8. SLD

609 145 108
                                    

Trotoar jalan jadi bahan hentakan keras Cindy Audya. Cewek itu berjalan dengan tidak kalemnya, mukanya total cemberut.

Sekarang jam menunjukkan pukul empat sore, jam jam pulang sekolah. Cindy berjalan kaki, sendiri. Tak ditemani sang babu karna Lino tak masuk sekolah.

Makanya Cindy kesel.

Kok cowok itu tumben banget, tak bilang kalau tak akan sekolah.

Lino tak masuk sekolah, dan tak memberi kabar pada Cindy. Tadi pagi rumahnya Lino kosong, tak ada orang. Kata Bu Indah, wali kelasnya, Lino izin ada acara keluarga.

Cindy tak pesan ojol buat pulang, boro boro ojol, naik angkot pun tak bisa. Uang dia habis tadi dipakai Cindy buat jajan es doger. Kalau ada Lino sudah habis itu rambut Cindy dijambakin saking kesalnya.

Temannya pun tak ada yang peka, alias pura pura tak peka. Harus dibayar dulu baru bisa diandelin. Iya, minta bayaran bensin. Kan sama saja seperti pesan ojol kalo begitu.

Jadi Cindy pulang ditemani tekanan batin, cukup tersiksa tak ada Lino. Tak ada sumber contekan plus ojek pribadi.

"Nyampe komplek demo dulu ah ke rumah Lino, setidaknya kekesalan di dalam kokoro ini terobati kalo Lino nyogok martabak telor." Gumam Cindy, melahap sesendok es dogernya

Cindy mendecak sebal, baru terasa sekarang jomblonya. Padahal biasanya dia cuek, 'kan ada Lino, sesama kaum jomblo juga.

"Ah males banget kalo jalan tuh, malu banget." Cetus Cindy diam sesaat, lanjut berjalan sesekali menyendok es doger yang tinggal setengahnya.

Jalan pulang ke rumahnya dekat sekali dengan belakang sekolah lain, tiap hari selalu ada anak cowok yang nongkrong disitu. 'Kan malu, Cindy suka puter balik kalau ada cowok cowok.

Cindy melongo, cewek itu diam kaku saat di tempat biasa cowok cowok nongkrong. Bahkan es doger ditangannya jatuh. Cindy kaget tahu tahu kepalanya kena lempar batu lumayan besar dari samping kiri, Cindy yakin pasti berbekas.

Cindy menoleh, terperangah saat melihat banyak sekali anak sekolah lain lagi keroyokan. Bahkan ada yang bawa botol beling.

'Ini... tawuran!?'

Cindy mengerjap beberapa kali, tapi masih tak sadar dengab situasi. Sampai lemparan batu yang menyasar hampir menimpuk kepalanya lagi, tangan Cindy ditarik paksa, dibawa ke belakang pohon.

"ANJIR LO NGAPAIN DIEM AJA SIH HAH!?"

Cindy mendongak, melihat raut wajah cowok di hadapannya dengan tak percaya. Bibirnya terkatup, sakit di kepalanya baru terasa sekarang.

"Lin..."

"Gue niatnya jemput lo tau gak, gue nyariin lo di sekolah taunya malah lagi nontonin orang tawuran, gak waras ya lo?!"

Lino menaruh kedua tangannya bahu Cindy. Tak habis pikir ada yang tawuran jam segini, ditambah Cindy yang otaknya entah kenapa tak konek disaat saat begini.

"Lo tau kalo gue tadi gak—"

Lino terdiam, tak seharusnya memarahi Cindy yang sekarang hanya menunduk dalam.

Lino menarik nafas panjang lalu mengembuskannya pelan, menangkup pipi temannya itu agar menatapnya. Lino menatap Cindy, senyum simpul. Merasa janggal, Lino menyelipkan rambut Cindy ke telinga. Mengusap darah di pelipis Cindy.

"Sakit?"

Cindy mengangguk, langsung memeluk erat Lino, menyembunyikan wajahnya. Dibalas usapan pelan dipunggung.

"Maaf gak bisa jagain."

Tawuran masih berlanjut, tanpa remaja remaja sialan yang tengah tawuran itu tahu, ada dunia yang bertolak belakang dengan kondisi mereka di balik pohon.


——————————— – – – – – - - - - -

Buat kali ini, kalian yang tentuin tipe ideal Cindy yang ke-8.Menurut kalian, cowok yang kayak gimana?

- - - - - – – – – – ———————————


// gatau ya aku stuck, cuma kepikiran chap cringe ngawur ini doang mangap 😭😭

ideal type' -leeknow [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang