk setelah putusnya hubungan mereka. Namun, mendengar ucapan Aflan barusan. Amalia yakin, bahwa ada hal yang tidak baik telah terjadi.

"Bilang sama dia jadi pelatih nggak usah pilih kasih. Maen di lapangan itu bukan perorangan tetapi satu tim. Kalau nggak ada tim, nggak mungkin juga bisa juara. Nggak mungkin juga si Bimo bisa menang sendiri, kan tanpa kami.!!" nada suara Aflan mulai meninggi.

"Bimo? Dia lagi?" Amalia menghela napas cukup dalam.

Ardi memang sering kali terlihat menspesialkan salah satu anak didiknya ini. Bahkan Amalia juga sering menyaksikannya.

Ketika Bumi tidak datang untuk ikut turnamen, Ardi akan menyusul anak itu ke rumahnya langsung. Dan akan selalu bertanya kepada orangtuanya ketika Bimo tidak latihan.

Bahkan hal itu tidak pernah ia lakukan untuk Aflan yang notabenya adalah adik Amalia, yang merupakan pacarnya sendiri. Bahkan Amalia tidak habis pikir dengan sikap Ardi yang satu ini.

Imam Dari AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang