| Chapter 3 | : City of Aenom

52 19 3
                                    

Baru aku melihat hutan lebat dengan rumah-rumah dari akar kayu sebesar truk-truk dan bus. Tidak jauh dari aku berada di dunia ini pertama kali.

Kami berdua cukup berjalan kaki melewati padang rerumputan serta menghindari lubang lumpur hisap sialan itu yang cukup tersembunyi. Berkat bantuan dari Hani, yang kuanggap begitu, aku bisa hapal letak keberadaan kubangan lumpur hisap itu.

"Bagaimana kau membawaku ke sini? Apa di bar malam itu kau melakukannya di sana karena seingatku aku merasa pusing dan setelahnya semuanya gelap."

Hani tersenyum sambil berjalan mendahuluiku melewati semacam gapura melengkung dari akar-akar kecil yang dirangkai serta bunga-bunga seukuran jempol kaki berwarna kuning.

"Itu hanya caraku untuk melenyapkanmu dari dunia manusia."

Telingaku seperti mengolah perkataanya barusan dengan rumit. "Melenyapkanku? Maksudmu?"

Hani berbalik setelah berhenti berjalan di depanku. Dia menatapku baik-baik dan dengan entengnya berkata, "Sebut saja malam itu aku membunuhmu."

Aku seketika melotot mendengar ucapan frontalnya barusan. "Apa kau bilang?!"

"Jangan terkejut seperti itu, kau sudah seperti gadis yang baru saja disetubuhi dengan kasar. Dengarlah, aku hanya membuatmu agar terlahir kembali, itu saja."

Kata-katanya seperti terlontar dari mulut orang gila dan aku dengan bodohnya terkejut meski buktinya tidak bisa kukatakan adalah sebuah kebohongan.

Aku sekarang berada di dunia yang mungkin sebenarnya dihuni makhluk liar serta frontal di hadapanku ini siapa lagi kalau bukan Hani. Aku hanya mengekori langkahnya dari belakang setelah melewati gapura itu dan mulai memasuki area yang kusebut pemukiman di tengah hutan. Bahkan pohon-pohon menjulang di sini aku tidak tahu jenis dan nama pohon tersebut.

Orang-orang dengan bahan pakaian hampir sama sepertiku berkerumun seperti sekelompok tunawisa yang menunggu pasokan bantuan. Mereka berwajah keras sebelum aku datang dan berubah ketika Hani berkata dengan keras, "Aku  bersamanya!" Lalu jari telunjuk dan tengahnya disatukan lalu diangkat jauh ke atas langit setinggi-tingginya.

Mereka semua tersenyum penuh syukur ada pula yang bahkan menepuk-nepuk dadanya seolah dia punya masalah dengan asma.

"Apa benar?" seru salah satu dari mereka sambil menyeruak dari balik kerumunan. Aku terkejut dengan penampakannya ketika melihat orang tersebut. Satu kakinya hilang alias buntung entah sampai mana. Karena tertutup celana yang menjuntai kosong ke tanah. Hanya tongkat kayu kering kecil namun terlihat kokoh yang dipakainya untuk menompang beban tubuhnya.

Hani menarik lengan atasku dengan kuat, aku tersendat sampai melangkah kaku ke depan. Pria buntung berambut keriting itu mematung dan menatapku dari atas sampai bawah seolah dia tengah benar-benar menelitiku dengan begitu cermat. Lalu, dia mendekat dengan kaki pincangnya. "Apa benar kau penyelamat kami? Makhluk yang bersinar itu?"

Aku tak bisa berkata-kata sedikit pun ketika tangan pria yang kelihatannya beberapa tahun lebih tua dariku itu meraba wajahku dengan jari-jemarinya yang terasa sangat dingin.

"A-aku ...."

"Tentu saja Max, aku susah payah membawanya kemari!" seru Hani sambil menjauhkan tangan pria bernama Max itu dari wajahku.

THE AENOM SAGA : Born Shine ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang