*datang satu kali, jika terlewat kamu bisa menyesal atau tidak. Jika pun datang lagi, itu keberuntungan.
.
.
.
Praga pulang pukul 11.45 malam, ya pak dosen tentu tak membiarkan ia pulang. Kalau saja Praga tidak meng'iya-kan keinginan dosen, 'psikopat' itu."Apa kita akan berlanjut di ranjang saya saja, kalau begitu?"
Pemuda sedikit gondrong itu menggelengkan kepala, frustasi mengingat kelakuan dosen yang dia kata 'menculiknya' itu. Bahkan dia lupa menanyakan nama aslinya, sangking merinding sendiri. Ya Praga, selamat datang di hukum karma.
"Dia ngapain lu?" Praga masih melamun sambil jalan dekat gazebo, kalau saja suara itu tidak membuatnya kaget. Suara bariton Andreas yang duduk bersidekap, dengan wajah kesal.
Lelaki hindi itu berdiri, menghampiri Praga yang bengong malah balik mempertanyakan keberadaanya disana.
"Sudah jelaskan."
"Hah?"
"Gue nungguin lu, gebleg. Dia antar lu balik? Lu gak diapa-apainkan sama si tua bangka tadi?" Andreas memeriksa dengan mengamati Praga, memutar lelaki itu ke kiri kanan. Dari pucuk rambut sampai ujung kaki, yang di periksa malah tertawa geli. "Gue khawatir, Pra! Lu malah ketawa."
"Haha, ya habis lu kayak emak gue aja ah. Sancay, eh santuy Hindi.. gue fine!" Praga berputar badan, mengangkat dua tangannya sekalian. "Lihat-lihat, gue masih cakep kan?"
Jitakkan mendarat, kesal rasa cemasnya ternyata tidak berguna. Andreas misuh balik kanan, ngambek menuju kamarnya. Praga mengekori merasa bersalah, sambil berbisik apa induk semangnya tidak mencarinya tadi? Tapi yang ditanya menjawab dengan, raut wajah kesal-mata melotot mulut komat kamit.
"Lu ya.. kalau gue gak nunggu lu pulang. Tuh gerbang udah ditutup pak Gibran sejak tadi!" (For information-misuanya induk semang).
Kepala Praga ditoyor pakai ujung telunjuk tangan kiri Andreas, gemas betul dia sama sobatnya ini. Praga ngusap perih keningnya yang terkena kuku panjang si hindi, kayanya belum potong kuku dia.
"Hehe, makasih loh bro.." pasang muka sok kecakepan.
"Gak. Gue ngambek, sebelum lu ceritain. Apa yang terjadi, sama lu dan si tua bangka itu."
"Pak dosen.."
"Bodo amat!"
"Hahaha! Ya udah, masuk yuk. Entar gue jelasin di kamar, dingin di sini banyak yang ngeliatin." Ajak Praga naik ke lantai dua, masuk ke dalam kamar. Andreas celingak-celinguk, nyari siapa yang ngeliatin mereka, tapi gak ada anak kos yang keluar kamar.
* * * *
Gak semua hal bisa gue jelasin, ada beberapa yang gue tutupin dari Andreas. Perasaan gak mau kehilangan sohib, atau ketauan aib. Adalah alasan kenapa gue, terpaksa jadi pembohong sekarang.
Dua cangkir susu coklat hangat di atas meja, kami duduk bersila berhadapan. Andreas masih dengan wajah serius, mempertanyakan apa yang gue lakuin dengan pak dosen tadi.
Terimakasih sekali, Andreas masih menghawatirkan gue. Tapi, ini jadi beban hati tersendiri buat gue.
"Dia cuma nawarin gue buat jadi asisten dosen, bantuin nela'ah skripsi mahasiswanya dia aja. Gak lebih." Jawab gue jujur.
"Tapi dia bukan dosen di kampus kita, mana bisa?" Andreas masih curiga.
Gue angkat bahu, gak tau juga kenapa. "Mungkin dia tau, dari mahasiswanya yang pernah ke kosan gue kali."
"Maksud lu?"
"Yaa.. lu kan pernah tanya. Kenapa banyak banget orang yang, datang ke kosan bahkan ke kamar gue. Mereka itu orang-orang yang minta jasa buat bikin skripsi ke gue, atau sekedar tugas kampus gitu. Nah.. mungkin, salah satu langganan gue, bocorin gue ke dosennya. Ya gila aja sih, gue emang mau di tuntut, tapi.. haha.. gue juga gak nyangka. Malah gue di suruh jadi asisten dosen, tapi bukan di kampus, cuma magang lepas gitu. Part time-lah.." jelas gue, walau masalah surat perjanjian atau sex itu lebih bagus gak diceritain.

KAMU SEDANG MEMBACA
JUAL CINTA BENTUK SKRIPSI 🔞
De Todo[publikasi ulang tanpa editing] 🚻Perhatian: cerita berbahasa kadang kasar, memang di buat seperti itu. Untuk pembaca remaja, atau dewasa mohon ambil baiknya, buang keburukannya. Terimakasih. . . . Mahasiswa tingkat akhir, punya masalah mereka sendi...