Bila memupuk rindu dan akhirnya bersua sudah menjadi imbalan yang setimpal. Maka Ale sudah melakukannya selama ini. Walau akhirnya bersua untuk berpisah kembali.
"Bang satu hari lagi saja ya, disini sama mama, masih kangen.." bujuk Anya kepada abangnya. Padahal mereka sudah siap pergi. Sudah berada di stasiun.
"Besok masuk sekolah Kanea, jangan aneh-aneh" Mama menyahut. Memakaikan tas pink bergambar barbie milik Anya. Menyerahkan sekresek snack, dan tas baju punya Anya ke Ale. Ale menarik Anya untuk berdiri di dekatnya, menggenggam tangan Anya, dan lalu menyalimi Mama.
"Jaga diri Al. Jaga adik kamu. Telepon mama kalau ada apa-apa" pesan Mama yang diangguki Ale sebelum mereka berdua naik ke kereta.
Bagaskara, jika sinarmu menggemuruhkan semangat di pagi hari, maka untuk siang ini tolong sedikitlah redup. Tapi jangan sampai payoda hitam menggantikan tempatmu. Hujan di siang ini sedikit tidak cocok untuk seseorang.
Ale membenarkan topi Anya yang sedikit miring. Siang ini benar-benar panas. Bagaskara di atas sana sedang semangat memanggang bumi sepertinya. Kereta yang mereka tumpangi baru saja sampai di kota mereka tinggal.
Anya tiba-tiba menarik kaos Ale membuat Ale menoleh padanya. "itu.." tunjuk jari Anya ke arah barat. Ale mengikuti arah pandang Adiknya. Seorang gadis dengan terusan biru laut yang lusuh dan rambut kepang yang berantakan. Gadis itu berjongkok di sudut tembok dengan kepala yang ia benamkan di antara lutut. Entah sedang apa ia disana.
"Itu kayak kakak yang kemarin kan bang" Anya berucap tak yakin. Kemarin yang dimaksud adiknya bukan di dalam kereta putih bercorak dua garis biru melainkan di kota seribu seniman, di jalan Malioboro yang ia dan adiknya singgahi sebentar.
Kemarin,
Anya melompat-lompat kecil berjalan di sebelah Ale. Seperti malam minggu biasanya, kota wisata ini banyak pengunjung. Jalan yang menjadi jantung kota Jogja, tiang-tiang lampu yang berjajar, dan pedagang-pedagang di pinggir jalan. Semuanya menarik mata. Bahkan lampu yang berpendar redup dan berkelip-kelip hampir mati di salah satu tiang pun menyita perhatian. Angin bertiup sedikit kencang, menggerakkan rambut depan Ale yang memang sedikit panjang. Bermain tebak-tebakan di game handphone memang seru, yang tidak seru itu jika takdir yang mengajak kita bermain itu.
"Aduh" Anya mengaduh. Mendengar suara Anya, Ale menoleh ke adiknya. Dan itu dia, di antara banyaknya orang di jalan ini, diantara banyak warna baju di dunia ini, kenapa yang berpapasan dengannya saat ini adalah si rambut kepang yang tadi di kereta. Biru laut yang terlihat lusuh. Adiknya tidak sengaja menabrak gadis itu. Tidak sampai terjatuh, hanya mengaduh karena terkejut.
"Maaf, maaf. Adik saya ceroboh" Ale berkata sambil merunduk untuk memungut sebotol aqua yang terjatuh dan menggelinding dari tangan gadis itu. Diberikannya botol itu ke yang punya. Gadis itu mengambilnya dari tangan Ale. Lalu mengangguk sekali dan berlalu pergi. Gadis itu berjalan sambil menunduk melihat dengan saksama sobekan kertas di tangannya.
Entah, bila semesta dapat berbicara sekarang mungkin ia akan membisikkan sesuatu di telinga Ale. Sesuatu yang rahasia.
~~~
Anya menarik kresek snack yang diberikan Mama tadi dari tangan Ale. Snack itu masih utuh, selama perjalanan di kereta keduanya tidak minat memakan satu pun. Sebelum Ale sempat bertanya, Anya terlebih dahulu melepas genggaman tangannya dari Ale dan berlari ke arah barat, ke tempat gadis berambut kepang itu. Ale hanya mengamati dari tempatnya berdiri, tidak merasa harus menghampiri mereka. Dari sini ia melihat adiknya memberikan kresek snack dan berbicara dengan gadis itu. Entah apa yang mereka bicarakan Ale tidak tau. Ale melihat senyum yang samar dari gadis itu dan Anya melambaikan tangan padanya, berlari kembali ke tempat Ale.
"Ayo bang" ajak adiknya. Gadis itu masih melihat ke arah adiknya yang otomatis juga melihat ke arah Ale. Ia melambaikan tangan ke arah adiknya dan adiknya pun membalas dengan lambaian tangan yang sama.
Untuk sarayu yang bersemilir di siang ini, tolong perhatikan mereka. Siapa tau mereka memang satu dari bagian takdir yang akan terulang. Dan untuk nabastala biru yang cerah siang ini, jangan bertanya pada semesta karena semesta hanya bisa bicara tanpa bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuhan Sayang Kamu
Ficção AdolescenteKisah yang kali ini akan bergulir memang sebatas kisah klise dengan dia yang menjadi sebab adanya kisah klasik ini. Dia yang menjadi alasan adanya pertanggung jawaban semesta atas candaannya yang tidak biasa. Sebelumnya terima kasih atas kehadiranny...