10

8 3 0
                                    

Untuk beberapa minggu aku tak kembali pada dunia paralel, aku harus merawat eyang dan waktuku untuk kesana pun terbatas. Tapi suatu ketika, waktu terhenti seperti saat itu, "Sepertinya orang itu melewati portal lagi, tapi siapa?" gemamku penasaran.
________________________________________________________________

Beberapa minggu itu aku dan Athela selalu bersama, entah itu main, makan, atau sekedar di kamar mungilku. Kami membicarakan banyak hal dan Athela selalu membahas tentang Alan. Dia berkata bahwa Alan selalu membicarakanku dihadapannya, dia penasaran tentang sikapku yang seperti apa. Aku selalu bahagia jika Athela memberikan informasi itu, secara tidak langsung dia mata-mataku, hehe.

Sampai suatu saat kami bertiga hangout bareng, Alan, Athela, dan Aku.
Aku sempat canggung ketika ada Alan, tapi Athela tetap memaksaku ikut.
Tapi di saat itu juga aku selalu diabaikan, bahkan sempat ditinggal. "Kayaknya ngajak tapi ninggal." gerutuku. Aku sempat marah, dan ingin sekali pulang.

"Kamu kenapa sih pingin pulang?" tanya Athela karena aku terus merengek minta pulang. "Kan aku ngajak kamu biar kamu deket sama Alan!" imbuhnya, dari yang diucapkan barusan, membuatku muak akan sikapnya.

"Bukannya yang tambah deket itu dia, dia yang selalu ninggal bahkan  yg nyuekin. Dasar bullshit!" batinku, awalnya sikapku seperti anak kecil yang mengganggu ibunya belanja, seketika diam setelah mendengarkan omongan Athela.

"Aku pingin pulang. Kalo kamu pingin main sama Alan main aja, nggak usah ajak aku!" ucapku hingga Alan menoleh ke arah kami.
Aku pergi setelah itu, meninggalkan mereka dan sedikit kecewa.

Respon Athela hanya diam, tak mencegah. Sedangkan Alan melanjutkan membaca buku, saat itu kami di toko buku. Mereka seperti terpaksa mengajakku dan saat aku pergi pulang, mereka serasa melepas penat.
.
.
Aku berjalan di langit sore yang cerah dan angin yang berhembus cepat. Drees coklat berlengan pendek dan hanya sepanjang bawah lutut, ku kenakan waktu itu. Bagian bawah gaun bergerak mengikuti angin yang tertiup. Daun kering berjatuhan mengenai sepatu kets putihku yang mengiri langkah menuju halte bus.
Pulang menaiki bus agar menghemat uang. Di dalam perjalanan air mataku sedikit berlinang, aku merasa Athela juga suka dengan Alan.

***

Hanya ada beberapa penumpang saja. Duduk di antara tanda silang yang menempel pada kursi bus. Nampak sendiri dan sunyi, duduk diam, ikuti alur bus berjalan.

Aku sampai.

Berjalan untuk beberapa meter agar sampai di rumah. Tepat di depan pagar dan hampir membuka gembok, "Oh ya hari ini masa karantina eyang selesai!" ucapku kegirangan.
Aku memilih untuk mampir ke rumah eyang yang tak jauh dari rumahku, hanya beda gang saja. Jalanan sepih, hanya ada kucing liar yang berkeliaran tanpa pemilik. Suara anjing terdengar dari rumah besar milik seorang dokter. "ANJING!" raut wajah yang cemas terpampang nyata pada diriku, pupil mataku membesar dan dadaku berdegup kencang. "Lah emang anjing." sahut orang gila yang biasa berkeliaran di komplek rumah. Sontak aku langsung menengok sambil memeluk tasku. Dia tak meresponku, hanya saja dia melihatku dengan tatapan gila.

---

"Eyang... eyang... ini Naura." teriakku sambil menggedor pagar yang tergembok. Mukaku menempel pada cagak-cagak pagar yang sejajar dan mulutku terus mengoceh.
"Iya.... jangan teriak!" jawabnya dari dalam rumah, dia menyuruhku jangan teriak tapi dia juga melakukannya.
"Bisa diem gk?! Ganggu tetangga aja. Perawan gk bisa jaga mulut!" ocehannya sambil berjalan mendekatiku. Aku hanya tertawa sebagai respon, karena aku tau bahwa yang dikatakan eyang hanya candaan.

-30 MinuteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang