Hari senin, hari di mana banyak siswa menganggap hari senin sebagai hari yang merepotkan, menyebalkan, atau bahkan membuat mood hancur. Entah karena apa, mungkin karena hari senin selalu dipenuhi mata pelajaran seperti matematika dan kimia, atau karena hari senin menjadi akhir dari weekend yang menyenangkan.
Entahlah, semua tergantung persepsi. Sebab, ada sebagian siswa lain yang begitu bersemangat menyambut hari senin.
Dan, mungkin memang seharusnya begitu. Hari senin sejatinya disambut sebagai pertanda minggu baru kehidupan akan dimulai.
Dari banyaknya drama di hari senin, Zia adalah penganut hari senin yang menyebalkan. Zia selalu badmood ketika hari senin tiba. Baginya, hari senin itu penuh rintangan. Ah dasar Zia.
Seperti hari ini. Saat ini Zia sedang duduk sendiri di dalam kelas setelah bel istirahat berbunyi. Tangannya ia taruh diperut sementara kepalanya ia daratkan di atas meja. Magh Zia kambu. Apalagi yang menyebalkan dari mood yang rusak sejak awal ditambah penyakit magh yang kambuh?
Karena kondisinya itupula membuat Nadia dan Rara pergi ke kantin memesan makanan untuk Zia.
"Duh, Rara sama Nadia lama banget sih," ringis Zia. Magh yang ia derita kambuh setelah tadi tidak sempat sarapan karena telat bangun. Bahkan saat Zia tiba di sekolah upacara sudah mau dimulai, untungnya ia tidak terlambat, kalau terlambat kan ia harus berurusan dengan Pak Amar lagi.
"Oi." Suara itu terdengar berat di telinga Zia. Tentu saja itu bukan suara Rara maupun Nadia.
Zia mendongkak susah payah menatap pemilik suara. Setelah matanya melihat jelas sosok itu alisnya kanannya langsung terangkat.
"Apa lo?" tanya Zia ketus pada sosok yang tak lain adalah Dirga itu.
Dirga yang berdiri tepat di depan meja Zia dengan satu tangan dimasukan ke saku dan tangan lainnya menggenggam kresek hitam itu mengerenyit. Kenapa ekspresi cewek aneh kayak orang kesakitan gini, ya. Tumben.
"Ini buat lo," Dirga menjulurkan sebuah cokelat silverqueen ke arah Zia yang ia keluarkan dari saku celana.
Sesuai perjanjiannya dengan Alex. Tersisa satu silverqueen lagi untuk Zia. Dan dengan ini, tuntas sudah.
Zia tidak merespon, ia malah menatap Dirga intens. Menyelidik apa maksud dan tujuan Dirga memberinya silverqueen, dua kali pula. Kalau yang dapat perempuan lain pasti sudah mabuk kepayang.
Menadapat tatapan seperti itu dari Zia tentu saja membuat rasa gugup Dirga seketika hadir.
"Ke-kenapa lo liat gue kayak gitu?" tanya Dirga gelagapan.
"Kenapa lo kasih gue cokelat?" tanya Zia balik. Tangannya sudah menjauh dari perut. Walau sakit, ia tidak boleh terlihat lemah dihadapan orang yang belum terlalu ia kenal.
"Lo sakit?" Bukannya menjawab pertanyaan Zia, Dirga malah balik bertanya. Wajar saja ia bertanya demikian. Zia yang biasanya galak ketika meghadapinya tiba-tiba galaknya mereda, walau nada suara Zia masih tetap ketus.
"Lo gak perlu---"
"Lo sakit?" sela Dirga atas ucapan Zia. Seketika Zia diam. Padahal kan ia sudah berusaha keras agar tidak ketahuan Dirga. Tapi itu sulit disembunyikan, ekspresinya sangat jauh berbeda.
"Kalo iya kenapa?" ucap Zia masih ketus.
"Sakit apa? Magh ya?" tiba-tiba suara Dirga melunak. Rasa khawatirnya mengambil alih rasa gugupnya. Dirga memang lain daripada yang lain, ia bisa begitu perhatian pada orang lain yang mengalami kesusahan, bahkan mengabaikan dirinya sendiri. Hal itu sanggup membuat hati Zia juga melunak. Darimana manusia apel ini tau sih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernah Singgah
Ficção AdolescenteZia baru saja putus satu minggu yang lalu. Akibatnya, ia selalu uring-uringan dan galau tidak jelas. Ketika Zia galau di perpustakaan. Secara tidak sadar ia mengganggu Dirga, yang sedang membaca buku.