Bagian 4

30 4 6
                                    

"Kei, itu satunya lagi punya siapa?" tanya Alina yang heran kenapa Keila membawa dua buah lukisan ke sekolah, karena Bu Yanti, Guru Seni Budaya hanya memberi tugas membuat satu lukisan untuk setiap siswa.

"Hmm itu" jawab Keila gugup

Belum sempat Keila menjawab, seseorang memanggil Keila dari pintu kelas. Ia menghampiri orang tersebut, mereka berbincang sebentar. Lalu Keila kembali ke tempat duduknya, dan mengambil satu lukisannya.

"Bentar ya," pamit Keila kepada teman-temannya, lalu ia berjalan keluar kelas.

Alina dan Fesya saling lirik, dengan tatapan penuh tanda tanya. Akhirnya, mereka mengikuti Keila dari belakang. Keila berhenti di depan kelas XI IPA 2. Lalu, sekelompok geng yang beranggotakan tiga orang cewek, keluar dari kelas tersebut. Keila memberikan lukisan tersebut kepada ketua gengnya, Nadine.

"Ada apa ini?" tanya Fesya

"Bukan urusan lo" jawab Nadine ketus.

"Kei, ada apa?" tanya Alina lembut, tetapi Keila tidak menjawab.

"Dia yang bikinin tugas melukis gue. Kenapa? Masalah buat kalian?" tanya Nadine dengan nada meninggi.

"Lo kok mau aja sih Kei," bisik Alina kepada Keila. Alina tau kenapa Nadine memanfaatkan Keila untuk membuat tugasnya, selain Keila memang sangat berbakat di bidang seni lukis, papa Keila juga bekerja di perusahan yang mama Nadine pimpin. Alina yakin, Nadine mengambil kesempatan karena itu.

Nadine yang mendengar bisikan Alina tersebut langsung menghampiri Alina dan mendorongnya kasar.

"Urusan lo apa?" tanya Nadine dengan nada meninggi. Ya, Nadine memang sangat benci kepada Alina. Mereka sudah bermusuhan sejak kelas sepuluh. Nadine dendam kepada Alina, karena ia merasa Alina merebut Varo darinya. Padahal Varo memang tidak menyukainya.

Alina yang tidak terima mendorong balik Nadine, tapi tanpa sengaja tasnya Nadine jatuh ke lumpur bekas hujan tadi malam.

"Lo tau gak harga tas gue itu berapa?" tanya Nadine geram sambil menunjuk tasnya yang sudah bergelimang lumpur. "sepuluh juta, dan gue gak mau tau lo harus ganti tas gue" sambungnya.

"Halah, kena lumpur doang, dilap dikit juga bagus lagi. Katanya tas mahal, ya gak bakal mudah rusak lah" ejek Fesya.

"Diem lo!" bentak Nadine.

Pertengkeran mereka mengundang perhatian orang sekitar. Semua siswa berkerumun seolah-olah sedang menonton pertunjukan.

"Kenapa? Lo gak punya uang ya buat ganti?" tanya Nadine tersenyum sinis kepada Alina.

"Kenapa diam?" Nadine menaikkan dagunya.

"Lo tinggal pilih, ganti tas gue atau beasiswa lo dicabut?" Nadine memberikan Alina dua pilihan. Nadine bisa bertindak seenaknya seperti ini karena kepala sekolah adalah papa-nya.

"Oke, gue akan ganti tas lo." Sebenarnya, ia tidak punya uang, tapi mau tidak mau Alina harus memilih pilihan pertama, karena kalau beasiswa Alina dicabut, maka ia tidak akan bisa melanjutkan sekolah. Tapi kalau ganti tasnya Nadine, ia juga tau dimana mendapatkan uang sebanyak itu.

"Gue kasih elo waktu satu bulan. Kurang baik apa kan gue?" ucap Nadine mendongakkan dagu Alina, lalu beranjak meninggalkannya.

***

"Alina, maafin gue ya, semua ini gara-gara gue" pinta Keila

"Gapapa kok Kei, bukan salah lo" ucap Alina tersenyum tipis.

"Ini salah gue juga Lin, gue penyebab awalnya. Maafin gue ya. Gue lakuin ini karena Nadine ngancem gue, kalo gue gamau, dia bakal nyuruh mamanya buat mecat papa gue" jelas Keila.

"Kita patungan ya buat ganti tasnya Nadine itu, bagi dua" pinta Keila kepada Alina

Alina menatap mata sahabatnya itu, ia tau kondisi dan keadaan keluarganya. Mama Keila mengidap kanker tulang, dan dia juga memiliki dua orang adik. Tidak mungkin dia meminta Keila untuk membantunya mengganti tas tersebut.

"Gausah Kei, yang dorong dia kan gue, bukan elo, jadi lo gasalah. Ini salah gue."

"Maafin gue Lin" Keila memeluk Alina, dan menangis. Alina membalas pelukkan itu, mengelus rambut Keila lembut.

"Gapapa Kei, Jangan nangis ya, senyum dong" ucap Alina menghapus air mata Keila ketika Keila melepaskan pelukkannya.

Keila mengangguk dan tersenyum

***

Jam istirahat telah dimulai, tapi Alina memilih tetap tinggal di kelas. Ketika sahabat-sahabatnya bertanya, Alina menjawab kalau dia tidak lapar.

Ia tinggal sendirian di kelas, duduk di kursinya, dengan kepalanya di atas meja. Lalu terdengar bunyi langkah kaki seseorang yang masuk ke kelas, Alina tidak menghiraukan langkah kaki itu. Akan tetapi, langkah kaki itu semakin dekat. Orang itu menghampiri Alina.

"Alina" panggil orang itu.

"Apa?" jawab Alina tanpa menoleh ke sumber suara.

"Lo gapapa kan?" tanya orang itu khawatir.

Alina membalikan badannya, ke orang tersebut. "Gue gapapa, Ga"

"Na, gue tadi denger si Nadine itu bilang lo sekolah di sini karena beasiswa. Maaf, bukannya keluarga lo bisa ya bayar?" tanya Erga hati-hati.

Alina tidak menjawab. Erga merasa tidak enak hati, ia takut pertanyaan tadi menyinggung Alina.

"Banyak hal yang terjadi ketika gue pergi ya?" tanya Erga lembut.

Alina mengangguk lemas. Lalu ia merasakan matanya panas.

"Gue ke toilet dulu ya" pamit Alina meninggalkan Erga sendirian. Ia sudah tidak dapat menahan air matanya keluar. Ia juga tidak ingin Erga melihatnya menangis.

***

Haiii maaf ya baru update
Jangan lupa vote dan komen
Krisarnya juga 🥰
Love you ❤️❤️

DON'T GO (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang