Saat aku membuka mata, satu hal yang membuat mataku membulat sempurna. Kami semua kini telah berdiri di sebuah tanah berpasir yang kering. Lebih mirip lapangan kolosium yang tidak pernah diurus.
Langit tampak berwarna biru cerah dengan matahari bersinar terik. Pintu pertama membawa kami ke dunia yang mirip dengan bumi. Secercah hatiku merasa bahagia karena tidak lagi melihat dunia seperti Aenom yang biasanya.
"Kita harus berhati-hati. Ingat bahwa di sini ada akan banyak bahaya dan jebakan yang tidak kita ketahui dari mana datangnya nanti," ucap Leiden. Dia berjalan lebih dulu dengan pandangan waspada seperti saat dia bicara tadi.
Kami semua mulai bergerak perlahan dengan insting yang terpasang kuat.
"Kita akan ke mana?" tanyaku ke pada Hani di sebelahku.
"Mencari pintu kedua," jawabnya.
"Semudah itu?"
"Kau pikir kita dapat mudah mencari pintu selanjutnya? Kita harus mengalahkan apa yang akan menjadi hambatan di sini."
Aku mengerti sekarang meski harus menerka-nerka hal apa yang akan kita semua temui di tempat yang kering serta gersang ini.
Kami berjalan lurus seperti yang dilakukan Leiden. Dia adalah ketua sekaligus pemegang kendali ke manakah gerak tim ini akan melangkah. Karena aku melihat Leiden membawa semacam bola kaca seukuran kepalan tangannya yang sekilas mirip globe berukuran kecil. Benda itu menunjukan warna kecil yang berkelip simbol dari pergerakan tim dan tujuan kami adalah simbol titik lain yang berwarna merah.
Baru beberapa belas menit berlalu, aku sudah berkeringat banyak. Panas bola gas raksasa di atas sana benar-benar menyengat. Rasanya seperti dibakar di bawah arang.
Sejauh mata memandang aku hanya melihat tanah berpasir yang kering. Hausku mulai mendera. Kami hanya membawa bekal yang cukup untuk perjalanan. Aku meraih botol minum dari kayu di pinggangku. Berniat meneguknya sebelum suara asing menghentikanku.
"Jangan minum, itu tidak akan membantu. Kau malah akan merasa semakin haus."
Aku terkejut karena yang bersuara barusan adalah Reo. Baru kali ini aku mendengar pria itu bersuara. Aku melihat sekitarnya yang tidak jauh beda denganku. Mereka juga melakukan hal yang sama sepertiku tadi.
"Tempat ini bukan hal baik untuk mencari kesegaran," ucap Ella.
"Lalu kita mencari pintu itu di mana?" tanyaku lelah.
"Kita harus menemukan kunci pintu kedua terlebih dulu," jawab Hani.
Setelah beberapa jam berjalan, kami baru melihat berbagai pohon yang tumbuh di sini. Anehnya batang pohon itu seolah meliuk ke arah yang terlihat menyakitkan. Tanpa adanya daun hanya ranting kurus dan juga jarak dari masing-masing pohon cukup jauh.
Kami kembali melangkah dengan keheningan sebelum Darel tiba-tiba berhenti melangkah membuat kamu sontak berhenti dan menatapnya heran.
"Aku menginjak sesuatu," serunya sambil berhati-hati menatap kaki kirinya yang tidak lagi bergerak.
Leiden mendekat sebelum itu terjadi Darel telah menarik kakinya menjauh dari atas tanah. Ada lingkaran besi yang berputar saat itu juga. Ternyata itu bukan ranjau darat yang bisa meledak saat diinjak. Tapi ini mungkin lebih buruk dari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE AENOM SAGA : Born Shine ✔
Fantasía🎖: Top 7 Writora 2022 "Get Your Prompt" © KANG ZEE present • (#) BOY'S IN THE NIGHTMARE • THE AENOM SAGA: BORN SHINE • THE 4TH FULL NOVEL '2022' • Fantasy, Action • Completed Elion masih belum sepenuhnya menerima keadaan yang membingungkan ini...