Aku seketika membuka mata ketika suara derit membangunkan jiwaku dari kegelapan. Saat aku membuka mata lalu menatap dunia yang sedikit buram. Perlahan namun pasti, langit-langit berwarna putih terlihat jelas. Bukan langit biru dengan bola gas yang terik. Tapi ini jauh lebih teduh dari itu.
Aku sadar karena sekarang tubuhku terbaring di atas kasur empuk beserta cairan yang merayap menggelikan ke dalam urat tanganku. Aku menggerakan pandangan untuk menyapu sekitarnya. Tirai putih, alat-alat khas rumah sakit dan pria berkaca mata bulat. Mark.
"Akhirnya kau siuman juga," desahnya pelan.
Aku menatapnya lekat-lekat. Bukan Hani yang menyambutku atau sudut toilet bar malam itu.
"Mark, kenapa kau di sini?" tanyaku datar. Meski suara terasa berat juga serak.
Dia menatapku dengan raut tidak enak. Pasti Mark kesal dengan pertanyaanku yang keluar barusan.
"Brengsek! Aku bahkan tidak mendapat ucapan terima kasih atau kau pura-pura terkejut kalau aku menjagamu di sini!" ucapnya dengan nada yang ditahan.
Aku berpikir sejenak. "Lalu, kenapa aku bisa ada di sini? Bersamamu?"
Aku siap bangun dan dengan cekatan Mark membantuku tubuhku untuk sekedar menyandar di kepala ranjang pasien yang ternyata keras.
"Bisa kau ceritakan apa yang terjadi Mark?"
"Aku tidak akan mengatakan kau tidak ahli dalam minum alkohol. Tapi menurut orang yang menemukanmu. Kau sudah duduk tidak sadarkan diri di dalam toilet." Penuturan dari Mark masih belum membuatku merasa puas dengan fakta yang terjadi.
"Lalu?"
"Kau membuat semua orang panik di bar malam itu. Aku tentu saja sudah mabuk. Tapi aku pulang lebih dulu. Ada yang menelponku untuk segera ke rumah sakit. Oh, sejak kapan orang-orang menganggapku teman dekatmu?"
Aku tersenyum masam. Mark adalah orang yang berkata sesuai dengan apa yang ada di otaknya tanpa perlu susah-susah untuk sekedar disaring.
"Bukannya kita seperti saudara kembar, Mark?"
Matanya memutar dengan kesal. "Aku tidak pernah menganggapmu adikku Elion! Tapi ya kita sudah saling kenal dari pada kariawan yang lain di perusahaan. Kita ikut tes bersama sampai masuk, jadi mau tidak mau aku bersedia bersamamu contohnya saja aku menjagamu di sini."
Aku tersenyum mendengar pemilihan katanya yang terdengar canggung. Tapi tiba-tiba sekilas ingatan membuatku teringat akan sesuatu.
"Di mana gadis bernama Hani itu?"
Barulah aku mengatakan tentang Hani setelah beberapa saat tadi menunggunya. Aenom tempat itu juga masih terekam jelas di dalam kepalaku. Bagaimana aku menjalani hidup dan melakukan tugas gila di sana. Meski, akhirnya aku harus kembali secepat ini.
Aenom. Entah kenapa aku benar-benar merasa telah meninggalkan sesuatu yang besar.
Mark menautkan alisnya dengan tajam. Lalu dia berbalik bertanya dengan nada serius, "Siapa Hani?"
"Kau tidak tahu Hani? Dia juga kariawan yang masuk tes bersama dengan kita. Bahkan malam itu di bar dia duduk bersamaku."
Aku bersumpah tidak akan menerima apa yang terjadi lagi setelah jiwaku tertarik ke dunia bernama Aenom. Cukup sudah aku merasa kecewa yang teramat dalam kepada diriku sendiri. Tentang Hani adalah orang yang membuatku masuk ke sana. Aku ingin segera bertemu dengannya untuk membahas lagi tentang nasibnya dan Aenom.
"Siapa? Gadis bernama Hani itu ikut juga? Aku bahkan tidak menemukan namanya di daftar kariawan yang telah diterima."
Apa lagi ini? Kenapa Hani seolah hilang dari dunia? Apa yang terjadi?
KAMU SEDANG MEMBACA
THE AENOM SAGA : Born Shine ✔
Fantasía🎖: Top 7 Writora 2022 "Get Your Prompt" © KANG ZEE present • (#) BOY'S IN THE NIGHTMARE • THE AENOM SAGA: BORN SHINE • THE 4TH FULL NOVEL '2022' • Fantasy, Action • Completed Elion masih belum sepenuhnya menerima keadaan yang membingungkan ini...