"Hah? Lo dikasih silverqueen sama Dirga? Gue gak salah denger, kan?" Mata Rara terbelalak saat Zia memberitahu kejadian tadi pagi.
Saat ini Zia, Rara dan Nadia tengah makan di kantin. Banyak penghuni kantin yang seketika menoleh ke arah mereka bertiga saat suara Rara gempar menggelegar seperti tadi.
"Ebuset, suara lo bisa dikecilin gak?" respon Nadia atas ucapan Rara.
Zia melotot menatap Rara. Kemudian menendang kakinya dari kolong meja.
"Eh iya, hehe. Maaf." Rara cengengesan.
Tentu saja Rara beraksi seperti itu. Karena ini menyangkut Dirga, laki-laki yang ia kenal sejak SMP tidak pernah pacaran. Bahkan untuk dekat dengan perempuan saja sangat jarang. Pertama dan terakhir Rara mendengar rumor tentang kedekatan Dirga dan perempuan hanya saat mereka masih kelas 9 SMP. Saat itu Dirga dirumorkan dekat dengan Raya. Namun, kabar itu ditepis oleh Dirga secara langsung. Setelah itu. Tidak ada rumor lagi yang terdengar.
"Kok bisa sih?" tanya Nadia menyelidik. Memang, di antara Rara dan Nadia. Nadia-lah yang paling yang paling kalem.
Zia menggeleng menatap Nadia. "Gue juga gak tau, Nad. Dia tiba-tiba nungguin gue di bangku dekat gerbang itu."
Nadia mengangguk. Mencoba mencari tahu maksud Dirga yang sebenarnya. Nadia sudah bersahabat dengan Zia sejak kecil. Jadi ia tidak mau kalau Zia terjebak cinta menyakitkan lagi.
"Cieee. Ada yang dikasih cokelat nih. Kayaknya Dirga mau PDKT sama lo, Zi," goda Rara sebelum meneguk es jeruknya.
Uhuk-uhuk! Zia tersedak nasi goreng yang baru saja ia suap. "PDKT? Gue aja baru tau kalau ada manusia kek dia di sekolah ini. Mana ada PDKT."
"Lah, itu kan lo, bukan dia. Siapa tau selama ini Dirga udah tau banyak tentang lo, dan dia udah ngincer lo sejak lama. Tapi karena lo masih sama Doni makannya dia nunggu waktu yang tepat. And, mungkin sekarang dia mulai PDKT sama lo setelah tau lo udah putus," kilah Rara. Terdengar menyakinkan di telinga Zia. Rata-rata, para kaum adam di sekolah memang kenal dengannya.
Zia diam. Berpikir dan coba mencerna kalimat-kalimat Rara.
Ah, dasar Rara. Udah tahu Zia gampang baper, pake digituin segala lagi.
"Hus! Jangan percaya omongan Rara. Mungkin Dirga kayak gitu ada maksudnya, Zi." Nadia coba membuyarkan lamunan Zia.
Zia mengangguk.
"Tapi maksudnya apa coba? Gue nih tu udah kenal lama sama Dirga. Dia itu gak pernah ngasih cokelat ke cewek, dan lo orang pertama, Zi," ucap Rara lagi.
"Mungkin dia emang suka sama lo, Zi." Lanjut Rara.
"Nggak, nggak mung----"
"Iya, dia suka sama lo, Zi." Tiba-tiba Alex datang dan menyela ucapan yang hendak Zia utarakan.
Zia, Nadia, dan Rara menoleh. Alis mereka bertiga bertaut menatap cowok yang penampilannya mirip preman ini. Rambut kriwil acak-acakan, baju yang tidak dimasukan ke dalam celana, dan sedotan yang ia gigit begitu melukiskan julukannya.
"Hah? Lo kenapa tiba-tiba nyemplung ke obrolan orang?" tanya Nadia heran.
Sebenarnya Nadia, Rara dan Zia kenal dengan Alex. Tentu saja mereka kenal. Nama Alex itu hampir setiap hari dipanggil ke ruang BP dengan beragam alasan. Bekelahi, bolos, tidak mengikuti tata tertib dan lain lagi.
"Lo kan lagi ngomongin teman gue. Ya gue punya hak dong buat ikut," balas Alex lalu duduk di sebelah Rara.
Alex memang sudah dari tadi menguping obrolan tiga sahabat itu. Ia sudah duduk di meja makan sebelah meja tiga sahabat itu sambil menikmati nasi kuning yang dibelikan Dirga. Tapi Dirga tidak ikut makan karena masih punya urusan dengan Pak Herman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernah Singgah
Teen FictionZia baru saja putus satu minggu yang lalu. Akibatnya, ia selalu uring-uringan dan galau tidak jelas. Ketika Zia galau di perpustakaan. Secara tidak sadar ia mengganggu Dirga, yang sedang membaca buku.