"Sebenarnya, suka gak sih?"

629 99 22
                                    

"Kamu tuh dulu sebenernya suka gak sih sama Siyeon, No?"

Tak ku sangka-sangka dengan pertanyaan yang ku anggap sepele itu membuat Jeno marah kepadaku; tidak, marahnya bukan seperti orang kesetanan yang membentak-bentak ku lantas menunjukku. Marahnya Jeno bukan seperti itu, marahnya Jeno terasa lebih seram bagi ku daripada dosen killer yang ada di kampusku.
Jeno mendiamiku, lebih daripada itu, wajahnya terlihat sangat datar sekali, matanya menajam— aku pernah melihatnya seperti ini ketika mengospek adik tingkat kami. Tapi jelas berbeda konteks, jika saat itu aku akan tertawa geli karena melihat ekspresinya yang menurut ku jadi sok galak itu, maka kini aku benar-benar akan takut jika melihat ekspresi wajahnya yang seperti itu.

Aku benar-benar tak mengerti, mengapa Jeno nampak begitu sensitif dan marah hanya karena pertanyaan itu? Padahal, jika Jeno menjawab iya pun aku tidak akan marah berlebihan karena aku tahu itu hanya perasaannya di masa lalu bukan masa kini.

Jadi ... aku tidak salah kan merasa curiga dan waspada? Mengingat Siyeon masih satu fakultas dengan kami berdua.

Ah, sialan. Pikiran ku amburadul.

"KAK JIRA SAYANGKU, CINTAKU, PACARKU, BEBEB-KU, YUHUUU~" Aku tersentak kaget ketika mendengar suara melengking tak jauh dariku.

Aku menatap kembaran beda lima menit ku itu dengan tatapan jengah. "Kalau ada mau aja lo panggil gue Kakak, kenapa?"

Zidan menyengir, lalu duduk di sebelahku. Pria yang bernama lengkap Zidan Hetama Nazandra itu memeluk lenganku. "Temenin hayuk."

"Ah males keluar." Tolak ku langsung, mengingat mood ku yang sedang tidak baik akibat ulah Jeno membuat ku tak mau melampiaskannya pada Zidan. "Sama Kim aja padahal napa sih?"

"Nah justru itu Juleha!" Seru Zidan, menyentil kening ku yang membuat ku menatap Zidan tajam. "Gue tuh mau bikin surpris buat Ayang Kimberly, lusa doi ulang tahun!"

"Surprise kali," Koreksi ku, memutar iris malas. "Kenapa ngajak gue? Ajak aja temen-temen lo, si Felix kek, si Hanif kek, siapa kek gitu."

"Mereka 'kan cowok Raa," Rengek Zidan yang terdengar menggelikan di telingaku, tubuh ku pun berjengit sebagai respond bahwa aku tidak suka dengan sikapnya barusan. "Bisa-bisa mereka nyuruh gue ngadoin pacar gue beha lagi."

"Mulutnya!" Tegur ku menepuk bibirnya yang selalu di jadikan bahan ledekan oleh Felix, Hanif, dan kawan-kawannya. Meski aku tak menampik bahwa aku juga tertawa karena ucapannya barusan. "Masa iya mereka nyaranin lo gitu."

"Yee, gak inget lo?" Tanya Zidan, mengusap bibirnya yang baru saja ku beri hukuman. "Ulang tahun lo yang dua tahun lalu mereka nyaranin Jeno buat ngadoin lo lingerie, untung Calon Ipar gue masih waras, jadinya gak ikutin saran dari mereka."

Aku tersenyum kecut mendengar nama Jeno dan Calon Ipar dari mulut adik-ku itu. Entah kenapa aku ingin sekali marah kepada Zidan karena mengucapkan kata-kata dan nama yang terdengar terlarang di telinga ku kini.

"Ya, mau ya Kak ya?" Bujuk Zidan yang seperti biasa memanggilku 'Kakak' ketika ada maunya. "Nanti gue beliin lo Richeese dah."

Mungkin jika suasana hatiku sedang baik aku akan bersemangat berkata 'Iya' saat mendengar iming-iming yang diberikan oleh Zidan. Namun kini aku terdiam, merasa gamang. Aku sebenarnya benar-benar tidak mau di ganggu oleh siapapun, tapi sepertinya Zidan kurang peka dengan apa yang telah ku rasakan kini. Padahal kami saudara kembar.

