*hi.dup
: Detak detik dari sesuatu yang baru.
.
.
.
Tubuh mungil, aroma baru yang kucium. Bukan sesuatu yang membuatku tidak suka, hanya saja semua begitu luar biasa. Tangis yang menggema, kehidupan baru terlahir kedunia.Kurebahkan punggung di kursi depan, merilekskan kaki dan badan yang pegal dan memijat tangan yang sakit karena pegangan Bu kos yang kuat. Tapi ujung bibir malah melukis senyum, aneh betulkan.
Anak-anak kos cowo membuat kubu, berbisik kiri kanan, lalu sibuk kembali dengan aktivitas pagi mereka. Andreas menghampiriku, duduk di kursi setelah menengok Bu kos ke dalam rumah.
"Lu hebat!"
"Apanya..?" Tanyaku malas.
"Udah cocok jadi calon ayah kayanya."
"Ck. Apa an sih ah."
"Itu buktinya. Lu siaga, bantuin pa kos buat jaga Bu kos lahiran. Hebat! Kalau gue jadi lu, mungkin pingsan duluan, hahaha!"
"Permisi.." tawa Andreas terhenti, ketika mendapati siapa yang keluar dari dalam rumah.
"Vi-Via.. oh! Jadi!?" Ucap Andreas terkaget-kaget. "Ko bisa? Lagi tugas di sini?!" Yang ditanya juga malah ikutan ketawa. Dunia mungkin sempit ya, buktinya.. mereka berdua.
*(Gue yang bikin dunia sempit)
Aku tercengang, ternyata Bu bidan ini adalah.. "pacar kamu?" Mataku memandang mereka berdua, entah kenapa bibir dan mood mendadak buruk.
Andreas salah tingkah, dan Bu bidan tersipu malu. Gadis itu memperkenalkan diri sebagai Via, pacar Andreas, sedang magang di puskesmas Pemda. Aku mengangguk paham, menerima uluran tangannya, tapi entah kenapa ulu hatiku sakit. Daripada membawa suasana buruk, aku pamit masuk ke dalam rumah Bu kos. Memastikan keadaan beliau, lalu pergi bersiap-siap membuka kios.
* * * *
Aku membereskan beberapa yang belum di jilid, membereskan beberapa pesanan buku anak-anak, atau memfotokopi berkas titipan dosen. Ini semua dilakukan sendiri, seperti biasa Andreas mungkin akan langsung pergi ke sekolah setelah ngobrol dengan 'pacarnya' itu. Sementara Gustiawan.. "Mas, aku kuliah pagi sampai sore. Kalau sempat ke kios, kalau nggak maaf ya Mas."
"Mas!"
"Oh! Ya?" Kenapa aku malah melamun, sekelebat tadi sepertinya ada seseorang yang hilang dan penting ketika sendiri. Tapi.. aku tidak tau. Siapa orang itu.
"Gue mau fotocopy ini." Dia mengeluarkan berkas, "buat tiga puluh rangkap. Cepet!" Pintanya dengan arogan, "oke." Jawab gue malas.
Aura menyebalkan menusuk, aku rasa dia melihatku terus menerus. Karena kesal dan tak nyaman, kutantang matanya tapi dia malah menarik satu sudut bibirnya. Hahhh, sabar Praga, sabar...
"Ini." Berkas 30 rangkap terbungkus plastik, pemuda itu menghitung ulang. Baru menyerahkan selembar uang berwarna merah, "ambil aja kembaliannya." Aku menolak, berniat mengembalikannya namun perkataanya membuatku kesal sekarang.
"Gue sedekah, atau masukin aja ke kotak amal, kalau lu masih gak mau juga kasih aja tukang ngamen." Dia pergi, dengan kesombongan.
Tidak Praga. Kamu harus bisa menahan amarah, demi masa depan mu. Kau bukan yang dulu lagi, jadi jangan terlalu dipedulikan.
Kukira masalahku dengan mahasiswa kurang ajar itu hanya satu hari. Hari berikutnya dia masih membuatku harus bersabar.
"Gue bilang kan sampul hitam! Kenapa lu kasih sampul merah!" Lagian ini bukan materi Minggu ini, ini materi Minggu kemarin! Lu bisa kerja gak sih!" Gus' dibentak pemuda itu, ketika aku baru sampai kios. Kakiku kambuh hari ini, rasa sakitnya menyiksa sekali makanya aku meminta Gustiawan membuka kios. Tapi baru saja sampai di depan kios, pemandangan memuakkan menyambut, padahal rasa sakit masih menjalar hingga ke saraf otak.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUAL CINTA BENTUK SKRIPSI 🔞
Nezařaditelné[publikasi ulang tanpa editing] 🚻Perhatian: cerita berbahasa kadang kasar, memang di buat seperti itu. Untuk pembaca remaja, atau dewasa mohon ambil baiknya, buang keburukannya. Terimakasih. . . . Mahasiswa tingkat akhir, punya masalah mereka sendi...