Hari berikutnya Gabriel tidak masuk sekolah, katanya ia dihadang preman jalanan dan mengalami beberapa luka di kaki dan tangannya, bahkan kepalanya. Untungnya tidak ada luka yang serius.
“Mmm ... Rai,” panggil Linda. “Ada yang ingin kubicarakan denganmu ... berdua,” lanjutnya. Raihan meng-iya-kan, kemudian mereka pergi meninggalkan kelas.
“Waktu itu aku bilang 'merasa pernah melihatmu’, kan? Sekarang aku ingat. Apa kau juga mengingatku?” tanya Linda.
Natsuki menghela napas. “Jadi kau memang yang waktu itu, ya? Aku juga sudah mengingatmu.”
“Lalu apa yang terjadi padanya? Kenapa dia jadi seperti itu? Orang yang mencelakaimu kemarin juga dia, kan? Oh iya, saat di rumahmu aku juga tidak melihatnya, kalian tidak tinggal bersama?” Banyak sekali pertanyaan yang Linda lontarkan, ia ingin tahu semuanya.
“Sayangnya tidak, kami diadopsi keluarga yang berbeda. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Sepertinya dia jadi begitu karena mengalami kekerasan dalam keluarganya. Maaf, gara-gara aku, kau jadi ikut diganggu olehnya. Seharusnya waktu itu aku tidak membiarkannya pergi.”
“Orang yang mengadopsiku itu hanya orang yang gila harta! Mereka memukuliku setiap hari, menamparku, melempariku dengan vas bunga, menarik rambutku, juga mencekikku!” Lagi-lagi Raihan teringat kembali perkataan Reino saat mereka bertemu di toilet.
“Kekerasan? Maksudmu?”
“Ya ... waktu itu kami sempat mengobrol sebelum akhirnya dia mencekikku dan membuatku pingsan. Katanya dia menderita, dia merasa tidak adil dengan kehidupan yang kita jalani. Mungkin itu sebabnya dia juga mengganggumu.”
“Kasihan Rei. Dia menderita sendirian,” ucap Linda merasa iba.
“Kau benar. Aku ini memang kakak yang buruk,” kata Raihan menyesal.
“Harusnya waktu itu aku juga tidak pergi. Mungkin jika aku tetap di sana, kejadiannya tidak akan seperti ini.”
“Jangan menyalahkan dirimu. Semua ini tidak ada hubungannya denganmu. Ini salahku karena membiarkannya pergi dengan orang yang salah.”“Tentu saja ini ada hubungannya denganku! Kalau tidak, lalu kenapa dia menemuiku juga?!” kata Linda sedikit berteriak.
“Apa?! Dia menemuimu? Kapan? Dan apa yang dia katakan?” tanya Raihan terkejut.
“Kami berpapasan di koridor, dia menanyakan kabarku lalu pergi.”
Tak jauh dari tempat mereka, Ria dan teman-temannya juga sedang menyantap makan siang.“Jangan sedih, Ria. Aku yakin dia baik-baik saja,” kata salah satu teman Ria yang berusaha menghiburnya.
“Tapi hiks ... gara-gara dia mengantarku ... dia jadi seperti itu hiks ... harusnya dia tidak usah mengantarku ...”
“Jangan khawatir, bukankah semalam kalian video call?”
“Iya, tapi ...” Ria menggantungkan perkataannya, dan mengingat kembali saat tadi malam dirinya dan Gabriel video call.
❦
“Abil!” teriak Rka sambil menatap layar ponselnya yang sedang terhubung dengan Gabriel, dan memperlihatkan wajah kekasihnya yang penuh lebam. Wajah Ria memerah, ia juga mengembungkan kedua pipinya, dan mengeluarkan beberapa tetes air mata.
“Ri-Ria? Kau kenapa?” tanya Gabriel di seberang ponsel khawatir melihat ekspresi kekasihnya.
“Harusnya aku yang bilang begitu!” Lagi-lagi Ria meninggikan suaranya. “Harusnya kemarin kau tidak usah mengantarku, gara-gara aku hiks ... gara-gara aku ka—”
KAMU SEDANG MEMBACA
Mirror
Misteri / ThrillerRai dan Rei adalah saudara kembar. Semuanya baik-baik saja sampai ... sesuatu terjadi pada keluar mereka, sehingga mereka pun dititipkan ke panti asuhan. Beberapa tahun berlalu, mereka telah diadopsi. Namun, masing-masing dengan keluarga yang berbe...