11

14 3 1
                                    

"SALAH PAHAM."
~Author


"Sifat Alan berbeda, artinya bukan dia yang melewati portal. Lalu siapa?"

Pertanyaan itu selalu muncul di otakku. Berpikir lagi dan lagi, sungguh melelahkan.
Aku menikmati setiap kesempatan kesana, dan sekarang aku melewati kesempatanku ke-15 berarti kurang 23× kesempatan.
"Halah masih banyak." mengatakan seperti itu dengan nada yang menyepelekan. Padahal semakin aku kesana, waktu yang kugunakan juga berkurang, yaitu berkurang 30 menit. Dan ini kesempatanku ke-16, jadi aku hanya memiliki 16 jam saja. Waktu itu ku gunakan hanya untuk main bersama Alan dan Athela, kami sangat bersenang-senang.

Sifat Alan di dunia paralel membuatku cocok. Hangout tanpa rasa canggung diantara kami. Berteriak-teriak tanpa rasa malu, "Sepertinya urat malumu putus." cletuk Athela saat aku tertawa terbahak-bahak.
Sekitar empat kesempatan aku habiskan untuk bersenang-senang dengan mereka dan lambat laun sepertinya Alan mengetahui jika aku menyukainya. Sikap yang dia berikan padaku membuat seorang gadis berumur 18 tahun ini  berpikir bahwa dia sama menyukainya. Bahkan Athela mengetahui hal itu dan dia sangat mendukungku. Aku dan Alan juga saling mengirimkan pesan layaknya seorang teman yang saling jatuh cinta. Tapi dia tak kunjung mengungkapkan, "Aku tak butuh pengakuan, karena sikapmu telah mewakilkan, cuakkkkkz." ucapku sambil gulung-gulung di kasur.

Aku seperti orang gila saat itu, tersipu malu tanpa seorang pun yang tau. Membaca balasan pesan yang membuat tanganku bergemetar. "HUWAAAAAA.... AKU BISA GILA KALAU SEPERTI INI!" suaraku memenuhi seisi kamar, berteriak karena balasan Alan yang hampir membuat jantungku meledak.

"Hei ada apa sih kak?!" marahnya Ayah sambil membuka pintu kamarku. Yap, saat itu aku masih di dunia paralel, dan aku kembali pukul 10 malam.
Diam sejenak dan melanjutkan kegilaanku, "AYAAAAH....." aku menghampiri ayah, memegang tangannya dan mengajaknya loncat-loncat. Koyolnya lagi, ayah juga mengikutiku loncat kegirangan. Aku tertawa puas.
Selepas itu, tanganku yang masih menggenggam handphone langsung direbut olehnya. "Ooooh lagi kesemsem nih." godanya.
"Ih ayahhhhh." responku sambil memukul bahunya dengan manja.

"Jangan pacaran aja! Cepet belajar. Masih muda kok buang waktu, tuanya mau jadi apa?! Ha!?" seketika ekspresinya berubah, yang awalnya kompak denganku akhirnya sama saja seperti ayah yang biasanya.

"Iya iya..." jawabku ngaret sembari mengambil hpku dari tangan ayah. "Hihihi." cengengesan dengan menunjukan hpku telah ada pada genggamanku.

"Wooo bocah bandel." hampir saja ayah memukul pantatku, aku menghindarinya dengan cepat.

"Iya iya yaaah. Nanti juga belajar." jawabku yang masih cengengesan.
Tanpa basa-basi ayah keluar dengan tatapan yang seperti mengawasi, aku hanya tertawa ringan melihat kelakuannya yang semakin konyol. Dia selalu menyuruhku belajar, karena ia seorang dokter jadi setidaknya anaknya bisa sepandai dirinya.

"Jam berapa ini?" pertanyaan itu muncul karena batas waktuku akan berakhir, "oh masih jam 8." ucapku santai setelah memantau jam.

"Ummm besok enaknya ngapai ya?." aku berusaha merencanakan kegiatanku disini sebelum aku kembali pada dunia nyataku. Jari telunjukku terus bergerak pada dagu, mondar-mandir antara meja belajar dan kasur, mata terus menatap langit-langit, seolah-olah disitu ada contekan. "Oh gimana kalo besok nonton?" ide yang cemerlang. Segera aku mengonfirmasi ide itu di grup kami bertiga, Alan-Athela-Aku.

