"Kita tak pernah tau rasa bersalah dan menyesalnya orang yang telah berbohong demi kebaikan dirinya maupun orang lain.
Dan kita tak tau rasanya untuk berpikir dan memutuskan suatu hal yang dia sendiri tau bahwa jika melakukan itu, orang yang di sekitarnya akan kecewa."
~AuthorAku pulang bersama ibu Alan. Aku hanya diam melamun di sampingnya ketika ia sedang menyetir. Waktu itu pukul 12.00 a.m Jalanan yang dingin, menambah kesepihan yang baru saja ku dapat.
Sampailah aku pada rumah. Langit yang mengeluarkan gerimis malam, membuat jalanan hitam basah. Bau yang khas membuat diri dihantamkan pada beberapa kemutlakan.
"Terimakasih tante." kataku yang masih dalam mobil.
"Jaga dirimu ya nak, kalau mau sesuatu bisa hubungi tante."
"Iya tante, terimakasih."
"Bye." ucapnya sembari meninggalkanku.
Aku masuk pada rumah yang hanya terang pada satu ruang saja, yaitu kamarku. Pintu ku tutup pada bagian depan dan langsung masuk pada ruangan terang. Disana aku hanya duduk di tepi tempat tidurku, diam dan menanyakan pada diri sendiri, "Bagaimana hidupmu selanjutnya?" gumamku.
Menelangkup diri dengan suara tangisan yang kering. Saat itu tak ada yang mengetahui bahwa keluargaku benar-benar meninggalkanku, bahkan saudaraku sendiri.
Akhirnya aku menelephone eyang. Sebenarnya eyang tinggal dekat denganku, tapi terjebak lockdown saat ia pergi ke rumah saudaraku yang di luar negeri. Jadi dia harus tetap berada disana.
"Eyang.." ucapku pada awalan dengan suara yang lirih.
"Ada apa Naura?"
"Ibu, ayah, dan adik meninggal." ujarku diiringi tangisan.
"Ha?!" ia tampak terkejut, bahkan ada suara saudaraku yang ikut terkejut.
Aku hanya membalasnya dengan tangisan.
"Kau sekarang dengan siapa?" tanya adik perempuan ibuku.
"Aku sendirian bi.... Aku sendiri...., eyang pulanglah.... aku takut." saat itu benar-benar sendiri, hujan yang diiringi angin membuat jendela terbuka dan air masuk kedalamnya. Tirai yang menggantung basah seketika.
Saudaraku berusaha menenangkanku, tangisanku tak henti-henti, memaksa mereka untuk segera datang padaku.
Tapi apalah daya, negara mereka tak mengizinkan untuk terbang kemana pun.Saat itu waktu menunjukkan akhir malam. Aku tetap merasa takut dan akhirnya aku ditemani eyang lewat video call. Saat ditengah tangisanku, aku mendengar suara gedoran pintu. Aku sempat berpikir itu hanya tikus, tapi suara itu tak berhenti cukup lama. Sampai-sampai eyang menanyakan keberadaan suara tersebut.
"Ada apa nak?" dia menanyakan itu karena aku tersentak kaget. Lalu terdiam karena mengamati suara asing itu."Tidak eyang." jawabku sambil sesegukan.
"Lalu suara apa itu?, apakah kau memukul-mukul sesuatu?" tanyanya lagi. Kali ini dia seperti penasaran.
"Aku juga tak tau." aku melihat sekitar dengan ketakutan yang luar biasa.
Suara itu semakin keras dan cepat, aku menangis ketakutan dan mulutku terus membaca doa. Saat itu eyang juga seperti membaca doa. Tetap saja, suara itu tak berubah tempo. Cepat dan keras.
Akhirnya, "Kau berhentilah menangis!" perintah eyang seperti marah padaku."Jika kau tak berhenti pada tangisanmu, suara itu akan semakin keras dan menghancurkanmu." dia mengatakan itu seakan-akan dia merasakan hawa yang ada di dalamnya.
Seketika aku membungkam mulutku dengan begitu rapat, bagaikan tangis tanpa suara. Saat itu keberadaan ku di pojok tempat tidur sambil merangkul selimut. Mata ku memerah dan membesar menilik sekitar. Tangisan terhenti sisa segukan dan nafas yang cepat. Jika digambarkan aku seperti orang yang depresi saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
-30 Minute
Fantasy[CERITA INI HANYA FIKSI] Cerita fantasi tentang kematian orang terdekat yang menghantarkan gadis SMA pada pintu dunia paralel. Disana dia menemukan fakta yang tak dapat dijumpai pada dunia nyatanya. Update setiap hari Senin dan Selasa. #-30 Minute #...