"Dirga." Suara panggilan Raya terdengar jelas di telinga Dirga yang sedang membaca novel sambil duduk di atas meja milik Septian. Septian yang sedang mencatat jawaban milik Dirga juga mendengar suara Raya.
Kedua cowok itu menoleh menatap Raya yang berdiri di ambang pintu. Senyuman manis Raya mekarkan sehingga dilihat jelas oleh Dirga dan Septian.
Perasaan Dirga tidak enak. Pasti ada apa-apa nih.
"Kenapa, Ray?" Malah Septian yang bertanya.
"Ihh, aku nggak nyariin kamuu," ucap Raya gemas.
Septian hanya ber-oh lalu lanjut mencatat.
"Kenapa?" tanya Dirga akhirnya.
Raya menyeret kakinya mendekati Dirga. Setelah sampai ia pun berujar, "Kamu mau temenin aku ke toko buku nanti setelah pulang sekolah?"
Dirga belum langsung menjawab, ia melirik Septian yang tengah tersenyum mendengar permintaan Raya. Sudah sering Raya seperti itu, mengajak Dirga ke sana dan ke sini atau atau meminta Dirga menemaninya. Tapi, Dirga sangat sulit diajak jalan berdua dengan cewek, hal itu menjadi alasan kenapa Septian tersenyum. Septian yakin pasti Dirga sedang memikirkan sebuah alasan.
"Eh---mm---gimana, ya ... gimana, Sep?" Dirga malah bertanya pada Septian.
"Ha? Kan lo yang diajak Raya, kenapa nanya ke gue?"
Dirga menggaruk tengkuknya yang tidak gatal kemudian menyeringai ke arah Raya yang tengah menunggu jawaban Dirga. Raya nampak sangat manis saat tersenyum menatap Dirga. Hal itu membuat Dirga tidak tega sendiri.
Aduh gimana nih.
"Dirga." Tiba-tiba muncul Zia. Wajahnya terlihat ramah tanpa tanda-tanda mengajak Dirga debat. Namun raut itu memudar saat Zia melihat Raya sedang berdiri di depan Dirga yang sedang duduk di meja itu.
"Hay," sapa Zia pada Raya. Raya hanya membalas dengan senyum.
"Kenapa, Zi?" Lagi, malah Septian yang bertanya pada Zia.
Beruntung sekali Dirga di jam istirahat sekarang, ia dikunjungi dua bidadari sekolah sekaligus. Jarang-jarang ada anak sekolah seberuntung Dirga.
"Heh! Siapa yang nyariin lo, sih." Satu alis Zia terangkat saat membalas ucapan Septian.
Septian terkekeh pelan kemudian berdehem keras menggoda Dirga.
"Enak, ya. Dikunjungi dua cewek cantik," ledek Septian membuat Dirga mendorong kepala Septian cukup keras.
"Gimana, Ga? Kamu mau, kan temenin aku beli buku. Aku mau beli buku yang kamu rekomendasiin itu." Raya tetap berusaha mengajak sehingga Dirga semakin bimbang. Jika Dirga menolak, ia kasihan pada Raya. Tapi, jika Dirga mau, ia akan sangat gugup dan malu jalan berduaan dengan cewek itu.
"Dirga kamu dengerin aku gak sih," kata Raya kesal sembari menghentak-hentakan kakinya seperti anak kecil yang merajuk.
"Eh sorry, Ray. Gu ... e nanti ada janji sama Zia, hehe."
Septian langsung mendongkak menatap Dirga tidak percaya. Sementara Raya seketika memicikan mata menatap Dirga dan Zia bergantian. Senyum di bibirnya memudar. Kemudian ia meraup udara disekitar lalu diembuskan kuat seraya berkata, "Oke." Raya lalu keluar kelas dengan langkah terburu-terburu karena terbakar api cemburu. Wajar saja dia begitu, sudah lama ia menginginkan Dirga. Sudah beragam cara ia usahakan supaya mendapat perhatian Dirga, namun tidak pernah bisa. Tapi Zia? Mudah sekali ia menaklukan hati Dirga yang aneh itu.
Raya sudah pergi jauh meninggalkan kelas. Zia dapat melihatnya.
Zia beralih menatap Dirga dengan mulut menganga. Tatapan itu seolah berkata "Janji sama gue? Sejak kapan?".
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernah Singgah
Teen FictionZia baru saja putus satu minggu yang lalu. Akibatnya, ia selalu uring-uringan dan galau tidak jelas. Ketika Zia galau di perpustakaan. Secara tidak sadar ia mengganggu Dirga, yang sedang membaca buku.