*cem.bu.ru
: Banyak maknanya, tapi kali ini. Untuk rasa yang mana?
.
.
.
Mereka bertatapan, mereka berhadapan. Dua manusia berbadan tinggi, gagah, muscle. Ibarat tontonan WWF siap saling banting, sayang.. Praga tak dapat pop corn rupanya."Kalian yakin mau gelut di sini?"tanyaku malas. Mereka melirikku, saling buang muka, satu duduk di kursi kanan, sementara satunya lagi menyerahkan bungkusan obat untuk diminum tiga hari ke depan.
"Terimakasih,"
"Gak usah, udah kewajiban gue." Aku mengerutkan kening tak paham. Apa dia merasa bersalah?
"Nanti uangnya aku ganti,"
"Gak usah. Lu istirahat aja Pra, ga usah ngerasa berhutang sama dia. Toh ini emang salahnya ni orang." Ujar Andreas dingin, melirik pada Airen yang tersenyum sinis.
"Bukannya lu harus kerja ya, ngapain lu malah cari gara-gara sama gue di sini."
"Gue lebih khawatir Praga kenapa-kenapa di urus sama lu, jadi mendingan lu ngampus sana."
"Hahaha, hidup-hidup gue. Bukan urusan lu!"
"Gue gak urusin hidup lu, gue khawatir justru Praga ke ganggu sama elu!" Tunjuk Andreas pada Airen.
"Sudah, sudah! Kalian berdua bikin kepala ku pusing, gak liat apa kalian di lihatin sama pasien lain." Mukaku mau di taro di mana! Kalau cacing sudah aku kubur mereka.
Aku meminum obat yang di bawa Airen tadi, mereka masih juga tak mau mengalah. Tak ada dari mereka yang mau meninggalkanku sendiri. Padahal sudah di paksa untuk keduanya minggat dari sini. Seorang suster membawa baskom dan handuk bersih, aku bingung dan bengong.
"Pasiennya harus di bersihkan," kata suster.
"Aku ke to--"
"Tidak boleh. Nanti tulangnya bermasalah lagi, anda akan di bersihkan di sini." Sang suster tersenyum menghampiriku, tapi malah terdiam.
"Jadi, siapa yang mau melakukannya?" Tanya suster itu kembali. Ku jawab langsung, aku akan melakukannya sendiri tapi kedua lelaki itu malah membuatku terkejut bahwa mereka akan melakukannya.
Sang suster tersenyum, memberikan peralatan tadi, dan mengatakan akan mengantarkan pakaian bersih 30 menit lagi. Tapi.. kami malah terdiam setelah ia pergi.
"Ehm! A-aku akan melakukannya sendiri, jadi.. kalian bisa pergi."
"Enggak, gue bantu lu." Airen menghampiri ku, "ma-mau apa?!" Kenapa aku malah panik jadinya.
"Buka baju lu."
"Haha, gila lu ya. Dia bisa buka sendiri, gue ambilin lu air hangat ya, tunggu." Ujar Andreas kalem, namun lirikan mata sinisnya masih mengarah pada Airen.
Pemuda itu melirik ku kesal, berbalik badan lalu menyender di jendela, duduk di antara batas tembok. Mengeluarkan handphone-nya yang kutahu sejak tadi bergetar di sakunya.
"Pulang saja, benar kata Andreas tadi. Kamu harus kuliah, lagian masalah kamu dengan saya sudah beres. Tapi dengan Gustiawan, kamu belum menyelesaikannya." Oh ya, bocah itu tidak datang menjenguk ku kemarin, kenapa ya?
"Gak. Kalau gue bilang mau jaga elu, berarti gue akan ngelakuinnya. Lagian tuh anak palingan lagi di sidang," Airen mengatakannya dengan enteng, aku cemas bukan kepalang.
"Apa! Di sidang? Kenapa?"
"Hmm gue denger, dia ngerjain skripsi kaka tingkat, dan.. ya.. entahlah ada yang bocorin itu sama kemahasiswaan kali."
"Dan kamu baru bilang sekarang!" Aku marah, cemas juga. Kenapa Andreas tidak memberi tahuku tentang hal ini.
Begitu lelaki itu masuk, aku mengintrogasi Andreas tentang berita yang baru saja ku dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUAL CINTA BENTUK SKRIPSI 🔞
Rastgele[publikasi ulang tanpa editing] 🚻Perhatian: cerita berbahasa kadang kasar, memang di buat seperti itu. Untuk pembaca remaja, atau dewasa mohon ambil baiknya, buang keburukannya. Terimakasih. . . . Mahasiswa tingkat akhir, punya masalah mereka sendi...