"Kak?" Panggil Zidan yang menyadari aku terdiam. "Ayo doongg, bantuin Adek~"

Aku berjengit geli, sebelum akhirnya bangkit sambil menaruh telapak tanganku di wajah Zidan lalu menggerak-gerakannya membuat ia berseru kesal. "Gak usah sok imut lo, ayo cepet berangkat sebelum gue berubah pikiran."

- - -

"Si Kim emangnya suka sama apa?" Tanya ku yang sudah mulai lelah.

Yap, saat kami sudah memasuki mall kami berdua langsung menjajaki toko-toko apa saja yang menarik perhatian kami tanpa harus membuang-buang waktu lagi. Dan kini sudah hampir satu jam aku menemani Zidan yang sibuk memilih-milih dress wanita tak jauh dariku. Padahal aku sudah berulang-ulang kali menyarankan hadiah pada pria itu dimulai dari sepatu, tas, jam tangan, dress, bahkan boneka; namun semuanya di tolak oleh pria itu karena merasa pacarnya yang bernama Kimberly Azzahra itu tidak akan terkesan.

"Dan, astaghfirullah. Udah kasih apa aja!" Seru ku geregetan karena Zidan yang tak mau mendengarkan aku. "Selama lo yang kasih, batu kali pun si Kim bakal seneng! Gue jamin!"

Zidan mendengus, lalu menatapku secara sepenuhnya. "Iya bakal seneng, tapi kan gak bakal terkesan Ra,"

"Lo kalau mau Kim terkesan lamar aja dah tuh, pasti terkesan." Ucap ku sebal, mendelik ke arah Zidan yang sekarang sedang manyun. "Cepetan gue pegel!"

"Ih, sabar!" Seru Zidan kemudian berbalik untuk memilih-milih baju lagi. "Emangnya lo gak mau ngasih kado sama pacar gue?"

Aku mengangguk. "Udah gue siapin dari seminggu yang lalu."

"Oh ya??" Zidan terdengar tertarik. "Lo emang mau kasih apa?"

"Gak boleh tau, nanti lo copas lagi." Aku terkekeh pelan, lantas menepuk bahunya. "Yaudah gue cari kesana, siapa tau ada yang cocok. Biar cepet beres."

"Cocok buat lu?"

"Cocok buat Kim lah, Burhan!" Semprot ku kesal membuat Zidan tertawa, aku sempatkan untuk menjitak kepalanya pelan sebelum akhirnya berlalu ke arah lain.

Aku tersenyum sedikit ketika melihat begitu banyak dress yang cantik yang terpajang, seolah menyuruhku untuk membeli beberapa dari mereka namun aku tidak tertarik. Sayang sekali. Aku menghela nafas, teringat lagi dengan Jeno yang baru saja dua minggu kemarin berbelanja beberapa baju couple dengan ku. Aku merogoh kantungku untuk mengambil ponsel, hanya sekadar mengecek apakah ada notif yang masuk dari Jeno atau tidak. Namun nihil, tidak ada notif sama sekali darinya kecuali Lia, Kak Chacha dan group chat dari UKM Teater kampus-ku.

Aku tersenyum kecut, kembali memasukan ponsel dan memilih untuk fokus dengan dress-dress ini yang sekiranya akan cocok jika di kenakan kekasih dari kembaran ku itu nanti.

Hmm, mengingat Kim itu adalah orang yang anggun mungkin warna pink pastel akan cocok untuknya? Coba kita lihat mana dress yang berwarna pink pastel itu, nah itu dia!

Aku menelan ludah susah payah saat aku memegang dress yang ingin aku ambil bertepatan juga tangan lain yang juga berada di hanger dress itu.

Aku melepaskannya dengan spontan, "Maaf — loh?" Niat hati ingin meminta maaf namun di gantikan dengan rasa terkejut karena yang ada di hadapanku ini ialah ..

Siyeon.

Rasa terkejutku semakin bertambah saat mendengar suara pria yang sangat aku kenali memanggil nama Siyeon dengan nada lembut, jantungku berpacu cepat, keringat mulai turun dari pelipisku saat melihat pria yang mengenakan hoodie yang sama yang digunakan oleh Siyeon mendekat.

Itu ...

"J— Jeno? Kok kalian???" Tanya ku lirih, bertepatan dengan ekspresi Jeno yang terkejut ketika matanya bertabrakan dengan irisku.

Tidak. Ini benar-benar tidak mungkin.

A/N :

HAI AK KEMBALI AYO JANGAN LUPA RAMEIN!1!1!

Kala Merindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang