01

29 3 0
                                    

"Musibah hanya datang pada orang-orang yang memang mampu memikulnya."
~Author

Tanggal 1 Maret 2020, wabah mulai merebak. Kotaku melakukan lockdown. Sehingga kami tak bisa berpergian sama sekali, kecuali ada sesuatu yang penting.

***

Aku Naura Drenda Anjani. Biasa dipanggil Naura. Aku dua bersaudara, aku dan adik lelakiku. Saat ini aku berusia 18 tahun dan mulai menginjak pada kelas 2 SMA. Sedangkan adikku, dia masih kelas 5 SD. Kami begitu dekat, apalagi saat keadaan seperti ini.

Ibu, aku, dan adik lelaki ku di rumah dan menghabiskan waktu bersama, mulai dari berkebun, membaca novel, membersihkan rumah, mendekor ulang rumah, dan memasak berbagai kue rumahan.

Lalu bagaimana dengan ayahku?

Ayahku tak bisa bergabung, karena dia adalah seorang dokter yang menangani pasien covid-19. Memang dia selalu pulang, tapi dia harus di kamar luar rumah agar kami tak terkena paparan dari rumah sakit.
____________________________________________________________

Setelah 3 minggu, ayahku tervonis virus itu. Aku terkejut setelah mendengar pembicaraan ibu dan ayahku di telephon. Buku yang ku gendong jatuh berantakan, "Ada apa kak?" tanya adik lelaki ku.

Saat itu kami ada di ruang baca, sedangkan ibu di luar untuk mengangkat telephon. Jarak kami tak terlalu jauh, jadi aku mendengarnya. Aku sempat mendengar suara ibu terkejut, jadi aku bangun dari duduk untuk menghampirinya. Tapi pada beberapa jangka kakiku, aku terhenti dan membuat buku yang ada di pelukkanku terjatuh.

Aku menengok ke arah adikku dengan mata berkaca-kaca dan badan yang lemas. Seketika adikku berdiri dan langsung memelukku.
"Tenanglah kak!" ucap dari bibir adikku.

Cklek...

Ibu membuka pintu, seketika kami langsung memeluknya. Aku dan adikku menangis, "Sabar sayang, ayah pasti sembuh. Kalian jangan lupa doa ya!" ucap ibu dengan suara yang bergemetar.

Kami bertiga tidur bersama, tengah posisi ibu sedangkan kami ada di sampingnya. Aku dan adikku sama memeluk ibu.

Cntinggg...

Nada pesan ibu berbunyi dan ternyata itu dari pihak rumah sakit yang merawat ayah.

Rumah Sakit
Yth. Nyonya Rani Anjani dan keluarga.
Kami dari pihak Rumah Sakit Pamungkas, menghimbau untuk Nyonya Rani Anjani dan keluarga melakukan Swab test, pada :
Hari/ tanggal : Selasa/ 24 Maret 2020
Jam : 09.00 a.m
Lokasi : Rumah Sakit Pamungkas.
Sekian atas informasinya, selamat malam dan selalu jaga kesehatan.

Ibu membaca pesan cukup untuk didengar kami bertiga. "Jadi, besok kita test bu?" tanya adikku. Ibu mengangguk. Aku hanya diam seolah-olah telah siap akan hal itu, padahal aku takut pada hasil terakhirnya.

***

Selasa, 24 Maret 2020
Pukul 08.30 a.m

Kami bersiap untuk pergi. Ibu telah berada pada mobil, sedangkan aku dan adikku masih di dalam rumah. Aku tetap diam di meja makan, memandangi mobil yang sudah menyala. "Kak ayo!" teriak adik manisku dari luar. "Oh iya, aku akan mengambil barang sebentar. Tunggu!" ujarku padanya.

Aku berlari pada kamar mengambil tas dan bergegas masuk ke mobil.

Perjalan menempuh selama 20 menit. Jalanan begitu sepih, "Seperti jalanan yang ada di film zombi saja." gumamku.

Aku duduk disebelah ibu, sedangkan adikku duduk di kursi belakang. Kami memandangi luar yang sangat sepih, "Sepertinya hanya mobil kita yang melewati sepanjang jalan ini." ucap adikku.

"Hmm." lanjutku.
.
.
.
.
Akhirnya kami tiba pada lokasi. Orang di sana seperti astronot, mengerikan!
Kami digiring pada tempat yang terpisah, aku kira test ini bakal cepat dan tidak menyakitkan. Tapi ini memakan waktu lama dan menurutku swab test ini menyakitkan.

Menunggu hasil sekitar 2 jam. Tempat tunggu kami bahkan terpisah, kami hanya mengobrol via grup pesan saja.

Grup Keluarga Anjani

Ibu❤
Bagaimana kak, apakah menyakitkan?

Adikuy🐣
Sangat menyakitkan😣

Anda
Iya bu, sakit sekali

Ibu❤
Tahan sedikit lagi, sebentar lagi kita akan pulang. Okey?
Tenang ya sayang😊

Adikuy🐣
Buuu, kita bisa menjenguk ayah kan?

Ibu❤
Sepertinya tidak bisa nak, kondisi ayah sedang tidak baik. Kita tunggu ayah sampai dia pulang saja ya...

Adikuy🐣
Iya bu

Dari jawaban ibu untuk adikku, aku sedikit terkejut dan itu membuatku tambah bersedih. Tiba-tiba ada perawat keluar dari ruangan dan ternyata itu adalah hasil test ku. Aku dinyatakan Negatif Covid-19.
Seketika merasa lega. "Pihak rumah sakit akan mengantarkanmu." ujar perawat itu.

"Bagaimana dengan ibu dan adikku?"

"Oh itu, ibu dan adik mu harus rawat inap. Karena mereka sudah terpapar virus ini. Ayo, ambulancenya sudah siap." ucapnya

Aku hanya diam menatap perawat tersebut berjalan keluar. Hatiku merasa khawatir.

Triing triiing...

Telepon dari ibu. Aku mengangkatnya sambil berjalan menuju ambulance. Ibuku mengatakan berbagai hal dan memanduku untuk hidup sendiri di rumah. "Cukup bu!" ucapku sedikit gertakan. Aku mengatakan itu karena ibu terlalu mengkhawatirkanku. Reaksi ibu hanya diam setelah aku mengatakan itu.

"Maafkan aku bu, aku tak sengaja. Ibu jaga diri ibu saja. Aku bisa menjaga diriku. Ibu fokus saja pada diri ibu, adik, dan ayah. Aku akan baik-baik saja di rumah."

Ibu tetap diam, "Oh ya bu, aku akan menitipkan baju ibu dan adik pada perawat ya. Jaga kesehatan ibu, I love you bu."

Ibu hanya menjawab "iya" dan setelah itu ibu langsung mematikannya. Berhenti pada langkah kaki dan memejamkan mata. "Ayo cepat naiklah!" ucap perawat yang ada di mobil ambulance. Segeraku berlari dan naik.

Sesampainya aku di rumah, aku menyuruh perawat untuk menunggu dan begitu cepat aku memasukkan baju adik dan ibu pada koper.

Sirine ambulance menjauhi rumahku. Jam menunjuk pada 2 siang dan langit yang menurunkan hujan asam.

Masuk pada rumah dan menguncinya. Keadaan begitu gelap, sebab luar memberikan warna gelap. Duduk bersandar pada daun pintu yang tertutup dan memeluk kaki dengan suara hujan yang semakin deras. Nada hanphone berdering bergantian. Sahabat, kerabat semua mengkhawatirkan.

-30 MinuteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang