Sekarang semua temannya sudah tahu penyakit Raihan dan ia menerima omelan panjang dari teman-temannya karena merahasiakan penyakitnya. Namun omelan itu tidak terlalu lama karena bagaimanapun mereka tetap mengkhawatirkan Raihan. Sekarang semua temannya sedang sekolah, hanya ada bu Anita yang menemaninya.
“Rai, Ibu mau pulang sebentar. Apa ada sesuatu yang kau inginkan? Nanti Ibu belikan. Ah, atau ada barang di rumah yang ingin kau ambil?” tanya bu Anita seraya membereskan beberapa barang yang akan dibawanya pulang. Ia hendak membereskan rumah dan mengambil baju ganti untuk nanti malam.
Raihan menggeleng pelan. “Tidak,” katanya, tapi tiba-tiba ia teringat sesuatu. “Ah, Ibu jangan lupa memberi makan Cima, ya. Dia pasti lapar.”
Bu Anita tersenyum dan menjawab, “Iya tenang saja. Kalau begitu Ibu pulang dulu, ya. Kau istirahatlah. Ibu janji tidak akan lama.”
“Iya, Bu.” Bu Anita melambaikan tangan, setelah itu ia pergi.
Saat sendirian seperti inilah biasanya Raihan mengingat masa lalunya, terutama adiknya, Reino. Ia melirik sekilas kalender yang ada di meja di samping ranjangnya. Kalender itu menunjukkan sekarang bulan Juli. Bulan kelahirannya.“Tinggal beberapa minggu lagi ulang tahun kita. Apa kita tidak bisa merasakannya bersama lagi, Rei?” Ia sangat rindu bagaimana dirinya dulu selalu menghabiskan waktu bersama Reino. Sangat menyenangkan. Ia ingin merasakannya sekali lagi sebelum kepergiannya.
Tok Tok...
Raihan baru mau menutup matanya, tadinya ia mau tidur, tapi seseorang mengetuk pintu ruangannya. Raihan mempersilakan dan menunggu orang itu masuk , tapi tidak ada siapa pun yang masuk. Ia kira yang mengetuk pintu adalah dokter yang akan memeriksanya.
Tok Tok...
Kali ini jendela yang diketuk. Gorden jendela itu agak terbuka karena itu Raihan dapat melihat ada seseorang yang berdiri di luar sana.
Orang itu mengintip ke dalam melalui cela-cela jendela. Mata mereka bertemu dan Raihan tahu betul siapa orang itu. Orang yang sangat dirindukannya. Siapa lagi kalau bukan Reino?
Bagaikan permainan teka-teki, Reino menggerakkan telunjuknya seolah berkata ‘aku akan ke sana.’ Dan Raihan tahu betul arah yang ditunjuk saudaranya itu adalah arah ibunya berjalan. Kemudian Reino menggerakkan jarinya lagi seakan berkata ‘kemarilah dan ayo bermain.’ Setelah itu ia pergi dari depan ruangan Raihan.
“Rei—” Raihan tidak melanjutkan perkataannya, menebak apa yang akan dilakukan saudara gilanya itu mudah. Tanpa babibu lagi Raihan bergegas mengejar Reino tapi sesuatu menahannya, ia lupa dirinya sedang diinfus. Berlari sambil membawa infusan pasti akan menghambatnya karena itu ia memutuskan untuk mencopot semua alat medis yang terpasang di tubuhnya.
Kriet
Raihan membuka pintu ruangannya dan berlari secepat mungkin mengejar Reino. Tak jauh di depannya Reino berbalik dan tersenyum. Ia senang kakak kesayangannya ikut bermain.
Dadanya terasa sesak dan sakit, Raihan sudah tidak kuat berlari, tapi ia berhenti berlari dan terus mengejar saudaranya karena tidak mau terjadi hal buruk lagi, apa lagi jika hal buruk itu menimpa ibunya. Karena itu ia tetap memaksakan diri dan mengejar Reino.
“Hosh hosh ... Rei ....”
Sialnya Raihan kehilangan jejak, tapi ia tidak menyerah dan terus berlari sampai keluar rumah sakit. Beberapa perawat menyarankannya kembali ke ruangan, tapi ia tidak memedulikannya dan tetap bersikeras mencari Reino.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mirror
Mystère / ThrillerRai dan Rei adalah saudara kembar. Semuanya baik-baik saja sampai ... sesuatu terjadi pada keluar mereka, sehingga mereka pun dititipkan ke panti asuhan. Beberapa tahun berlalu, mereka telah diadopsi. Namun, masing-masing dengan keluarga yang berbe...