KONTAK OBROLAN📊

Yuk guys besok kita nonton
08.00 p.m

Aku deh yang traktir, mau ya?😆
08.30 p.m

Alan
Aku sih ikut aja...
Emangnya mau nonton apa?
08.55 p.m

Enaknya nonton horor aja, seru!
08.55 p.m

Alan
Oke... siyap!
09.00 p.m

Alan
Ela gimana? La? Athela?
09.00 p.m

Iya nih.... gimana La?
Bisakan besok?
09.01 p.m

Elaelo 😈
Sorry aku ga bisa,
Aku udah janjian sama Iren.
Sorry banget....
09.01 p.m

Alan
Halah santai aja kali...
Kayak ga pernah nolak aja.
HAHAHA
09.02 p.m

Elaelo 😈
Ih apaan sih
Sorry Ra... aku ga bisa
09.02 p.m

Ih santai aja La, gppa kok
Biar aku sama Alan aja, iya kan lan?
09.02 p.m

Alan
Iyaaa
09.03 p.m

---
Dari pesan ini aku melihat, mereka sedikit mengabaikanku. "Ah mungkin mereka sibuk, aku aja yang suka bawa perasaan." gumamku sambil menyalahkan diriku sendiri.

***

"Kita jadi nontonkan?" tanyaku pada Alan saat akan berangkat.

"Udah lah naik dulu, nanti pikirin di jalan aja." suruhnya sambil memberiku helm. Segera aku naik pada bagian belakang motornya. Aku terus bertanya pada dia, tapi dia tak menjawab. Tanpa tanya balik padaku, dia menghentikanku di restoran jepang dekat rumahnya. "Kenapa berhenti disini?" tanyaku sambil bingung melihat sekitar.
"Belum makankan?" tanyanya tak menjawab pertanyaanku.

"Jawab dulu!" tanganku dengan cepat menahan helmnya ketika akan dia lepas.

"Udah lah, turun aja." responnya sedikit marah.
Deg... aku tertegun mendengarnya. Seketika merasa bersalah karena menahan helmnya. Kakiku menginjak paving depan restoran, saat itu tampak cukup ramai. Aku menghela napas.

"Kenapa?" tanya Alan karena melihatku tampak tak suka.

"Gppa."

"Jangan gitu dong Ra!"

"Jangan gitu gimana sih?!" aku sedikit membentaknya.

"Maksudnya, kita disini aja. Kenapa? Nggak suka?. Lain aja ya nontonya, sama Athela." dia tampak menjengkelkan ketika mengatakan itu, mataku mulai berkaca-kaca akibat perkataannya. Badanku berbalik agar dia tak melihatnya.
Saat aku menghadap padanya, dia meninggalkanku. Dia berjalan santai dengan tangan berada di kantong jaket coklat mudanya.
"Alan!" teriakku sambil berlari menujunya.

"Sini." jawabnya tepat di depan pintu masuk sambil melambaikan tangan.

Pesan-makan-pulang.

"Makasih." ucapku flat sembari memberinya helm. Dia tersenyum. "Kenapa?" imbuhku penasaran.

"Maaf tadi malah makan bukannya nonton." jelasnya. Aku hanya mengangguk tak berselera. "Aku milih makan karena cuma sama kamu. Kalo ada Athela kita baru nonton ya?" aku hanya mengedipkan mataku beberapa kali karena perkataan Alan yang ambigu.
"Hahahaha.... kenapa bingung? Gini-gini, nontonkan sering, nah aku mau ngajak kamu makan, gitu. Pas banget Athela gk bisa ikut, soalnya aku cuma mau ajak kamu aja." jelasnya lagi agar aku tak salah sangka.

"Ooo.... hehe. Makasih." ucapku sekali lagi.

"Ya udah masuk sana! Di luar dingin." perintahnya. Aku membuka gerbang dengan terus melambaikan tangan padanya. Aku menutup gerbangnya. Suara motor Alan mulai meninggalkan rumahku, tepat di belakang gerbang, aku tersipu malu karena sikap Alan padaku. "Lain kali jangan salah paham ya!" ucapku sambil mengelus kepalaku sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 10, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

-30 MinuteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang