9. Bisa main gitar

601 145 141
                                    

Cindy lagi rebahan di karpetnya yang sengaja disimpan di balkon. Cindy tadi dilantai satu bareng orangtuanya. Tapi berisik, mamanya asik menonton film azab tapi ayahnya sewot. Lebay katanya mendingan menonton Naruto.

Alunan lagu dari penyanyi Tulus terdengar, Cindy sesekali bersenandung sembari membaca novel dengan hidmat.

Ternyata Cindy bisa membaca.

"Kita sadar ingin bersama..." senandung Cindy lirih, mengikuti sang penyanyi.

"Tapi—"

"TAK BISA APA APA."

Cindy langsung menoleh, kaget melihat penampakan di ambang pintu. Sampah, Vallino memang bisaan banget bikin jantungan.

"Gila lo, kaget." Semprot Cindy, ekor matanya mengikuti Lino yang berjalan kearahnya.

"Sengaja, kan bikin kaget niatnya juga bukan bikin nasi goreng." Sahut Lino ikut duduk mengampar di karpet.

"Jadi inget dulu kalo suasananya kayak gini," celetuk Lino melihat pemandangan di hadapannya yang bikin adem.

Beda dengan Cindy yang hanya melirik sesaat, "iyain dah anak indie" kata Cindy.

"Eh Dy, gue pinjem gitar ya." Lino langsung bangkit, mengambil gitar dikamar Cindy lalu kembali duduk.

Yang punya gitar menatap sinis, "kayak bisa main gitar aja!"

Lino yang sudah bergaya seperti gitaris langsung mencebik, Lino memang tak bisa main gitar seperti cowok cowok estetik di luar. Tapi yang penting mukanya ganteng.

"Gitar itu persis betina, rumit." Cetus Lino dibalas bacot sama Cindy.

Lino memetik asal senar gitarnya, Cindy yang tengah membaca novel alhasil merasa terganggu. Menabok lutut Lino yang tengah memangku gitar, membuat si empunya meringis hendak mengelus tapi tak sampai.

"Elusin," pintanya bergaya sok imut.

"Najis."

"Ck, siapa sih yang nangis meluk meluk gue di bawah poh—"

Cindy langsung mengelus lutut Lino sembari melotot. Lino terkekeh puas, memetik gitarnya asal lagi. Tepat disamping telinga Cindy.

"hEH ANJRIT!"

"KOK DIPUKUL LAGI!?"

"LO NYA NGESELIN BANGET SIH JADI BABU!"

"BABU BABU BABI!"

"IH NGAKU HAHAHA."

Lino ikutan tertawa, sama sama merasa lucu padahal tak ada yang lucu. Cindy menutup novelnya, tak akan bisa lanjut membaca kalau sudah ada manusia persis setan yang hobinya menganggu seperti Lino.

"Kemarin kenapa gak sekolah?"

"Soalnya gak pergi ke sekolah," jawab Lino. Cindy tak berekspresi, menatap Lino yang sibuk dengan gitarnya.

"Lin, tipe ideal gue yang ke sembilan bisa main gitar." Celetuk Cindy tiba tiba, Lino diam sesaat.

"Ajarin main dong."

Cindy langsung meringkus ke samping, sempet bergidik ngeri. Lalu mengajari Lino dari awal cara memegang gitar yang nyaman. Dari kunci pertama tak ada yang salah, tapi begitu berganti jari cowok itu medumel.

"Susah banget anjim, males ah ribet." Lino memberi gitarnya pada Cindy, mendengus keras.

"Idih, mau bisa mah harus usaha dulu jangan mau suksesnya aja." Cibir Cindy jadi memainkan gitarnya.

"Ayo request, Cindy Audya mau nyanyi  nih." Kata Cindy mengibas rambut pendeknya, Lino menaruh telunjuknya di pelipis.  Pura pura berpikir keras.

"Mbak Cindy, saya mau request lagunya drive dong, yang akulah dia."

Cindy sempat diam sesaat, menatap Lino dengan tatapan menyelidik. Lalu mencoba acuh, berusaha mengingat kunci gitarnya.

Sesungguhnya dia ada di dekatmu

Tapi kau tak pernah menyadari itu

Dia s'lalu menunggumu

Untuk nyatakan cinta

Sesungguhnya dia adalah di

"GATHAN CEPET BERESIN BARANG KAMU ATAU MAMA BAKAR SEMUA!" suara Lina sang mama Lino terdengar, membuat lirik lagu menggantung. Lino bangkit, beranjak ke pinggir balkon disusul Cindy.

Cindy tertawa ngakak, tapi langsung mengernyit begitu melihat rumah Lino dari balkon. Barang barang dari rumah sang babu dibawa keluar lalu ditaruh di mobil pengangkut.

Cindy melirik Lino, air mukanya kebingungan.

"Gue pindah rumah, Dy."

"Hah?"

ideal type' -leeknow [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang